Home Internasional Kekerasan Berlanjut, Warga Australia Ditahan Militer Myanmar

Kekerasan Berlanjut, Warga Australia Ditahan Militer Myanmar

Yangon, Gatra.com – Pasukan keamanan di Myanmar kembali menembak mati seorang pengunjuk rasa antikudeta pada Minggu, di hari yang sama pemerintah Australia mengonfirmasi bahwa mereka berupaya membebaskan dua warga mereka yang ditahan setelah mencoba meninggalkan Yangon.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi bulan lalu, memicu protes nasional menuntut kembalinya demokrasi.

Pasukan keamanan bertindak brutal, menggunakan peluru tajam bersamaan dengan gas air mata dan peluru karet dalam upaya untuk menggoyahkan aksi demonstrasi yang berlangsung secara masif.

Dilansir ABC News, Kementerian Luar Negeri Australia pada Minggu (21/03) mengonfirmasi bahwa pihaknya memberikan bantuan konsuler kepada warganya di Myanmar. "Karena kewajiban privasi, kami tidak akan memberikan rincian lebih lanjut," kata seorang juru bicara.

Diketahui bahwa konsultan bisnis Matthew O'Kane dan Christa Avery, yang memiliki kewarganegaraan ganda Kanada-Australia, berada dalam tahanan rumah setelah mencoba meninggalkan negara itu dengan penerbangan darurat. Pasangan itu menjalankan bisnis konsultan di Yangon.

Warga Australia lainnya, ekonom Sean Turnell, seorang penasihat Suu Kyi yang ditangkap seminggu selepas kudeta juga masih berada dalam penahanan.

Kekerasan akhir pekan lalu gagal menghalangi ratusan dokter dan perawat yang mengenakan helm pelindung untuk turun ke jalan sambil mengacungkan poster Suu Kyi melewati Mandalay, kota dan ibu kota budaya terbesar kedua di Myanmar.

Mandalay telah menjadi saksi bisu atas rentetan aksi kekerasan terburuk yang dilakukan oleh polisi dan tentara sejak kudeta. Media lokal mengatakan unjuk rasa itu dilakukan sore menjelang malam untuk menghindari pasukan keamanan.

Semalam, pengunjuk rasa melakukan protes dengan cahaya lilin di kota utara Kale dan meninggalkan tanda di jalan yang menyerukan intervensi PBB untuk menghentikan kekerasan di Myanmar.

Protes itu terjadi sehari setelah kelompok pemantau lokal mengkonfirmasi pembunuhan empat pengunjuk rasa di tangan pasukan keamanan yang terjadi di beberapa daerah.

Dua dari kematian itu terjadi di Yangon, pusat komersial negara itu, menurut laporan the Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).

Hampir 250 kematian telah dikonfirmasi dalam beberapa minggu sejak terjadinya kudeta, menurut laporan AAPP, meskipun jumlah sebenarnya bisa lebih tinggi. "Lebih dari 2.300 lainnya telah ditangkap," kata kelompok itu.

Kecaman internasional dari Washington, Brussels hingga PBB sejauh ini gagal menghentikan pertumpahan darah di Myanmar.

Menteri luar negeri Uni Eropa diharapkan menyetujui sanksi terhadap 11 pejabat Junta Militer pada pertemuan yang rencananya dihelat Senin ini.

165