Home Gaya Hidup Sebul Genose Sebelum Ijab Kabul

Sebul Genose Sebelum Ijab Kabul

Bantul, Gatra.com - Hajatan pernikahan di tengah pandemi rawan menyebarkan Covid-19. Penerapan protokol kesehatan di acara tersebut menjadi kewajiban sekaligus wujud toleransi, tapi juga bisa dikreasi sehingga jadi daya tarik tersendiri.

Air mata menetes dari kedua pasangan itu. Dengan mengenakan masker dan mengikuti serangkaian ‘ritual’ kesehatan, Mujiono dan Dewi Susilowati akhirnya dapat melangsungkan ijab kabul di Kantor Urusan Agama Sewon, Bantul, Selasa (8/6).

Dua sejoli disabilitas itu tampak berbinar usai akad pernikahan mereka. Mujiono (40), yang seorang disabilitas netra, sempat terbata-bata mengucap janji setia.

“Pernikahan ini menjadi spirit kami untuk saling melengkapi yaitu menjadi mata dan kaki,” kata Dewi (30), disabilitas daksa yang menjalani prosesi nikah di kursi roda.

Pasangan ini tak sendiri. Sejoli lain bahkan telah mengantre menjalani ritual serupa. Maklum saja, Mujiono dan Dewi mengikuti nikah bareng gelaran Forum Taaruf Indonesia (Fortais) dan Golek Garwo. Komunitas ini rutin menggelar nikah massal dan mengklaim telah mempertemukan 15 ribu pasangan sejak 2006.

Nikah bareng ini digelar secara gratis. Mereka bahkan dibekali mahar yang unik: seperangkat alat salat dan beras 5 kilogram, beserta cincin kawin dengan batu warna merah putih. “Nikah bareng ini meringankan beban kami dengan segala keterbatasan kami,” ujar Mujiono.

Hari itu, selain Mujiono dan Dewi, ada empat pasangan di kisaran usia 40-70 tahun dinikahkan. Namun jika satu pernikahan saja bisa bikin kerumunan dan berpotensi menularkan Covid-19, bagaimana dengan prosesi nikah bareng? Panitia sudah memperhitungkan itu.

Sebelum ijab kabul, pasangan itu harus melalui ritual protokol kesehatan (prokes). Dalam busana pengantin dan riasan, mereka dikirab dengan iringan cucuk lampah dua mayoret dan lagu nasional.

Mengikuti semangat Hari Lahir Pancasila, prosesi nikah tersebut bahkan dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan Pancasila oleh hadirin. Mereka juga harus menjalani pengecekan suhu, mencuci tangan, dan mengenakan sarung tangan dengan dampingan Palang Merah Indonesia (PMI) Bantul.

Tak ketinggalan, pengantin juga penghulu dan saksi harus meniupkan napas mereka sebagai bagian pemeriksaan GeNose C19, alat skrining Covid-19 hasil inovasi tim Universitas Gadjah Mada (UGM). Setelah grafik di alat menunjukkan negatif Covid-19, prosesi dilanjutkan.

“Ini pertama di Indonesia bahkan di dunia yang dilakukan di tempat penerapan prokes dengan penggunaan GeNose untuk menikah,” kata Ketua Fortais dan Golek Garwo, Ryan Budi Nuryanto.

Menurut Ryan, ajang pernikahan bersama di masa pandemi ini digelar layaknya lari estafet. “Pernikahan dilakukan secara bergiliran atau diestafetkan tiap jam agar bisa terjaga protokol kesehatannya,” kata dia.

Keluarga dan tamu undangan pun memberikan ucapan selamat melalui Zoom dan Youtube. Menariknya, selesai prosesi, para peserta nikah bareng membagikan masker dan stiker bertema Pancasila kepada para pengguna jalan.

Menurut Ryan, ajang ini membantu pasangan yang ingin menikah tapi menghadapi sejumlah kendala, terutama soal biaya. “Sudah saatnya kondisi seperti ini kita tidak egois dan gengsi karena situasi pandemi ini membuat kita harus bisa survive dan yang panjang nantinya adalah kehidupan setelah pernikahan,” tuturnya.

Ia menyatakan konsep nikah bareng secara estafet dengan hadirin virtual menjadi solusi terbaik untuk menikah saat ini. “Ini sah secara agama dan negara, juga aman untuk kesehatan,” katanya.

Maklum saja, kasus Covid-19 di DIY masih tinggi. Pada Rabu (9/6), penderita Covid-19 bertambah 237 kasus. “Total kasus terkonfirmasi menjadi 46.673 kasus,” kata Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih.

Adapun penambahan penderita yang sembuh sebanyak 200 orang, sehingga total sembuh menjadi 42.781 kasus. Namun pada hari yang sama ada tambahan 7 kematian karena Covid-19, termasuk seorang pemuda usia 19 tahun di Bantul. “Total kasus meninggal menjadi 1232 kasus,” imbuh Berty.

Kasus Covid-19 di DIY dapat terus meningkat jika pelanggaran prokes terus terjadi, terutama pada masa ramai agenda pernikahan seperti belakangan ini. Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, sampai mewanti-wanti kondisi ini

"Orang lain kalau mau nikahkan anak dan sebagainya ya tidak usah banyak-banyak (hadirinnya) sehingga berkerumun,” ujar Sultan di kompleks Pemda DIY,Kepatihan, Senin (7/6).

Menurut dia, sohibul hajat bisa membatasi jumlah hadirin dengan menyediakan tempat duduk berjarak satu meter. “Tapi kalau berdiri tamunya banyak ya mesti berkerumun. Ora (tak) mungkin arep mbatesi (mau membatasi),” tuturnya.

Ia mencontohkan kepatuhan prokes itu lewat agenda Keraton Yogyakarta. “Saya punya acara-acara gunungan itu kan berkerumun. Itu memang dua tahun ini kan saya batalkan semua. Dengan harapan, untuk menghindari kerumunan. Daripada masyarakat nanti mengatakan, ‘Pak Gubernur nyontoni berkerumun’,” kata dia.

Sultan berharap masyarakat paham dan menerapkan prokes serta tak mengumbar ego untuk berkerumun. “Jangan sombong, maunya sendiri, mengabaikan hal-hal seperti itu. Perlu toleransi, tidak hanya pikiran tapi roso,” kata dia.

 

 

 

 

263