Home Hukum SAFEnet: Ada 147 Insiden Serangan Digital di Tahun 2020

SAFEnet: Ada 147 Insiden Serangan Digital di Tahun 2020

Jakarta, Gatra.com – Kepala Subdivisi Digital At Risks SAFEnet, Ellen Kusuma, mengungkapkan bahwa menurut pemantauan SAFEnet, telah terjadi sebanyak 147 insiden serangan digital pada tahun 2020.

Dari sejumlah angka tersebut, pemerintah menjadi pihak yang paling banyak menjadi korban. Pemerintah diserang sebanyak 38 kali. Di urutan berikutnya, korban yang paling sering diteror serangan digital adalah warga umum, yaitu sebanyak 30 kali.

Urutan di atas, kemudian disusul oleh jurnalis yang diserang sebanyak 26 kali, aktivis 25 kali, mahasiswa 19 kali, organisasi masyarakat sipil 15 kali, dan lainnya sebanyak 3 kali.

“Tetapi kalau kita kaitkan dengan cyber torture ini, mungkin yang bisa dilihat adalah bagaimana organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, aktivis, dan jurnalis itu menjadi korban atas kritikan-kritikan mereka, atas kebebasan berekspresi yang mereka praktikan dan justru kemudian mendapat balasan berupa serangan digital,” kata Ellen dalam diskusi publik bertajuk "Masifnya Praktik Cyber-torture di Indonesia: Negara Hanya Diam" yang digelar secara daring pada Rabu (14/7/).

Kemudian Ellen juga menyebut bahwa bentuk serangan-serangan tersebut dibagi ke dalam dua kategori, yaitu serangan keras (hard attack) dan serangan halus (soft attack).

SAFEnet mendefinisikan serangan keras sebagai serangan yang melibatkan peralatan dan teknik tertentu untuk menyerang target atau bahkan mengambil alih aset korban. Aset korban tersebut meliputi akun-akun media sosial korban. Ketika akun korban diambil alih, maka hal tersebut sudah termasuk kategori peretasan.

Selain peretasan, contoh lainnya adalah adanya penyadapan dan serangan DDoS (distributed denial-of-service). “Biasanya serangan DDoS ini untuk website gitu. Nah, ini beberapa kali terjadi di website-website teman-teman organisasi masyarakat sipil, tetapi di tahun lalu kita juga melihat beberapa kali serangan dalam bentuk DDoS ini terjadi di beberapa website media massa,” ujar Ellen.

Kemudian, SAFEnet mendefiniskan serangan halus (soft attack) sebagai serangan yang memiliki tujuan untuk mengintimidasi psikologis korban. Hal ini populer juga disebut sebagai psywar. Serangan halus lainnya berupa penjatuhan kredibilitas korban di hadapan publik di dunia maya.

Ellen menerangkan bahwa serangan-serangan halus ini dilakukan secara terbuka melalui media sosial oleh para pelaku, baik pelaku yang menggunakan profil anonim atau pun yang menggunakan profil nyata.

Ellen juga menyebutkan bahwa biasanya pergerakan serangan-serangan ini melibatkan tim yang terkoordinasi dengan baik di balik layar. Kemudian serangan-serangan tersebut didengungkan oleh akun-akun bot atau anonim. “Nah, bentuknya kita sudah hapal sekali dengan situasi doxing, gitu ya,” ujarnya.

Serangan-serangan halus lainnya bisa berupa impersonasi atau peniruan akun korban oleh pelaku. Bentuk serangan lainnya adalah penyerbuan (trolling) dalam bentuk komentar atau unggahan yang menyudutkan korban.

Dari pemetaan bentuk-bentuk serangan tersebut, SAFEnet mencatat bahwa serangan dalam bentuk peretasan adalah yang paling sering terjadi, yakni sebanyak 114 kali. Di urutan berikutnya disusul oleh serangan dalam bentuk doxing sebanyak 10 kasus, phishing 2, impersonasi 3, serangan DDoS 4, pencurian data pribadi 4, dan lain-lain 4.

“Nah, kalau peretasan itu biasanya terhadap media daring dan menghapus artikel atau mengganti tampilan depan atau bentuk lainnya adalah pengambilalihan aset digital, misalnya akun WhatsApp, Instagram, atau lainnya,” tutur Ellen.

“Akun Telegram juga sempet, gitu ya, ada beberapa kali percobaan untuk pengambilalihan akun aplikasi pesan biasanya ya karena itu personal kan yang biasa kita gunakan,” imbuh Ellen.

SAFEnet juga mencatat bahwa pola serangan-serangan tersebut kerap terjadi ketika ada suatu momentum. Ellen menyebut bahwa insiden serangan digital paling banyak terjadi ketika situasi politik Indonesia sedang memanas.

Sebagai contoh, SAFEnet menyebut bahwa saat isu #PapuanLivesMatter mengemuka, terjadi insiden serangan digital sebanyak 15 kali. Pada saat isu #TolakOmnibusLaw dan #MosiTidakPercaya ramai menjadi perbincangan warganet, insiden serangan digital terjadi sebanyak 41. Kemudian ketika isu #TolakRizieqShihab mencuat, insiden serangan digital mencapai 16 kasus.

“Yang berat itu adalah ketika terjadi serangan digital namun dampaknya itu sampai ke kesehatan mental kita, bahkan bukan cuma kesehatan mental gitu, kesehatan fisik juga kemudian berdampak, gitu ya,” ujar Ellen.

704