Home Ekonomi Sikap BPK terkait Empat Rekomendasi ke BP Jamsostek

Sikap BPK terkait Empat Rekomendasi ke BP Jamsostek

Jakarta, Gatra.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tata kelola investasi BPJS Ketenagakerjaan alias BP Jamsostek tahun 2018 sampai 15 November 2020 belum memadai. Akibatnya, BP Jamsostek kehilangan kesempatan untuk memperoleh hasil pengembangan dana secara optimal.

BPK menyebut kondisi tersebut disebabkan ketidakjelasan keputusan cut loss atau take profit, sehingga berpotensi menanggung risiko tinggi jika investasi saham dan reksadana mengalami penurunan kinerja atau rugi tanpa adanya sharing risiko.

BPK merekomendasikan empat hal kepada Direktur Utama BP Jamsostek, antara lain membuat mekanisme cut loss secara jelas dan tegas sehingga dapat dijadikan pedoman pengambilan keputusan. Kemudian, mempertimbangkan untuk melakukan take profit atau cut loss saham-saham yang tidak ditransaksikan yakni saham SIMP, KRAS, GIAA, AALI, LSIP, dan ITMG.

“Melakukan rekomposisi kepemilikan reksadana untuk mengantisipasi terjadinya ketidakstabilan pasar dengan mempertimbangkan risiko dan hasil investasi yang lebih optimal,” tulis BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2020.

Rekomendasi keempat, agar menyusun dan menerapkan langkah-langkah pemulihan unrealized loss secara rinci dengan tidak hanya menggantungkan pada faktor uncontrollable seperti IHSG serta memulihkan likuiditas dan solvabilitas program Jaminan Hari Tua (JHT) minimal pada angka 100%.

Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengungkapkan, beberapa rekomendasi tersebut wajib ditindaklanjuti. Menurutnya, BPK bertindak untuk dan atas nama Undang-Undang Dasar (UUD) sehingga rekomendasinya setara dengan Undang-Undang (UU).

“Kalau tidak dijalankan, bisa tergolong perbuatan melawan maka kami bisa pidanakan atau sampaikan ke aparat penegak hukum,” kata Achsanul kepada Gatra.com.

Saat pemeriksaan, BPK menemukan bahwa satuan pengawas internal (SPI) kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan tiap pembelian investasi BP Jamsostek. Di sisi lain, prosedur otorisasi belum komprehensif sehingga butuh perbaikan segera.

“Mereka punya peraturan dan standar operasional prosedur (SOP) soal metode skoring untuk menilai sebuah saham layak beli atau tidak. Tetapi saat membeli saham, metode skoring itu kadang-kadang tidak mereka pakai,” tuturnya.

Berdasarkan catatan BPK, portofolio saham dan reksadana BP Jamsostek mengalami unrealized loss sebesar Rp35,49 triliun pada Juli 2020. Saat itu, semua saham memang sedang tiarap bahkan tidak ada transaksi akibat adanya pandemi Covid-19.

Namun, angka itu makin turun menjelang akhir pemeriksaan BPK. Pada 30 September 2020, BPK melakukan penghitungan kembali jumlah unrealized loss. Ternyata lebih kecil jadi Rp13,84 triliun karena saham tengah naik.

“Biar makin fair, kami hitung lagi 20 Januari 2021 atau empat hari sebelum penyerahan hasil pemeriksaan. Posisinya lebih bagus sekitar Rp4,29 triliun. Kami juga harus fair kan kepada mereka? Jangan sampai kami memeriksa dan menyalahkan mereka, sementara kondisinya bukan pada internal melainkan faktor eksternal,” jelas Achsanul.

Achsanul mengatakan, penyebutan secara eksplisit enam saham dalam rekomendasi kedua dilakukan agar direksi memperhatikan dan lebih hati-hati terhadap saham-saham tersebut karena cenderung stagnan. Selanjutnya, menetapkan langkah-langkah mitigasi risiko yang lebih besar.

“Kami kan tidak mengatakan saham-saham itu jelek. Enam saham ini sebenarnya saham bagus tapi ini market fluktuasi dagangannya rendah. Itu harus disebut, kalau tidak nanti malah dipikir semua saham. Placement BP Jamsostek kan ribuan,” katanya.

Dia pun khawatir lantaran pengelolaan investasi BP Jamsostek cenderung held to maturity (HTM) alias dipegang hingga jatuh tempo. Tidak ditransaksikan dan didiamkan saja. Menurutnya, hal itu bisa bahaya apabila terjadi kekurangan cash flow.

“Sekitar 70%-80% mereka itu HTM, kami bilang ‘kalau pegang HTM begini ya Anda enggak dagang’. Jadi direksinya tidak perlu repot-repot tapi bahaya jika kekurangan cash flow. Bener terjadi ketika awal pandemi kemarin, banyak karyawan narik JHT, banyak PHK saat kami sedang di sana. Itu risiko kalau HTM,” jelasnya.

Sejumlah pihak menuding BPK melangkah terlalu jauh dari kewenangan sebab terkesan mengintervensi pasar modal. Namun, Achsanul balik mempertanyakan bagian mana BPK melakukan intervensi pasar. Dia menegaskan, BPK sebatas memeriksa kesetaraan aturan yang ada dibandingkan pelaksanaannya pada BP Jamsostek.

Sebagai contoh, pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksaan Surat Keputusan, Surat Edaran, maupun Peraturan Direksi. Kalau tidak sesuai, maka BPK akan sampaikan dalam temuan.

“Kami juga melekatkan Peraturan Menteri Keuangan, UU terkait penempatan investasi, dan Perpres. Dari mana kami mengintervensi pasar? Kami cuma minta mereka agar patuh terhadap regulasi yang mereka buat, aturan menteri, dan peraturan presiden,” ungkapnya.

Achsanul menuturkan pengelolaan investasi BP Jamsostek mesti dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Di antaranya, adanya mekanisme cut loss, keterlibatan SPI, penerapan metode skoring, serta mekanisme pendelegasian wewenang. Kemudian, harus ada instrumen rasio komponen reksadana, saham, fixed income, dan persentase deposito di bank.

“Rekomendasi BPK berlandaskan pembahasan atas kelemahan yang ditemukan dalam pemeriksaan. Misalnya mekanisme cut loss harus jelas, seperti dengan melakukan berita acara semua direksi. Jangan cut loss hanya satu orang lalu ambil keputusan. Perlu ada pedoman, dan mereka itu belum punya sehingga takut melangkah,” ujarnya.

Selain itu, BPK juga meminta agar BP Jamsostek membangun sistem informasi sebagai panduan investasi, semacam early warning system. Dengan begitu, BP Jamsostek segera menerima peringatan jika perusahaan yang sahamnya mereka pegang banyak sedang mengalami gejolak.

“Saat sudah ditindaklanjuti, mereka akan datang menyampaikan ke BPK apakah tindak lanjut itu sesuai atau belum dengan temuan BPK. Kalau mereka telah bikin dan sesuai ya sudah,” katanya.

434