Home Teknologi Status Warisan Dunia Batik Diutak-atik, UGM Rintis Sentra Batik Sehat

Status Warisan Dunia Batik Diutak-atik, UGM Rintis Sentra Batik Sehat

Kulonprogo, Gatra.com - Setelah dinobatkan sebagai warisan budaya tak-benda oleh Unesco, batik rupanya menjadi sasaran tembak untuk dipersoalkan sejumlah pihak. Proses pembuatan batik dinilai abai terhadap faktor lingkungan dan kesehatan perajin.

Untuk itu, sejak 2016 Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM) mendampingi sentra batik Sinar Abadi Batik di Ngentakrejo, Lendah, Kulonprogo, demi mewujudkan sentra produksi batik sehat.

Pengajar FKKMK UGM Sri Awalia Febriana menjelaskan program ini berawal dari riset kolaborasi sejumlah pihak soal kondisi kesehatan perajin batik. Latar belakangnya, sejumlah pihak berupaya mempersoalkan produksi batik setelah keputusan Unesco.

"Batik ini sudah ditetapkan warisan budaya tak benda oleh Unesco, tapi ada negara yang mau mengutak-atiknya terkait soal lingkungan dan tidak diperhatikannya aspek kesehatan pekerja," tutur dia, Rabu (2/2).

Setelah mencermati dan melakukan riset di Sinar Abadi Batik, sejumlah peneliti terutama dari UGM pun menemukan masalah kesehatan dan solusinya dalam menjaga kesehatan perajin batik.

Misalnya UGM menciptakan alat pengolahan limbah portabel. Selain itu, paparan bahan kimia dengan kandungan karsinogen ke perajin juga diminimalkan dan dicegah.

"Pembatik juga mengalami masalah mata dan saraf. Padahal ini semua bisa dicegah, misalnya dengan senam (badan) dan senam mata. Sebelum pandemi pun, kami juga minta perajin memakai masker," katanya.

Peneliti UGM bahkan tengah menyiapkan masker dari bahan nanopartikel untuk melindungi pembatik. Tempat produksi batik juga diatur agar ergonimis sehingga jarak dan ruang gerak para perajin memadai.

"Dari sisi kesehatan, ini sesuatu yang baru dalam meningkatkan kualitas hidup pembatik. Harapannya, dengan program ini, semua pembatik dalam kondisi sehat," kata dia.

Untuk selanjutnya, pemerintah juga dapat mempromosikan ke Unesco bahwa perajin batik kita terjaga kesehatan. "Ini dapat untuk memperlihatkan ke dunia, bahwa batik kita itu bukan hanya soal motif dan aspek ekonominya, tapi juga memikirkan kesehatan pembatik," tuturnya.

Keluhan kesehatan diakui sendiri oleh pembatik seperti Ngadiyem (56). Selama 10 tahun jadi pembatik, ia kerap mengalami pegal-pegal dan gatal-gatal.

"Setelah membatik, saya juga ikut proses pewarnaannya. Di situ, biasanya gatal kena obat atau kaporit," ujar dia yang bekerja membatik dari jam 8.00 sampai 16.00 WIB ini.

Untuk mencegahnya, ia kini rutin memakai sarung tangan. Kalau masih terasa gatal, ia akan langsung memberi obat atau diperiksakan. Soal pegal-pegal, pembatik Sinar Abadi Batik diajak senam sebelum membatik.

"Dulu sebelum senam selalu pegel-pegel di tangan dan boyok (pinggang belakang). Sekarang jadi lumayan enak," kata nenek dua cucu ini.

Pemilik Sinar Abadi Batik, Agus Fatkhurohman, menyatakan program desa batik sehat UGM amat besar manfaatnya karena memberi perhatian dari sisi kesehatan dan teknologi yang selama ini terabaikan.

"Kesehatan jadi hal penting. Dulu setelah sakit baru diobati. Setelah ada kegiatan ini, kami bisa mencegah, mengetahui saat ada gejala, sehingga dapat ditangani secara tepat," katanya.

Perhatian pada aspek kesehatan ini pun amat membantu di masa pandemi. "Pola kerja sehat ini melindungi kami, seperti pemakaian masker dan pelindung tangan. Manfaatnya sudah dirasakan sebelum pandemi," kata dia.

Sinar Abadi Batik yang berdiri pada 2008 kini memiliki 20 pekerja. Jika sebelum pandemi kapasitas produksinya 1.000-1.500 lembar per bulan, kini produksi sentra batik itu 700-900 lembar per bulan dengan motif batik blekrenteng khas Kulonorogo, selain motif tradisi dan motif kustom untuk melayani sejumlah instansi.

Dengan produksi batik sehat itu, Sinar Abadi Batik menjadi tujuan kunjungan Hybrid Winter Course 2022 FKKMK UGM yang diikuti 152 peserta dari empat negara yang terdiri dari mahasiswa dan calon tenaga kesehatan.

Penanggung jawab lapangan kunjungan ini dari FKKMK UGM, Bagas Suryo Bintoro, menjelaskan produksi batik merupakan sesuatu yang kompleks.

"Batik ini menyangkut industri, pariwisata, juga menggambarkan komunitas kita," ujarnya.

Menurutnya, setiap pekerjaan berisiko, termasuk dalam produksi batik. "Batik jadi sasaran tembak karena kurang memperhatikan (kesehatan), padahal sudah banyak inisiasi dilakukan dengan mencegah risiko kerja dalam batik," katanya.

Dengan kunjungan ini, para calon kesehatan pun dikenalkan dengan risiko kesehatan di tempat kerja dan masyarakat, termasuk di sentra batik.

"Tenaga kesehatan diharapkan mengerti tahap-tahap membatik sehingga edukasi kesehatannya penuh empati. Mereka bisa mencegah dan mengkomunikasikan risiko kesehatan. Apalagi di masa Covid, paradigmanya adalah prevensi dan promosi kesehatan," tuturnya.

171