Home Hukum Penyidik Periksa 11 Saksi Kasus Korupsi Tabungan Perumahan Angkatan Darat

Penyidik Periksa 11 Saksi Kasus Korupsi Tabungan Perumahan Angkatan Darat

Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Koneksitas terdiri dari Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil), Pusat Polisi Militer TNI AD, dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta memeriksa 11 orang saksi kasus dugaan korupsi Dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) Tahun 2013–2020.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana di Jakarta, Selasa (22/3), menyampaikan, pemeriksaan berlangsung di Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad) Jakarta Pusat.

“Pemeriksaan terhadap 11 orang saksi yang terkait dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana TWP AD Tahun 2013–2020,” ujarnya.

Dalam kasus ini, Tim Penyidik Koneksitas terdiri dari Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, Pusat Polisi Militer TNI AD, dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menetapkan Direktur Keuangan TWP AD, ‎Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI YAK dan Direktur Utama (Dirut) PT Griya Sari Harta (PT GSH), NPP.

Tim penyidik‎ menetapkan Brigjen TNI YAK yang menjabat Direktur Keuangan TWP AD sejak Maret 2019 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. Print-02/PM/PMpd.1/12/2021 tanggal 10 Desember 2021. Sedangkan NPP ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. Print-02/PM/PMpd.1/12/2021 tanggal 10 Desember 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor 06/PM/PMpd.1/12/2021 tanggal 09 Desember 2021. 

“Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap 2 ersangka dilakukan penahanan,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kapuspenkum Kejagung sebelum Ketut.

‎Tersangka Brigjen TNI YAK telah dilakukan penahanan di Institusi Tahanan Militer Pusat Polisi Militer TNI AD sejak 22 Juli 2021 sampai dengan saat ini. Sedangkan tersangka NPP dilakukan penahanan sesuai Surat Perintah Penahanan No. Print-01/PM.2/PMpd/12/2021 tanggal 10 Desember 2021.

“[NPP ditahan]‎ selama 20 hari terhitung sejak 10 Desember 2021 sampai dengan 29 Desember 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ujarnya. 

Leo menjelaskan, kasus dugaan korupsi Dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) awalnya adanya penempatan dana TWP tidak sesuai ketentuan dan investasi di luar ketentuan pengelolaan TWP berdasarkan Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/181/III/2018 tanggal 12 Maret 2018.

Dana tersebut, lanjut Leo, digunakan untuk kepentingan pribadi dan kerja sama bisnis, yaitu NPP selaku Dirut PT Griya Sari Harta, inisial A selaku Direktur PT Indah Bumi Utama, dan Kol. CZI (Purn) CW, dan KGS M M S dari PT Artha Mulia Adiniaga.

“Domain dana TWP yang disalahgunakan oleh tersangka termasuk domain keuangan negara sehingga dapat menjadi sebuah kerugian keuangan negara,” katanya. 

Sumber dana TWP adalah dari gaji prajurit yang dipotong dengan sistem auto debet langsung dari gaji prajurit sebelum diserahkan, sehingga negara harus terbebani dengan kewajiban mengembalikan uang yang telah disalahgunakan tersebut kepada para prajurit. 

“Akibat perbuatan tersangka Brigadir Jenderal TNI YAK dan tersangka NPP, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp127.736.000.000 (Rp127,7 miliar), berdasarkan penghitungan kerugian negara oleh BPKP,” katanya. 

Adapun peran Brigjen TNI YAK, yakni telah mengeluarkan uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp127.736.000.000 dari rekening milik TWP AD ke rekening pribadi. Kemudian, mentransfer uang tersebut ke rekening tersangka NPP dengan dalih untuk pengadaan kavling perumahan bagi prajurit TNI.

“Tersangka [Brigjen TNI YAK menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi,” kata Leo.

Sedangkan‎ tersangka NPP, perannya menerima uang transfer dari tersangka Brigjen TNI YAK. NPP kemudian menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi dan korporasi miliknya, yaitu PT Griya Sari Harta (PT GSH).

Atas perbuatan tersebut, penyidik menyangka Brigjen TNI YAK dan NPP‎ melanggar sangkaan pertama, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sangkaan kedua,‎ Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Ketiga,‎ Pasal 8 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selanjutnya, penyidik menetapkan Direktur PT Artha Multi Niaga, KGS Mansyur Said (MMS) sebagai tersangka. Ketut pada Rabu (16/3), menyampaikan, tersangka KGS MMS selaku pihak penyedia lahan perumahan prajurit di wilayah Nagreg, Jawa Barat, dan Gandus, Palembang, Sumatera Selatan.

Tim Penyidik Koneksitas menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Koneksitas Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-01/PM/PMpd.1/09/2021 tanggal 13 September 2021 juncto Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-01/PM/PMpd.1/02/2022 tanggal 23 Februari 2022, dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-01/PM/PMpd.1/03/2022.

Tim Penyidik Koneksitas langsung menahan atau menjebloskan tersangka KGS MMS ke sel Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-01/PM/PMpd.1/03/2022.

Ketut menjelaskan, tersangka KGS MMS berperan dalam menyediakan lahan untuk lahan perumahan prajurit di Nagreg seluas 40 hektare dengan nilai Rp32 miliar namun hanya terealisasi 17,8 hektare. Kemudian untuk pengadaan lahan di Palembang, untuk 40 hektare senilai Rp41,8 miliar tidak ada yang terealisasi (fiktif).

Sebelum ditahan, penyidik mencari yang bersangkutan. “Tim Penyidik Koneksitas pada Selasa, 15 Maret 2022, pukul 08.00 WIB mendatangi rumah KGS MMS di Cijaruwa Girang dan saat tiba di lokasi, KGS MMS tidak berada di rumah. Menurut keterangan keluarga, KGS MMS sedang melakukan check-up ke Rumah Sakit Edelweis,” ujarnya.

Setelah mendapatkan informasi tersebut, lanjut Ketut, Tim Penyidik Koneksitas mendatangi Rumah Sakit Edelweis. Ternyata, setelah melakukan pengecekan, tidak ada pasien atas nama KGS MMS sedang berobat atau check-up ke dokter.

Tim Penyidik Koneksitas pun melanjutkan pelacakan di beberapa alamat yang diduga merupakan tempat tinggal KGS MMS, salah satunya di Saturnus Timur, Margahayu Raya, Bandung, Jabar.

Saat tiba di lokasi Saturnus Timur, Margahayu Raya, Tim Penyidik Koneksitas memperoleh informasi bahwa rumah tersebut telah dijual oleh KGS MMS. Pelacakan kembali dilanjutkan dan bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), dan diperoleh informasi bahwa KGS MMS berada di salah satu hotel di wilayah Cibeunying, Bandung.

“Lalu pada pukul 18.00 WIB, Tim Penyidik Koneksitas berhasil mengamankan KGS MMS untuk dimintai keterangan guna dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan selanjutnya dilakukan penetapan dan penahanan terhadap tersangka,” katanya.

Tim Penyidik Koneksitas juga menetapkan Kepala Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD), Kolonel Czi (Purn) CW AHT sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Print-03/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 15 Maret 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 02/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 15 Maret 2022 secara bersama ditetapkan dengan tersangka KGS MMS.

Ia menjelaskan, dalam perkara ini, tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT berperan menunjuk tersangka KGS MMS selaku pihak penyedia lahan perumahan prajurit di wilayah Nagreg, Jawa Barat, dan Gandus, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), dan menandatangani Perjanjian Kerjasama untuk pengadaan lahan di Gandus dan Nagreg tersebut. Tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT diduga telah menerima aliran uang dari tersangka KGS MMS.

Dalam prosesnya, terjadi penyimpangan atas perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Nagreg, yaitu pembayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme, yakni sesuai progres perolehan lahan, pembayaran 100% hanya jika sudah menjadi sertifikat induk.

“Pengadaan tanpa kajian teknis. Perolehan hanya 17,8 hektare namun belum berbentuk Sertifikat Induk,” katanya.

Kemudian, terjadi kelebihan pembayaran dana legalitas yaitu Rp2 miliar untuk 40 hektare, bukan 17,8 hektare. Dalam PKS tertera Rp30 miliar termasuk legalitas di BPN sehingga pengeluaran lagi Rp2 miliar tidak sah sesuai PKS.

“Penggunaan Rp700 juta tanpa izin Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD),” ujar Ketut.

Sedangkan penyimpangan yang terjadi atas perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Gandus, yaitu pembayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme, yakni sesuai progres perolehan lahan, pembayaran 100% hanya jika sudah menjadi sertifikat induk.

“Pengadaan tanpa kajian teknis, perolehan hanya dokumen Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah (SPPHT) dengan keterangan luas 40 hektare tanpa bukti fisik tanah dan lahan yang diperoleh nihil [alias tidak ada] dari pembayaran Rp41,8 miliar,” katanya.

Selanjutnya, tersangka KGS MMS tidak membeli kembali SPPHT yang gagal menjadi Hak Guna Garap (HGG) atau Sertifikat Induk. Adapun estimasi kerugian keuangan negara dalam perkara ini berdasarkan perhitungan sementara oleh Tim Penyidik Koneksitas sebesar Rp59 miliar.

220