Home Internasional Krisis Solar Ancam Pemadaman Panjang di Sri Lanka, Ekonom: Negara Salah Urus

Krisis Solar Ancam Pemadaman Panjang di Sri Lanka, Ekonom: Negara Salah Urus

Kolombo, Gatra.com -  Krisis pemadaman listrik masih berlangsung dan menghantui hampir seluruh warga di Sri Lanka hingga pada hari Kamis (31/3). Diesel tidak dapat digunakan lagi akibat kelangkaan solar yang melumpuhkan transportasi, digunakan 22 juta orang di negara tersebut.

Negara Asia Selatan ini berada dalam cengkeraman penurunan ekonomi terburuk sejak kemerdekaan, dipicu krisis ekonomi dan kurangnya mata uang asing beredar, yang selama ini dijadikan alat pembayaran impor. 

Menurut pejabat dan laporan media setempat, penggunaan diesel - bahan bakar utama untuk bus dan kendaraan komersial - tidak lagi tersedia di stasiun di seluruh wilayah.

Ketersediaan bahan bakar bensin juga terbatas. Banyak pengendara terpaksa meninggalkan mobil mereka dalam antrian panjang di stasiun pengisian bahan bakar.

“Kami terpaksa mengambil bahan bakar dari bus yang ada di garasi untuk perbaikan dan menggunakan solar untuk mengoperasikan kendaraan yang dapat diservis,” kata Menteri Perhubungan, Dilum Amunugama, dikutip AFP, Kamis (31/3).

Salah seorang pemilik angkutan bus – digunakan dua pertiga dari armada negara itu - mengatakan bahwa mereka sudah kehabisan minyak dan bahkan pelayanan kemungkinan tidak dapat dilakukan lagi setelah Jumat.

“Kami masih menggunakan solar stok lama, tetapi jika kami tidak mendapatkan pasokan pada malam ini, kami tidak akan dapat beroperasi,” kata ketua asosiasi operator bus swasta, Gemunu Wijeratne kepada AFP.

Perusahaan listrik negara mengatakan terpaksa memberlakukan pemadaman listrik bergilir selama 13 jam mulai Kamis - terlama yang pernah ada - karena mereka tidak memiliki perangkat diesel sebagai generator.

“Kami dijanjikan pasokan baru dalam dua hari dan jika itu terjadi, kami dapat mengurangi lamanya pemadaman listrik,” kata ketua Dewan Listrik Ceylon MMC Ferdinando kepada wartawan.

Dia mengatakan selama ini waduk hidro yang menyediakan lebih dari sepertiga kebutuhan listrik, juga sudah tidak dapat diharapkan.

Akibat pemadaman listrik berlangsung lama itu, memaksa Bursa Efek Kolombo membatasi perdagangannya setengah hingga dua jam saja. Sementara banyak staf kantor yang tidak memiliki keperluan mendesak, memilih tetap tinggal di rumah.

Penyediaan listrik secara bergilir juga melanda operator telepon seluler. Generator siaga yang disiapkan juga tidak bisa digunakan karena keterbatasan bahan bakar.

Kekurangan bahan bakar tersebut telah memicu kemarahan warga di seluruh Sri Lanka. Televisi lokal melaporkan aksi protes di seluruh negeri ketika ratusan pengendara terpaksa memblokir jalan-jalan utama di beberapa kota.

Sejumlah rumah sakit pemerintah juga telah menghentikan operasi karena mereka kehabisan obat-obatan untuk menyelamatkan pasien. Sebagian besar lainnya terpaksa menghentikan penggunaan tes diagnostik yang selma ini memang membutuhkan bahan kimia impor yang persediaannya terbatas.

Sejauh ini, Kolombo memberlakukan larangan impor secara luas sejak Maret 2020, demi menghemat mata uang asing yang dibutuhkan untuk membayar utang luar negerinya, yang membengkak sebesar $51 miliar.

Akibatnya terjadi kelangkaan barang-barang secara meluas dan kenaikan harga yang semakin tajam.

Pemerintah mengatakan sedang mencari cara mengatasi krisis seperti bailout dari Dana Moneter Internasional, sambil meminta pinjaman lebih banyak dari India dan China.

Sri Lanka mengalami krisis ekonomi dan diperparah pandemi COVID-19, yang melumpuhkan sektor pariwisata dan pengiriman uang.

Banyak ekonom menyalahkan pemerintah salah mengelola negara, termasuk pemotongan pajak dan defisit anggaran yang tidak seimbang selama bertahun-tahun.

96