Home Hukum Didakwa Korupsi, Mantan Dirop Ritel Askrindo Sebut Ini

Didakwa Korupsi, Mantan Dirop Ritel Askrindo Sebut Ini

Jakarta, Gatra.com – Mantan Direktur Operasional (Dirop) Ritel PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo), Anton Fadjar Alogo Siregar, meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengusut pihak lain yang diduga terlibat kasus korupsi Pengelolaan Keuangan PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) Tahun Anggaran 2016–2020.

Kuasa hukum terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta pada Jumat (17/6), menyampaikan, kliennya menyampaikan pernyataan tersebut dalam sidang eksepsi menanggapi surat dakwaan JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).

Zecky menyebutkan bahwa pimpinan wilayah dan pimpinan cabang PT Askrindo yang telah terbukti menerima dana operasional dan tidak mengembalikan serta menikmati dana operasional tersebut belum diusut.

“Agar tidak terjadi tebang pilih dalam pidana korupsi) (equality before the law),” advokat dari Zecky Alatas Cs Law tersebut.

Zecky lebih lanjut menyampaikan bahwa pihaknya juga meminta agar majelis hakim menerima dan mengabulkan eksepsi seluruhnya, yakni menyatakan surat dakwaan JPU Kejari Jakpus batal demi hukum.

“Menyatakan pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara Drs. Anton Fadjar Siregar serta menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum,” ujarnya.

Zecky menyampaikan bahwa pihaknya menyampaikan eksepsi agar perkara ini terang benderang serta terwujudknya keadilan bagi terdakwa. “Kami sebagai penasihat hukum terdakwa untuk melihat perkara ini secara utuh dan tanpa prasangka,” katanya.

Ia juga menyebut bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka hingga menjadi terdakwa sarat rekayasa. Pasalnya, Anton Fadjar Alogo Siregar bukan sebagai direktur utama (Dirut) PT Askrindo Mitra Utama.

Karena itu, ia mensinyalir ada pihak lain yang sangat berperan penting, yakni dua orang yang sebenarnya sudah diperiksa oleh penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) namun masih berstatus sebagai saksi.

Menurutnya, kedua orang tersebut diduga telah menerima uang dana operasional dari kantor cabang atau wilayah PT Askrindo melalui Wahyu Wisambada.

“Kami melihat adanya tebang pilih untuk dijadikan sebagai tersangka atau terdakwa bahwa terdakwa menjabat PT AMU sebagai Komisaris sejak tahun 2019–2021 sedangkan peranannya sangat penting di PT Amu adalah saudara Wahyu Wisambada dengan jabatan direktur utama serta merangkap direktur pemasaran,” katanya.

Sebelumnya, JPU Kejari Jakpus mendakwa mantan Direktur Pemasaran PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU), Wahyu Wisambada, dan Direktur Operasional Ritel PT Askrindo sekaligus Komisaris PT AMU, Anton Fadjar Alogo Siregar, melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan PT AMU Tahun Anggaran 2016–2020.

Adapun inti surat dakwaan JPU Kejari Jakpus sebagaimana dilansir SIPP PN Jakpus bahwa Wahyu Wisambada bersama sama Anton Fadjar Alogo Siregar selaku Direktur Operasional Ritel PT Askrindo periode Oktober 2017–Maret 2021, Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Askrindo periode tahun 2016–2020 Firman Berahima, Dirut PT AMU periode 2012 sampai dengan 2018 I Nyoman Sulendra, Direktur Utama PT AMU periode Juni 2019–April 2021 Frederick CV Tassyam, Dirut PT AMU periode Juni 2018–Desember 2018 Dwikora Harjo, telah merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.

Atas perbuatan tersebut JPU Kejari Jakpus mendakwa Anton Fadjar Alogo Siregar dan Wahyu Wisambada melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung sebelum Ketut Sumedana, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan, dalam kurun waktu antara tahun 2016–2020, terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT AMU yang merupakan anak usaha PT Askrindo secara tidak sah.

Pengeluaran tidak sah tersebut dilakukan dengan cara mengalihkan produksi langsung (direct) PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU (indirect) yang kemudian sebagian di antaranya dikeluarkan kembali ke oknum di PT Askrindo secara tunai.

“Seolah-olah sebagai beban operasional tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif,” katanya.

Perbuatan tersebut mengakibatkan terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp604.635.082.035 (Rp604,6 miliar lebih) berdasarkan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

798