Home Hukum Kuasa Hukum: Tiga Saksi Ungkap Fakta Penting soal KPRS FLPP

Kuasa Hukum: Tiga Saksi Ungkap Fakta Penting soal KPRS FLPP

Jakarta, Gatra.com – Zecky Alatas, kuasa hukum terdakwa Direktur Operasional Ritel PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Anton Fadjar Alogo Siregar, mengatakan, kliennya menolak menaikkan dan mengeluarkan komisi Kredit Pembiayaan Rumah Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPRS FLPP).

Zecky dalam keterangan pers, Sabtu (30/7), mengungkapkan, fakta baru nan penting tersebut sebagaimana kesaksian para saksi di persidangan perkara dugaan korupsi pengelolan keuangan PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) 2016–2020 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Zacky menjelaskan, awalnya program asuransi KPRS FLPP bekerja sama dengan Askrindo berhenti pada 2017 karena ada perbaikan syarat dan ketentuan. Program ini kembali berjalan pada tahun 2018.

Pada tahun berikutnya, yakni 2019 terdapat penjualan melalui pola agen PT AMU dengan inisiasi oleh Firman, Saifie Zein, dan Dwi Agus Sumarsono. Dua di antara mereka menghadap Anton Siregar untuk meminta agar mengusulkan penjualan via PT AMU dengan komisi sebesar 20%.

Anton Siregar menolak usulan besaran komisi 20%. Ia hanya menyetujui komisinya sebesar 10%. Itu pun ada syarat dan mitigasi risiko yakni target premi dinaikan dari Rp300 milliar menjadi Rp500 milliar.

Kemudian, program wajib diberhentikan pada saat target tercapai. PT AMU lantas lantas mendapat tambahan tugas, yaitu administrasi klaim dan Recoveries atas asuransi KPRS FLPP.

Zecky mengatakan, dalam kesaksian terungkap bahwa Dwi Agus Sumarsono dan Saife Zein meminta agar komisi sebesar 10% atas premi penjualan FLPP tahun 2018 atau komisi kurang lebih Rp30 miliar dapat dikeluarkan melalui PT AMU.

Anton Siregar, lanjut Zecky, tegas menolak usulan Dwi dan Saife sebagaimana kesaksian I Made Wiryasute yang juga hadir dalam pertemuan tersebut.

Menurut Zecky, keterangan para saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan Anton Siregar untuk memajukan dan tata kelola perusahaan yang lebih baik selalu mendapat penolakan.

“Selalu mendapat penolakan dari para direksi Askrindo lainnya, yaitu Saifie Zein, Dwi Agus, dan Firman Berahima,” katanya.

Zecky menyampaikan, hal itu patut diduga adanya benturan kepentingan pribadi yang perlu didalami, khususnya terkait praktek praktik pembagian biaya komisi.

Ia mengungkapkan, para saksi juga mengatakan bahwa ada yang mendengar namun sulit membuktikan bahwa para direksi Askrindo memiliki agen dan broker secara pribadi. Bahkan, diduga direksi tersebut menitipkan bisnis langsung Askrindo melalui agen atau broker dan komisi dinikmati oleh direksi Askrindo, yaitu Dwi Agus Sumarsono, Saifie Zein, dan Firman Berahima.

Menurut Zecky, sebagaimana keterangan saksi, broker tersebut adalah PT SP yang disebut-sebut milik atau terafiliasi dengan Firman Berahima. Bahkan, Anton Siregar sempat menyampaikan pernah mendapat ancaman karena memutus kerja sama dengan broker tersebut.

Ancaman-ancaman yang ditrima Anton Siregar tersebut melalui Whastapps (WA), SMS, dan sambungan telepon. “Kemudian juga mendapatkan berita negatif di media online karena memutus kerja sama dengan agen dan broker,” ujar Zecky.

Lebih jauh Zecky menyampaikan bahwa Anton Siregar juga merupakan pihak yang menolak kerja sama dalam penjualan asuransi tenaga kerja asing melalui broker yang diajukan oleh Dwi Agus Sumarsono dan M Saifie Zein.

Menurutnya, Anton Siregar menolak kerja sama tersebut dengan alasan bahwa kerja sama itu memiliki risiko tinggi dengan komisi yang diminta sebesar 50%, proses tidak GCG, dan transparan. Atas penolak itu, Anton Siregar mendapatkan ancaman dari berbagai pihak.

“Hal seperti ini diduga secara jelas membuktikan bagaimana adanya keterlibatan M. Saifie Zein dan Dwi Agus Sumarsono dalam praktik-praktik tidak benar dalam pola keagenan dan broker di Askrindo,” ujarnya.

323