Home Ekonomi LPS Uraikan Berbagai Tantangan Sektor Keuangan ke Depan

LPS Uraikan Berbagai Tantangan Sektor Keuangan ke Depan

Jakarta, Gatra.com - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menyebut bahwa ekonomi dunia bergerak begitu dinamis. Kondisi saat ini bahkan kerap disebut VUCA (volatility, uncertainty, complexity, Ambiguity), yang mengacu pada lingkungan bisnis yang semakin bergejolak, kompleks, dan kian tidak pasti yang terjadi dalam satu dekade terakhir.

Purbaya mengatakan tantangan sektor keuangan yang perlu dicermati pertama ada pada tatanan global. Kendati, tantangan seperti pandemi dan disrupsi rantai pasok mulai mereda, kenaikan inflasi, kenaikan harga energi, dan perlambatan ekonomi utama dunia seperti Amerika Serikat dan Tiongkok serta kenaikan bunga secara global, masih menjadi penyebab tingginya ketidakpastian secara global.

Baca Juga: LPS Tegaskan Tak Ada Penarikan Uang Besar-besaran dari ATM

“Berbagai lembaga internasional tadi memperkirakan ekonomi global tumbuh 2,9% sampai dengan 3,2% pada tahun 2022. Tahun 2023 juga ekonomi global diperkirakan gak jauh beda dengan yang sekarang di kisaran 2,8% sampai dengan 3% perlambatan ekonomi yang dikombinasikan oleh kenaikan harga dapat memicu risiko terjadinya stagflasi di beberapa negara,” kata Purbaya di Jakarta, Kamis (6/10).

Tantangan sektor keuangan berikutnya, Purbaya melanjutkan, datang dari literasi keuangan yang masih rendah. Ia merujuk survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019 yang menyebut indeks inklusi keuangan nasional masih berada pada level 76,19%, sementara indeks literasi keuangan berada pada level 38,03%.

Baca Juga: LPS Pangkas Bunga Penjaminan Simpanan Menjadi 3,5%

“Ada 7 dari 10 masyarakat Indonesia telah memiliki akses kepada produk dan jasa keuangan namun hanya 4 dari 10 orang yang memahami apa itu produk dan jasa keuangan. Artinya terdapat gap yang signifikan antara inklusi dengan literasi keuangan nasional. Pemahaman masyarakat yang terbatas atas produk keuangan menyebabkan timbulnya berbagai risiko seperti penipuan yang berdampak buruk kepada masyarakat,” bebernya.

Kemudian, tantangan ketiga datang dari digitalisasi. Purbaya menjelaskan bahwa perkembangan digital meningkat begitu pesat sehingga memunculkan segmen-segmen di dalam ekonomi dan keuangan dan dapat menimbulkan berbagai kejahatan siber, bila literasi keuangan digital tidak dioptimalkan. Kendati demikian, sektor perbankan juga dituntut untuk terus memperkuat sistem informasi agar infrastruktur perbankan mumpuni untuk mencegah terjadinya kejahatan siber.

“Kita mengetahui bahwa kian hari risiko cyber security akan meningkat, apalagi masyarakat tidak memiliki literasi tinggi secara digital kasus-kasus seperti scamming, phising, ransomware dan kejahatan-kejahatan keuangan lain melalui cyber,” tambah Purbaya.

Baca Juga: LPS Turunkan Tingkat Bunga Penjaminan Sebesar 25 bps

Tantangan terakhir, jelas Purbaya, berupa pendalaman pasar keuangan di Indonesia yang masih rendah dibandingkan dengan dengan negara-negara tetangga. Kapitalisasi pasar modal Indonesia di tahun 2020 masih di 46,9% terhadap PDB. Adapun Filipina telah berada pada level 77,7%, Thailand 108,7% dan Malaysia 129,5%.

Selain itu, rasio finansial sistem deposit Indonesia per 2021 terbilang masih rendah dalam level 41,2% pada PDB. Padahal Filipina telah mncapai 77,7%, Malaysia 122,6% dan Thailand 135,6%.

“Pendalaman pasar keuangan ini perlu terus ditingkatkan supaya peran pasar keuangan sebagai sumber pembiayaan pembangunan semakin tinggi dan tidak tergantung terhadap dana asing dalam pembangunan nasional,” ujarnya.

208