Home Pendidikan Ribuan Anak Warga RI di Malaysia Susah Akses Sekolah, Begini Langkah Muhammadiyah

Ribuan Anak Warga RI di Malaysia Susah Akses Sekolah, Begini Langkah Muhammadiyah

Yogyakarta, Gatra.com - Ribuan anak warga Indonesia di Malaysia susah mengakses pendidikan formal karena administrasi kependudukan. Pengurus Muhammadiyah di sana pun turun tangan.

Temuan ini mencuat dalam forum daring Doorstop Afiliasi #9 'Muhammadiyah Mencerahkan Semesta' gelaran Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM), Rabu (5/10) malam.

Ahmad Fathoni, pengurus PCIM Malaysia, menjelaskan siswa di sanggar binaan (SB) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang didirikan PCIM diisi anak Indonesia yang lahir di Malaysia tanpa dokumen resmi.

“Kebanyakan mereka lahir di sini dan un-documented. Kebanyakan orang tua mereka menikah siri di sini sehingga anak-anak kesulitan mengakses sekolah formal,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini tidak hanya dialami oleh beberapa anak, tetapi terdapat ribuan anak.  Anak-anak ini sebelum sanggar binaan dibuka susah mendapatkan akses pendidikan.

"Kami bekerjasama dengan Atase Pendidikan karena ketika dibiarkan mereka di Malaysia hingga besar akan memiliki kesulitan tersendiri dan akan berhadapan dengan hukum,” tuturnya.

Meskipun kegiatan sanggar ini informal dan tanpa seragam, Fathoni menyebut, anak-anak lulusan SB bisa mengikuti ujian dan mendapatkan ijazah resmi setelah lulus. “Nama mereka pun akan tercatat dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia,” tuturnya.

Selain itu, PCIM juga menjalin kerjasama dengan KBRI untuk mengupayakan terbitnya Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi anak-anak pekerja migran yang tidak memiliki dokumen resmi ini jika ingin kembali ke Indonesia. “Ini kontribusi riil Muhammadiyah bagi anak-anak bangsa yang kurang beruntung di sini,” tegasnya.

Saat ini, dari 10 Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiiyah (PRIM) dan 5 Pimpinan Ranting Istimewa ‘Aisyiyah (PRIA) di Malaysia, ada dua yang membuka amal usaha Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat berupa SB. “Jumlah peserta didiknya sekitar 200 orang,” kata dia.

Dalam forum ini dijelaskan, saat ini terdapat 27 PCIM dan 8 Pimpinan Cabang Istimewa 'Aisyiyah (PCIA) di dunia. Para pengurus PCIM PCIA ini melakukan berbagai upaya untuk membumikan gerakan Muhammadiyah di negara masing-masing.

Hamzah Fansuri, pengurus PCIM Jerman, misalnya menyampaikan PCIM Jerman berupaya untuk membawa visi Muhammadiyah agar diterima masyarakat Eropa. Adapun Imam Subhkan dari PCIM Amerika Serikat menyebut tengah melakukan lokalisasi Muhammadiyah di sana.

Ketua PCIA Mesir, Hilma A’yunina, menyebut banyak kegiatan keilmuan yang dilakukan PCIA dan PCIM Mesir. “Kita di sini, di Mesir, dekat dengan al Azhar yang gerakannya satu napas dengan Muhammadiyah. Banyak sekali peluang yang dapat kita kerjasamakan antara Muhammadiyah dengan al Azhar,” kata Hilma.

 

207