Home Lingkungan JM-PPK kepada KSP: Banjir Utara Kendeng Kian Dahsyat

JM-PPK kepada KSP: Banjir Utara Kendeng Kian Dahsyat

Jakarta, Gatra.com – Gunretno, perwakilan dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), menyampaikan kepada Kantor Staf Presiden (KSP) bahwa banjir yang terjadi di wilayah Kendeng Utara semakin dahsyat dampaknya terhadap masyarakat.

Gunretno dalam keterangan pers diterima pada akhir pekan ini, menyampaikan, pihaknya menyampaikan kondisi tersebut di Gedung Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu lalu (25/1).

Baca Juga: Banjir Kendeng, Masyarakat Surati Jokowi Tagih Tanggung Jawab KLHS

Ia menjelaskan, pihaknya kembali menyambangi KSP untuk merespons bencana banjir yang terjadi di wilayah Kendeng Utara beberapa bulan terakhir. Banjir yang terjadi sejak November 2022 ini berdampak luas kepada masyarakat di wilayah Pati, Kudus, dan Demak, utamanya bagi warga yang berprofesi sebagai petani.

“Selain merusak sumber penghasilan para petani, banjir juga sempat memutus akses jalan alternatif Pati–Kudus di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi Pegunungan Kendeng Utara yang dibiarkan gundul selama puluhan tahun ditengarai menjadi penyebab semakin parahnya banjir dari waktu ke waktu. Selain itu, banjur juga diduga akibat maraknya aktivitas penambangan batugamping di wilayah pegunungan kapur purba tersebut.

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Gunretno menyampaikan, banjir merendam areal persawahan sekitar satu bulan. Menurutnya, kedatangan para pejabat negara, seperti gubernur dan sejumlah menteri ke lokasi bencana tak ubahnya seperti pemadam kebakaran yang hanya merespons saat kejadian, sehingga tidak akan bisa menyelesaikan masalah utama penyebab banjir.

Gunretno mengingatkan, solusi untuk mengatasi banjir di wilayah Kendeng Utara sebenarnya telah disediakan pemerintah melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kendeng jilid I dan II atas perintah Presiden Jokowi yang telah selesai dilaksanakan pada tahun 2017/2018.

Gunretno, perwakilan dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), mengatkan, banjir dampak dari kerusakan Pegunungan Kendeng kian dahsyat. (GATRA/Adi Wijaya)

“Namun sayangnya, hasil rekomendasi KLHS itu belum juga dilaksanakan oleh pemerintah hingga saat ini,” katanya.

Sebagai bagian dari Sedulur Sikep, masyarakat adat yang masih mengukuhi tradisi bertani, sekaligus bagian dari komunitas petani di wilayah Kendeng Utara, Gunretno menyampaikan, para petani telah mengalami gagal panen di dua musim tanam secara berturut-turut.

Menurutnya, hal tersebut tentunya akan menjadi ancaman serius bagi penghidupan mereka. Para pejabat pemerintahan seperti yang sudah-sudah, hanya sebatas memberikan bantuan bibit atau menjanjikan pembangunan bendungan-bendungan untuk menghadapi bencana banjir.

Gunretno menegaskan, langkah-langkah ini tidak akan menyelesaikan masalah, karena masalah utamanya adalah kerusakan yang sedemikian besar daya dukung lingkungan di wilayah Kendeng Utara. Sehingga satu-satunya solusi adalah menjalankan rekomendasi-rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng.

Secara khusus, Gunretno juga menyoroti masih maraknya penambangan batugamping di Kawasan Karst Sukolilo, baik yang berizin maupun ilegal. Bahkan masyarakat telah dua kali melaporkan aktivitas tambang ilegal ke Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun tidak membuahkan hasil.

“Penegak hukum seolah tidak berdaya menghentikan aktivitas penambangan tersebut,” ujarnya.

Baca Juga: Banjir Bandang 2 Meter Terjang Lereng Pegunungan Kendeng Pati, Satu Warga Tewas

Gunretno menilai, aturan tentang kawasan karst yang ada saat ini, yaitu penetapan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) berdasarkan Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tidak memadai dalam melindungi kawasan karst sehingga diperlukan aturan yang lebih kuat dan lebih melingkupi banyak aspek terkait lingkungan hidup.

Gunretno juga mempertanyakan posisi akhir RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst (RPP Karst) yang pernah disusun oleh KLHK sejak tahun 2012 dan diduga berhenti prosesnya di Setneg pada tahun 2016.

234