Home Pendidikan Transformasi PTKIN Bukan Sekedar Ganti ‘Baju’, Beberapa Orientasi Patut Dijadikan Pijakan

Transformasi PTKIN Bukan Sekedar Ganti ‘Baju’, Beberapa Orientasi Patut Dijadikan Pijakan

Bengkulu, Gatra.com – Universitas Islam Negeri (UIN) haruslah memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan Perguruan Tinggi Umum.

Perubahan status dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi UIN, bukanlah sekedar perubahan status atau ganti 'baju' belaka. Melainkan mengharuskan terjadinya perubahan dalam hampir seluruh aspek seperti ideologi-konseptual, sistem administrasi serta manajerial.

Demikian disampaikan Prof Dr Ahmad Suradi Sag MA, pada orasi ilmiah sebagai Guru Besar (GB) Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, Selasa (10/10). Menurutnya, dengan hadirnya UIN harus dapat memberikan banyak peran dan inovasi baru yang dapat ditawarkan.

“Atau dengan kata lain, kehadiran UIN harus berani tampil beda dibandingkan dengan universitas lain yang selama ini masih dalam kompetensi institusi keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademik dan moral,” kata Prof Suradi yang diterima Gatra.com Kamis (12/10).

GB PAI ini juga menyampaikan, tampil beda merupakan tantangan, sekaligus merupakan kesempatan mencari peluang baru, sehingga akan terasa baru yang selama ini belum tergarap secara maksimal oleh perguruan tinggi yang sudah ada.

IAIN bertransformasi menjadi UIN di era globalisasi ini, diharapkan dapat mencetak sarjana muslim yang memiliki dua keunggulan, yakni keunggulan di bidang sains dan teknologi sekaligus keunggulan di bidang wawasan keislaman.

“Oleh sebab itu bahwa transformasi Institut menjadi Universitas bukanlah satu-satunnya solusi dari berbagai problem yang dihadapi oleh PTKIN, sekedar ganti baju saja tidak cukup,” katanya.

Segala aspek harus diperhatikan mulai dari manajemen perencanaan (grand design), tenaga pengajar, fasilitas, sarana, konsep keilmuwan dan metodologi serta input dan output-nya. Jangan sampai ada kesan kuliah di universitas tetapi terasa kuliah di institut.

“Pengembangan dan transformasi Institut menjadi Universitas tentu bukanlah sekadar dorongan nafsu belaka, dengan hanya menggubah struktur gedung menjadi lebih luas dan mentereng melainkan proyek tersebut merupakan proyek keilmuan dan SDM,” imbuhnya.

Sistem Pendidikan Berkualitas

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pada Pasal 36 ayat (1) yaitu, Tenaga Kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya (jangan ada pemasangan onderdil tidak sesuai pasangannya).

Mengacu pada aturan tersebut, perguruan tinggi keagamaan Islam yang berkualitas, hanya dapat diwujudkan dengan proses pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan bermutu adalah sistem yang mampu mengembangkan potensi-potensi positif yang terpendam dalam diri mahasiswa.

Dengan sistem pendidikan bermutu di perguruan tinggi keagamaan Islam, akan menghasilkan tenaga-tenaga muda potensial yang tangguh dan siap bersaing dalam masyarakat dunia.

“Sistem Pendidikan berkualitas merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik,” ujar Prof Suradi.

Lebih jauh dikatakan, dalam penilaian masyarakat yang majemuk ini, out-put UIN dihadapkan pada tuntutan beragam yang terpolarisasi kepada dua kelompok masyarakat, yakni: pertama, mahasiswa dan lulusan UIN belum memiliki pengetahuan yang memadai atau kalau tidak disebut sangat lemah dalam penguasaannya terhadap teks-teks klasik (kitab kuning), dibandingkan mereka yang berlatar belakang pesantren.

Kedua, mahasiswa dan alumni UIN umumnya cenderung berfikir normatif, mereka kurang mampu memahami konteks dan substansi empiris dari persoalan-persoalan agama.

“Dengan kelemahannya menangkap aspek empirisme dari berbagai problematika keagamaan yang timbul, ini berakibat pada kekurang-mampuan mereka mengemukakan alternatif-alternatif penyelesaian masalah yang sifatnya cukup realistik,” katanya.

Suasana di kampus sampai sekarang ini boleh dikatakan belum tercapainya ilmiah akademis yang mumpuni. Yang terlihat merupakan suasana rutinitas civitas akademika yang menyelenggarakan proses pendidikan dari hari ke hari.

Dalam buah pikirannya, beberapa orientasi yang patut dijadikan pijakan dan sekaligus ditumbuhkembangkan kampus, guna menjadi perguruan tinggi yang berkualitas, antara lain:

1. Intellectual Oriented

Pendidikan hendaknya diorientasikan kepada upaya peningkatan kecerdasan peserta didik atau mahasiswa, yang sangat sesuai dan berorientasi terhadap tujuan perguruan tinggi itu sendiri. Orientasi ini mengarahkan PTKIN untuk menjadi pusat lembaga pengembangan ilmu pengetahuan agama, bukan pusat doktrin Islam.

2. Professional Oriented

Perguruan tinggi Islam harus berorientasi kepada upaya peningkatan kemampuan profesional atau ketrampilan praktis (PP No. 60 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi). Ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan aktual dan tuntutan zaman.

3. Moral Oriented

Sekalipun prinsip ini meduduki urutan terakhir, tetapi tidak berarti keberadaannya kurang signifikan. Justru dalam bingkai citra diri PTKIN, orientasi yang disebut terakhir ini harus dikedepankan di atas segala-galanya. Ia mesti dijadikan parameter pertama dan utama bagi jati diri PTKIN.

184