Home Regional MTI Sebut Kerugian Ekonomi Kemacetan di Semarang Capai Rp12 Triliun Per Tahun

MTI Sebut Kerugian Ekonomi Kemacetan di Semarang Capai Rp12 Triliun Per Tahun

Semarang, Gatra.com - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendesak pemerintah harus all out dalam menyediakan angkutan umum yang menarik, murah, dan nyaman. Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno menyatakan, langkah ini untuk menekan kemacetan lalu lintas agar tidak semakin parah.

Mengingat dalam 5 tahun terakhir tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi di Indonesia rata-rata mencapai 8 persen per tahun. Sedangkan di sisi lain keterbatasan lahan parkir dan ruang fisik jalan yang terlalu sempit menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas.

“Ranking kemacetan kota-kota di Indonesia seperti Jakarta menduduki peringkat 10. Ranking pertama Bangalore India dan ranking kedua Manila Filipina, ranking 11 Bangkok Thailand,” katanya dalam rilis kepada Gatra.com, Minggu (29/10).

Baca Juga: Industri Maritim dan Logistik Indonesia Berpotensi Besar, Profesea: Masih Banyak Kendala

Kemacetan lalu lintas itu, lanjut Djoko memiliki dampak negatif yang berarti, termasuk waktu perjalanan yang meningkat, tingkat stres pengendara bertambah, pemborosan bahan bakar dan penurunan efisiensi bertransportasi. Selain itu polusi udara yang tinggi akibat knalpot kendaraan bermotor menyebabkan masalah pernapasan, iritasi mata, dan penyakit pernapasan kronis. Polusi udara juga berkontribusi pada perubahan iklim global dunia.

“Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di kota Jakarta mencapai Rp65 triliun per tahun, sedangkan Kota Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar mencapai Rp12 triliun per tahun,” ujar dosen Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang ini.

Dengan kondisi, Djoko mendorong pemerintah memprioritaskan dan meningkatkan sistem angkutan umum yang efisien, serta menyediakan insentif atau subsidi operasional dan infrastruktur yang diperlukan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta masyarakat dapat bekerjasama untuk mengurangi dampak negatif dari peningkatan jumlah kendaraan bermotor, kemacetan lalu lintas dan polusi dalam lingkungan perkotaan.

“Untuk jangka pendek segera lakukan revisi Peraturan Menteri (PM) No. 9 Tahun 2020 tentang Pemberian Subsidi Angkutan Umum Perkotaan. Serta mewajibkan agar menyusun kebijakan dalam rangka melanjutkan penataan angkutan umum perkotaan dan pemberian subsidi disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” ujarnya.

Baca Juga: Sinergitas BI, Pemprov Jateng, dan OJK Edukasi Masyarakat Lepas dari Jerat Pinjol

Koordinasi antar kementerian/lembaga, khususnya Kementerian Dalam Negeri diperlukan untuk mendorong sektor transportasi umum. Penetapan peraturan fleksibilitas pengalihan operasional kendaraan lintas koridor.

“Jangka menengah mendorong push and pull strategy, seperti peningkatan tarif parkir pada ruas jalan tertentu, penggunaan angkutan umum untuk aparatur sipil negara pada hari tertentu, penerapan ganjil genap pada ruas jalan tertentu, kartu berlangganan, menetapkan standarisasi sistem pembayaran/e-ticketing, penetapan Service Level Agreement (SLA), serta penetapan peraturan pergantian armada yang melebihi masa susut,” kata Djoko.

Sementara untuk jangka menengah, persiapan pembentukan kelembagaan Mitra Instansi Pemerintahan (MIP) dan persiapan skema handover dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

225