Home Internasional Korban Kekerasan di Timor Leste Semasa Pendudukan Indonesia Tolak Prabowo sebagai Capres

Korban Kekerasan di Timor Leste Semasa Pendudukan Indonesia Tolak Prabowo sebagai Capres

Dili, Gatra.com - Aktivis hak asasi manusia dan para korban kekerasan selama aneksasi rezm militer Indonesia di Timor-Leste yang tergabung dalam Aliansi Nasional Timor-Leste untuk Pengadilan Internasional, menyatakan sikap melawan impunitas dan menolak dengan tegas Prabowo Subianto kembali berkuasa.

Penolakan Prabowo sebagai calon Presiden ini dikemukakan pihak Timor-Leste National Alliance for an International Tribunal atau Aliansi Nasional Timor-Leste untuk Pengadilan Internasional (ANTI) di Dili, Timor Leste, dalam jumpa pers 10 November 2023

Nelson Roldao Xavier sebagai jubir Asosiasi korban 1974-1999 mengatakan, ANTI mengikuti secara saksama dengan keprihatinan yang serius atas perkembangan dan perubahan politik yang sedang berlangsung di Indonesia. Khususnya fenomena para kandidat calon Presiden (Capres) yang akan bertarung di Pilpres 2024 mendatang adalah terdakwa pelanggar HAM terberat oleh PBB.

Dia mengatakan, ANTI menghargai dan menghormati perkembangan politik dan demokrasi yang sedang berproses di Indonesia yang menunjukan iklim yang sangat positif. Akan tetapi, ANTI merasa tuntutan hak atas keadilan dan luka dalam atas kekerasan dan kekejaman masa lampau, tergores kembali ketika ANTI melihat pelaku sekaligus terdakwa utama pelanggaran HAM berat di masa rejim Soeharto, kembali ke puncak kekuasaan dan mengambil alih posisi kunci dan strategis dalam pemerintahan.

“Mantan Jendral Prabowo Subianto yang saat ini menjabat Menteri Pertahanan Indonesia, yang juga sebagai calon Presiden Indonesia adalah terdakwa atas kasus kekejahatan HAM berat. Karena itu, kami menolak keras Prabowo berkuasa karena antara Timor Leste dan Indonesia saat ini terjalin hubungan baik dan cukup harmonis,” tegas Nelson.

Ia mengenang, peristiwa berdarah masa lalu di Timor Leste, dimana mantan Jenderal Prabowo Subianto sebagai elemen kunci yang merancang peristiwa tragis, kejam dan biadab saat itu. “Prilaku Prabowo Subianto kala itu tidak berprikemanusian dan melakukan pelanggaran HAM berat terorganisir dan sistematik selama pendudukan di Indonesia di Timor-Leste. Karena itu sekali lagi kami tolak dan tidak menginginkan dia berkuasa,” jelas Nelson.

Apalagi selama dua dekade terakhir lanjut Nelson, para korban pelanggaran HAM dan keluarganya di Timor Leste terus mendesak untuk dilakukan peradilan Internasional terhadap para pelanggar HAM termasuk Praboowo Subianto. “Selama ini para korban kekerasan rezim Prabowo di Timor Leste secara konsisten menunggu peradilan internasional. Mereka terus mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera mewujudkan keadilan bagi para korban,” ujar Nelson.

Pihak ANTI menyodorkan sejumlah fakta keterlibatan pelanggaran HAM oleh mantan Jendral Prabowo Subianto. Selama rezim Soeharto berkuasa Prabowo Subianto terlibat dalam serangkaian kejahatan dan pelanggaran HAM di Timor Leste. Seperti pembantaian yang terjadi pada tahun 1983 di Viqueque, yang terkenal dengan peristiwa Kraras yang menelan 200 korban jiwa. “Kampung ini kemudian disebut Suku Janda, karena para suami mereka dibantai dalam peristiwa berdarah tersebut,” ungkap Nelson.

ANTI kata Nelson, juga mengutip laporan yang diterbitkan PBB yakni CAVR, Chega. Dalam laporan itu disebutkan setidaknya 530 orang dibunuh oleh militer Indonesia selama operasi melawan-insurgensi yang dijalankan pada tahun 1984, di semua wilayah Timor-Timur semasa masih menjadi Provinsi Indonesia ke-27.

“Ratusan korban lainnya diperkirakan meninggal, karena kelaparan di kamp-kamp konsentrasi di sebuah bukit bernama Bibileo dan di berbagai daerah lainnya,” katanya.

Masih dalam laporan PBB, menurut Nelson disebutkan bahwa kegiatan kampanye dan aksi pasukan militer Kopassus yang dipimpin dan di bawah kendali langsung Prabowo Subianto yang bertanggungjawab atas peristiwa-peristiwa terkait dengan tingkat pelanggaran dan kejahatan terbesar yang pernah terjadi dalam sebuah survei antara tahun 1983 dan 1984.

“Selama masa pendudukan, Satuan Kopassus mengambil peran penting dalam pembentukan milisi yang berkerja untuk militer Indonesia hingga tahun 1999. Pembentukan milisi pro-indonesia sebagai produk dari Prabowo Subianto dan Kopassus,” kata Nelson mengungkap dokumen PBB itu.

Selain itu, terdapat bukti kuat kertelibatan Prabowo Subianto selaku penanggungjawab dan pelaku intelektual atas peristiwa berdarah atau yang terkenal dengan pembantaian Santa Krus, 12 November 1991 yang menurut laporan Amnesty International menewaskan sekurang-kurangnya 300 orang lebih yang pada saat itu sedang melalukan demonstrasi secara damai di pemakaman umun Santa Krus, Dili.

“Dugaan ini berdasarkan pada fakta bahwa sebelum peristiwa pembantaian tersebut, Prabowo melakukan kunjungan kerja ke Markas Batalion Kostrad 303 di Liquintai, Taibesi, Dili,” jelasnya.

Sementaraitu, di Indonesia, Prabowo Subianto dituduh terlibat dalam berbagai aksi penculikan dan penghilangan paksa terhadap mahasiswa pada tahun 1997-1998 dan serangkain kejadian selama diktator Suharta dalam tahtak kekuasaan.

Berdasarkan fakta-fakta sejarah pahit dan kelam tersebut, ANTI ingin menyampaikan sikap dan tuntutan sebagai berikut:

1. Kami menghimbau dan mendesak para pemilih di Indonesia, mahasiswa dan semua elemen masyarakat sipil pro demokrasi yang berjuang untuk mempromosikan dan memperkuat demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia; untuk bersatu dengan masyarakat korban, para penyintas, keluarga korban yang dibantai di Timor-Leste untuk tidak memberikan suaranya ke Mantan Jenderal Prabowo Subianto sebagai pelaku kriminal atas kejahatan kemanusian di Timor-Leste sebagai Presiden Republik Indonesia mendatang;

2. Kami sebagai masyarakat korban, penyintas dan korban pembantaian dan korban pelanggaran HAM di Timor-Leste, mendesak masyarakat modern dan beradab, para intelektual, dan semua elemen masyarakat Indonesia untuk mempertimbangkan suara korban atas keadilan untuk menuntut pertanggungjwaban politik dan keadilan atas para pelaku utama dan pelaku intelektual yang terlibat dalam merancang kekejaman dan pelanggaran HAM di Timor-Leste untuk tidak kembali berkuasa;

3. Kami mendesak masyarakat internasional untuk menekan dan menuntut para petinggi pro demokrasi dan pembela hak-hak asasi manusia di Indonesia, untuk dengan tegas dan konsisten mencegah para pelaku pelanggar HAM untuk kembali berkuasa agar menghindari potensia pelanggaran HAM di masa depan dan menegakan proses berdemokrasi di Indonesia;

4. Mendesak Dewan Keamanan PBB untuk secara konsisten dalam memberantas impunitas, berdasarkan pada fakta tuduhan atas keterlibatan mantan Jenderal Probowo Subianto dalam berbagai pelanggaran HAM di Timor-Leste dan di Indonesia. Kami mendesak untuk menggunakan cara-cara yang efektif untuk memastikan para pelaku kejahatan dan pelanggaran HAM bertanggungjawab atas tindakannya secara kredibel, terutama mantan Jendral Prabowo Subianto dan para pelaku lainnya;

5. Untuk Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor-Leste, agar memperkuat dan mempromosikan prinsip demokrasi melalui upaya melawan impunitas dan menjalin hubungan kerjasama atas dasar penghargaan terhadap nilai-nilai HAM dan Negara Hukum. Oleh karena itu kami mendesak dan berdiri bersama masyarakat Indonesia untuk tidak memberikan tempat dan kepercayaan kepada seorang pelaku kejahatan besar atas kemanusian seperti Prabowo Subianto untuk menduduki posisi penting dan kunci selaku Presiden RI;

6. Kami menghimbau kepada masyarakat internasional untuk mendorong setiap negara bertanggungjawab untuk menangkap mantan Jeneral Prabowo Subianto atas kejahatan kemanusiaan yang didakwakan kepadanya.

1754