Home Ekonomi ACEXI Buka-bukaan Terkait Penyebab Perdagangan Karbon RI Sepi Peminat

ACEXI Buka-bukaan Terkait Penyebab Perdagangan Karbon RI Sepi Peminat

Jakarta, Gatra.com - Association of Carbon Emission Experts Indonesia (ACEXI) menilai bahwa, sepinya pasar bursa karbon di Indonesia terjadi karena masih menggunakan jenis mekanisme perdagangan voluntary carbon market (VCM) atau suka rela. Sebagaimana diketahui, secara global ada dua jenis mekanisme perdagangan, yakni VCM dan pasar wajib (mandatory market).

Wakil Ketua Umum ACEXI, Mohammad Yasin mengatakan, kemungkinan tahun depan atau pada 2024 akan ada pendekatan kepada perusahaan-perusaan yang mengeluarkan emisi besar akan di-mandatory.

“Ini nanti diwajibkan emisi yang dikeluarkan dihitung berapa, ini sangat manis sekali, kalau sifatnya sudah mandatory,” kata Yasin saat menjawab pertanyaan Gatra dalam sesi konferensi pers di acara Grand Launching ACEXI, Jakarta Barat, Rabu (13/12).

Menurut Yasin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun depan telah memiliki daftat perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang mengelurkan emisi akan bersifat mandatory. Tidak menutup kemungkinan, kata Yasin ke depan kendaraan motor pun akan dihitung emisi yang dikeluarkan.

“Ada bocoran dari KLHk tahun 2024 itu sudah ada list perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan emisi akan bersifat mandatory, bisa jadi nanti kendaraan motor pun akan dihitung. Ke depan ini pasarnya akan luar biasa,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal ACEXI, Brian Pramudita mengatakan, sepinya peminat dalam pasar karbon saat ini dinilai masih wajar. Hal tersebut dikarenakan saat ini publik tengah fokus terhadap isu politik, pergantian presiden untuk 2024 mendatang.

“Sekarang isunya masih ke isu politik jadi masih ke sana mudah-mudahan nanti ada Presiden yang baru bisa fokus ke market karbon,” jelasnya.

Untuk diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, sejak diluncurkan pada 26 September 2023, volume perdagangan bursa karbon di Indonesia telah mencapai sebesar 490.716 tCO2e (setara ton CO2) dan akumulasi nilai sebesar Rp30,70 miliar.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi merinci nilai perdagangan tersebut di anataranya, 30,56% di pasar reguler senilai Rp9,38 miliar. Kemudian, 9,24% di pasar negosiasi senilai Rp2,84 miliar dan 60,20% di pasar lelang senilai Rp18,48 miliar.

“Ke depan, potensi bursa karbon masih cukup besar mengingat 71,95 persen karbon yang ditawarkan masih belum terjual,” kata Inarno dalam konferensi pers RDK Bulan November, Senin (4/12).

Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, hingga 30 November 2023, OJK telah mencatat sebanyak 41 pengguna jasa di bursa karbon yang mendapatkan izin. Per 31 Oktober 2023 sebanyak 25 pengguna jasa.

Adapun, hingga 27 Oktober 2023, bursa karbon telah mencatatkan volume perdagangan sebesar 464.843 tCO2e (ton karbon ekuivalen) dengan akumulasi nilai sebesar Rp29,45 miliar.

503