Home Nasional Peneliti CSIS Indonsesia Sebut Para Capres Minim Bahas Isu Ketenagakerjaan

Peneliti CSIS Indonsesia Sebut Para Capres Minim Bahas Isu Ketenagakerjaan

Jakarta, Gatra.com - Peneliti, Departemen Ekonomi, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Adinova Fauri menilai bahwa, para Caon Presiden (capres) dalam debat terakhir yang selenggarakan KPU pada Minggu (4/2) tadi malam, sangat minim membahas terkait isu ketenagakerjaan.

“Kita bisa lihat sangat minim pemaparan tentang visi dan misi terkait dengan isu ketenagakerjaan. Paslon 01, dan 03 sempat menyebutkan terkait dengan upah layak, paslon 02 bahkan tidak menyebutkan isu ketenagakerjaan di paparan visi misi diawalnya,” kata Adinova dalam CSIS Media Briefing ‘Menanggapi Debat Kelima Capres-Cawapres pada Senin (5/2).

Menurut Adinova, banyak isu ketenagakerjaan yang hangat diperdebatkan oleh publik. Ia mencontohkan soal isu Undang-undang cipta kerja (ciptaker) penetapan upah minum, dengan formula penetapan yang kembali diubah pada 2023 lalu.

“Lalu ada outsourcing, kerja kontrak, gabungan kemitraan di era digitalisasi ini, jaminan sosial dan lain sebagainya. Topik-topik sama sekali luput dari pembahasan dan membuat kita yang mencoba untuk melihat apa arah ke depan dari paslon 01,02 dan 03 cukup sulit,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa, isu ketenagakerjaan tidak bisa direduksi hanya dengan membahas terkait upah layak saja, seperti yang dibahas paslon 01 Anies Baswedan. Sebab, menurutnya permasalahan terkait ketenagakerjaan sangatlah kompleks mulai dari sisi demand dan suplay.

“Ini memperlihatkan bagaimana pemahanan isu dari ketenagakerjaan memang cukup minim dari ketiga paslon yang ada,” imbunya.

Adinova menjelaskan, dari isi demand ketenagakerjaan saja ada 3 prioritas utama, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan yang baik, bagaimana mempercepat pergeseran dari sektor impormal ke sektor formal, dan terakhir adalah perlindungan ketenagakerjaan. Namun sayangnya ketiga capres tidak membahas hal tersebut.

Kemudian, ketiga Capres juga tidak membahas terkait dengan transformasi struktural dan urbanisasi, yang dinilai sebagai salah satu alternatif percepatan untuk meningkatkan standar hidup layak masyarakat dan menurunkan kemiskinan.

“Jadi tanpa konteks transformasi struktural ini maka sangat disayangkan tidak ada yang menbahas isu ini,” jelasnya.

66