Home Nasional Setop Kriminalisasi dan Perampasan Tanah Adat, Sahkan RUU Masyarakat Adat

Setop Kriminalisasi dan Perampasan Tanah Adat, Sahkan RUU Masyarakat Adat

Jakarta, Gatra.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengatakan, pemerintah dan DPR harus segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.

Rukka di kantor PB AMAN, Tebet, Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (29/2), menyampaikan, RUU Masyarakat Adat ini harus segera disahkan karena banyak masyarakat adat yang menjadi korban ketidakadilan dan dikriminalisasi.

Ia menjelaskan, selama sekitar 10 tahun RUU Masyarakat Adat ngendon di DPR, banyak terjadi kasus perampasan tanah adat atau ulayat. “Perampasan wilayah adat justru terus meningkat dalam 10 tahun terakhir,” ucapnya usai menerima kunjungan dan berdiskusi mengenai kerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia.

Rukka lebih lanjut mengungkapkan, sebagaimana terungkap dalam debat cawapres 2024, ada sekitar 8,5 juta hektare wilayah atau tanah adat di seluruh Indonesia yang dirampas berbagai pihak.

“Hampir 1.000 jumlah kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang dialami dalam 10 tahun terakhir. Ini salah satu dampak dari ketiadaan UU Masyarakat Adat sehingga negara tidak mampu memberikan perlindungan dan jaminan kepada masyarkat adat,” ujarnya.

Menurut dia, ini merupakan salah satu alasan mengapa presiden dan DPR harus melaksanakan tugas dan mandat konstitusinya untuk segera melindungi masyarakat adat dengan mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi UU.

“Harus segera mengesahkan RUU supaya masyarakat adat bisa terintegrasi menjadi bagian pembangunan bangsa ini ke depan dengan lebih baik,” katanya.

AMAN dan APHA mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat di sisa masa jabatannya yang akan berakhir pada Oktober mendatang.

“Di sisa pemerintahan sekarang, kemarin Gibran kan bilang tentang mendorong UU Masyarakat Adat. Kan sebenarnya ayahnya, Jokowi masih presiden, masih ada waktu,” ujarnya.

Jajaran pengurus APHA dan AMAN usai pertemuan di PB AMAN membahas program kerja sama untuk memperjuangkan masyarakat adat. (GATRA/Iwan Sutiawan)

Begitupun PDIP, NasDem, dan sejumlah partai politik lainnya yang masih di parlemen, masih mempunyai waktu untuk membahas dan mengesahkan RUU tersebut.

“Masih panjang, masih bisa kalau memang mau. Apalagi Jokowi tahun 2014 itu berjanji dengan Nawacita untuk mengesahkan RUU Masyarakat Adat. Ini kesempatan untuk membuktikan bahwa 10 tahun rezim Jokowi bukan hanya masa kegelapan buat masyarakat adat, justru harus ketok palu,” tandasnya.

Sedangkan mengenai kans pemerintahan dan DPR mendatangan pro kepada masyarakat adat, kata Rukka, AMAN dan APHA akan terus mendesak. Suara ini akan terus digaungkan karena pihaknya mengalkulasi postur kabinet pemerintahan dan koalisi di DPR.

“Tidak ada oposisi yang bermakna di negeri ini, kalau ada yang menyebut dirinya oposisi, sebenarnya kami yang oposisi itu. Tetapi palu bukan di tangan kami, jadi saya pikir melihat komposisi DPR masih dikuasai PDIP dan pemerintah dikuasai Gerindra dan lebih tepatnya klennya Jokowi, saya enggak melihat itu menjadi sumber untuk bisa mereka ke depan menjadi oposisi,” katanya.

Padahal, lanjut dia, keberadaan opisis yang seimbang ini sangat diperlukan agar DPR bukan menjadi lembaga “tukang stempel” program atau gagasan pemerintah.

“Ini untuk membuat kehidupan kita itu sehat, tidak ada penguasa tunggal. Persoalan kita sekarang kan enggak ada dalam 10 tahun ada oposisi,” katanya.

AMAN telah memberikan rekomendasi atau masukan kepada semua capres-cawapres 2024 bahwa RUU Masyarakat Adat harus menjadi prioritas untuk dibahas dan disahkan. “Kasus-kasus kekerasan, perampasan wilayah adat harus dihentikan dan harus ada pemulihan,” katanya.

Selain itu, pemerintah mendatang harus melihat kembali proyek-proyek perizinan di Indonesia yang masih banyak yang tumpang tindih. “Banyak juga yang sudah habis perizinannya, itu juga harus dilihat kembali dan memastikan masyarakat adat menjadi bagian kemajuan bangsa Indonesia ke depan,” tandasnya.

208