Home Gaya Hidup Salat di Aula Gereja, Ini Pesan Toleransi Ahmad Tohari

Salat di Aula Gereja, Ini Pesan Toleransi Ahmad Tohari

Cilacap, Gatra.com – Sarasehan dan Buka Bareng Kerukunan Umat Beragama yang  diselenggarakan oleh komunitas umat Nasrani dan komunitas muslim di Gereja Paroki Theresia Kota Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah memang telah usai. Tetapi, dari acara itu ada kisah yang rupanya masih menjadi bahan pembicaraan.

Salah satunya, momentum ketika Ahmad Tohari, tokoh agama sekaligus budayawan, salat di aula Gereja Paroki Theresia. Fotonya beredar viral di berbagai linimassa. Tampak dalam foto itu, Ahmad Tohari menjadi imam dalam salat magrib dengan latar patung dan lukisan Yesus dan Bunda Maria.

Saat dihubungi Gatra.com, Ahmad Tohari membenarkan bahwa ia salat di aula gereja bersama sejumlah panitia dan pembicara dalam sarasehan dan buka bersama tersebut. Ternyata, ini bukan kali pertama Tohari salat di lingkungan gereja.

“Sebelumnya saya juga pernah mengisi acara  di sebuah lembaga Katolik. Karena  bersamaan dengan waktu salat dan tidak ada waktu lagi, saya segera salat di lingkungan gereja,” ucapnya, Rabu (29/5) malam.

Ia pun sadar, sebagai pubik figur, momentum ketika ia salat di aula geraja bakal menjadi sorotan. Ibadah seorang muslim di gereja pasti akan menimbulkan pro dan kontra.

Ia ingin menunjukkan bahwa perbedaan agama bukan menjadi halangan seseorang atau sebuah kelompok untuk saling membantu dan melindungi. Agama tidak menjadi alasan bagi seseorang atau satu kelompok dengan kelompok lainnya untuk  bertikai. “Tidak masalah. Ini bukan kali pertama saya salat di lingkungan gereja,” ucapnya.

Ia pun mengaku memiliki landasan yang cukup kuat. Dalam sebuah riwayat, kata Tohari, Rasulullah pernah kedatangan serombongan tamu nonmuslim. Rombongan itu lantas meminta izin untuk beribadah di rumah Rasulullah. Dan Rasulullah pun  tak mempermasalahkan ketika tamu yang nonmuslim itu beribadah di rumahnya.

“Saya ingin menujukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Kebetulan, saya salat di bumi Allah yang di situ didirikan gereja. Itu saja,” ucapnya.

Merespons maraknya tindakan intoleransi yang terjadi di Indonesia, ia berpesan agar masyarakat bisa menghindari fanatisme agama yang berlebihan. Menurut dia, fanatik itu perlu tetapi tidak dengan cara mengorbankan kerukunan antarumat beragama. “Kuncinya ada dua. Ketauhidan dalam diri manusia. Dan yang kedua, kesalehan sosial,” ujarnya.

Menurut salah seorang panitia, Imam Hamidi,  panitia menyadari  acara buka bersama tersebut bertepatan dengan waktu salat magrib.  Masalahnya, lokasi Gereja Paroki Theresia relatif jauh dari musala atau masjid. 

Lantas, atas kesepakatan para tokoh agama, panitia meminjam karpet dan sajadah dari musala di Majenang. Kemudian, karpet itu dipasang di aula gereja untuk memfasilitasi peserta muslim yang hendak beribadah.

Imam mengatakan, salat berjamaah dilakukan secara bergantian mengingat terbatasnya tempat. Ia  turut menjadi makmum salat berjamaah dengan imam Ahmad Tohari. Bersama dia, ada sejumlah aktivis NU, panitia, dan anggota Banser NU. “Musala dan masjid memang agak jauh. Jadi kita siapkan tempat agar teman-teman tidak kesulitan saat akan beribadah,” ujar Imam.

1678