Home Internasional Penolakan RUU Ekstradisi Jadi Demonstrasi Terbesar di Hong Kong

Penolakan RUU Ekstradisi Jadi Demonstrasi Terbesar di Hong Kong

Hong Kong, Gatra.com - Penentangan terhadap RUU ekstradisi yang akan memungkinkan orang untuk dikirim ke Cina daratan untuk diadili memicu demonstrasi politik terbesar di Hong Kong sejak penyerahannya dari Inggris ke pemerintahan Tiongkok pada 1997 di bawah kesepakatan ‘satu negara, dua sistem’ yang menjamin otonomi khusus, termasuk kebebasan berkumpul, pers bebas, dan peradilan independen.

Banyak yang menuduh Cina mencampuri banyak hal sejak itu, termasuk menghalangi reformasi demokratis, campur tangan dalam pemilihan lokal dan berada di balik hilangnya lima penjual buku yang berbasis di Hong Kong sejak 2015. Hal ini terjadi kepada orang dengan pekerjaan yang kritis terhadap para pemimpin Tiongkok.

Carrie Lam telah bersumpah untuk terus maju dengan undang-undang tersebut, meskipun ada kekhawatiran mengenai nasib pusat keuangan Asia. Di antara para pemimpin bisnis, pengesahan RUU dapat merusak kebebasan dan kepercayaan investor dan mengikis keunggulan kompetitif kota.

Dalam pidato singkat yang disiarkan televisi, Lam sangat mengutuk kekerasan dan mendesak kota untuk kembali ke normal sesegera mungkin. Lalu dalam sebuah wawancara terpisah yang direkam sebelumnya sebelum kekerasan terjadi, Lam memperkenalkan RUU tersebut, dan mengatakan waktunya sudah tepat untuk diperdebatkan.

"Saya tidak pernah memiliki hati nurani yang bersalah karena masalah ini, saya hanya mengatakan niat awal pekerjaan kami masih benar,” ujar Lam yang dikutip dari Reuters.

Pemerintah mengatakan debat RUU yang akan berlangsung di Dewan Legislatif dengan 70 kursi kota akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut. Legislatif sendiri dikendalikan oleh mayoritas pro-Beijing.

Akibat demonstrasi besar-besaran ini, pasar keuangan terpukul. Benchmark Indeks Hang Seng ditutup 1,7% lebih rendah, setelah kehilangan sebanyak 2% pada sore hari, sementara perusahaan Cina di Hong Kong berakhir turun 1,2%.

Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan aturan ekstradisi di Hong Kong harus menghormati hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam perjanjian Tiongkok-Inggris 1984 tentang masa depan Hong Kong. "Kami prihatin tentang dampak potensial dari proposal ini, terutama karena sejumlah besar warga Inggris di Hong Kong. Tetapi sangat penting bahwa pengaturan ekstradisi di Hong Kong sejalan dengan hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam deklarasi bersama Tiongkok-Inggris," kata May kepada parlemen.

China menegaskan kembali dukungannya untuk undang-undang tersebut. "Setiap tindakan yang membahayakan kemakmuran dan stabilitas Hong Kong ditentang oleh opini publik arus utama di Hong Kong," kata juru bicara kementerian luar negeri China Geng Shuang kepada wartawan. Namun ketika ditanya tentang desas-desus bahwa lebih banyak pasukan keamanan Cina akan dikirim ke Hong Kong, Geng mengatakan bahwa itu adalah berita palsu.

Unjuk rasa menolak RUU terlihat dari garnisun Tentara Pembebasan Rakyat China di Hong Kong, yang kehadirannya di kota tersebut telah menjadi salah satu elemen paling sensitif dari penyerahan tahun 1997.

Terakhir, diberikan bahwa kantor-kantir pemerintahan akan ditutup selama pekan ini dan keamanan jauh diperketat setelah terjadinya demonstrasi yang menyebabkan 72 orang luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.

257