Home Ekonomi Stabilitas Harga Jeruk Lewat Metode Bujangseta

Stabilitas Harga Jeruk Lewat Metode Bujangseta

Batu, Gatra.com – Empat tahun terakhir, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) tengah mengembangkan metode Bujangseta alias “buah berjenjang sepanjang tahun”. Metode ini ditargetkan untuk memaksimalkan produksi tanaman hortikultura agar memiliki hasil stabil dan tidak sekedar musiman lagi. Saat ini, Balitbang menerapkannya pada tanaman jeruk.

“Selain dari mengembangkan varietas baru, Balitbang itu harus bisa menerapkan dukungan inovasi teknologi. Dalam hal ini, bagaimana manajemen pemeliharaan tanaman, khususnya nutrisi,” jelas Kepala Balitbang Kementan, Fadjry Djufry di sela-sela acara Bincang Asyik Pertanian Indonesia (BakPIA) di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Batu, Jawa Timur (Jatim), Jumat (19/7).

Dia menjelaskan saat ini kebutuhan jeruk di Indonesia sekitar 2,2 juta ton per tahun. Kemampuan produksi juga mencapai jumlah itu. Tapi masalahnya jeruk lokal hanya berbuah satu sampai dua kali setahun. Alhasil, saat panen raya harga jeruk anjlok. Sebaliknya, saat musim jeruk sedikit, impor pun marak.

Baca Juga: Kementan Dorong Tingkatkan Ekspor Hortikultura di Singapura

Peneliti di Balitjestro, Sutopo mencetuskan ide penerapan Bujangseta ini, empat tahun silam. Selama ini metode tersebut dikembangkan di sejumlah kebun percobaan (KP) Kementan. Dua tahun lalu, mereka lantas mencoba menerapkannya di lahan petani di Banyuwangi.

“Tugas peneliti menjawab tantangan petani dan kebutuhan pengusaha. Saat bicara jeruk, dari segi kuantitas, produktivitas cukup besar. Kualitas yang harus diperhatikan, juga kontinuitas. Metode ini kita coba dulu di kebun dan ternyata hasilnya berpotensi positif,” imbuh Sutopo.

Ada tiga poin manajemen yang diterapkan dalam Bujangseta. Peneliti pada KP Banaran, Buyung Al Fanshuri lantas menjelaskannya.

Baca Juga: Harga Buah Diprediksi Naik Jelang Galungan dan Kuningan

Pertama, manajemen kanopi. Artinya tanaman dipotong membentuk kanopi. Tujuannya agar sinar matahari optimal diserap sebanyak mungkin area daun. Maksudnya jelas agar memaksimalkan proses fotosintesis. Selain itu, tunas tidak produktif harus segera dipangkas.

Kedua, manajemen nutrisi. Nutrisi terkait dengan air dan terutama pupuk. Selama ini petani hanya menggunakan pupuk padat saja. Di sini, petani diminta melakukan bergantian antara pupuk padat dan cair. Saat kondisi air sedikit, maka lahan dibahasi dengan pupuk yang dicairkan. Sementara saat musim hujan, bisa tetap digunakan pupuk padat.

“Kondisi lahan itu faktor sangat penting untuk pertumbuhan jeruk. Tidak bisa kering terus atau sebaliknya basah terus. Dengan manajemen ini, nutrisi stabil. Pupuk dipakai tidak sebanyak biasanya, tapi lebih sering. Kalau konvensional itu 2-3 kali pemupukan, ini 8 kali. Tapi karena metodenya selang-seling, maka jumlah pupuk malah bisa lebih sedikit,” jelas Sutopo.

Baca Juga: EPA AS Tolak Petisi Larangan Pestisida Klorpirifos

Ketiga, pengendalian hama. Metode Bujangseta terbukti bisa menghasilkan panen mencapai 6-7 kali dalam satu tahun. Maka, peluang muncul hama lebih besar.

Kementan bertekad metode ini bisa dikenalkan seluas mungkin demi kepentingan petani. Lewat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang tersebar di seluruh Indonesia, Balitbang berharap metode ini segera tersebar. Sehingga saat panen makin banyak, harga jual bisa lebih stabil dan tidak musiman.

“Tahun depan akan dilakukan bujangseta di sentra-sentra utama pertanian. Supaya cepat berkembang metode ini,” janjia Fadjry.

 

 

 

635