Home Hukum Kasus Perkosaan di Maluku Tempati Ranking Teratas

Kasus Perkosaan di Maluku Tempati Ranking Teratas

Ambon, Gatra.com- Data Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN), mencatat persoalan kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Maluku tahun 2019 berjumlah 184 kasus.

Dari ratusan kasus yang dilaporkan dan ditangani LAPPAN, terdata perkara kekerasan seksual perkosaan memiliki ranking teratas. Yakni sekitar 45 kasus. Disusul 10 kasus pelecehan seksual, 10 kasus kekerasan dalam pacaran (KDP), dan 8 kasus percobaan perkosaan.

"Tercatat pula 8 kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam konteks kekerasan di dalam rumah tangga. LAPPAN juga mendampingi 1 kasus traficking, disamping 1 kasus eksploitasi seksual dan 4 kasus perkawinan yang tidak diinginkan," kata Ketua LAPPAN Baihajar Tualeka dalam rilisnya kepada Gatra.com di Kota Ambon, Maluku, Selasa (26/11/2019).

Dalam kasus perkosaan, terdapat 4 korban yang mengalami kehamilan, masih di usia sekolah dan kondisi prihatin karena miskin. Ada juga yang tidak memiliki BPJS sehingga sulit mengakses layanan kesehatan terutama kesehatan reproduksi.

"Untuk mengatasi hal ini LAPPAN dan Posko berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk memberikan pemenuhan hak korban. Layanan bagi korban tidak hanya layanan hukum namun layanan pemulihan, kesehatan dan layanan reintegarasi sosial sangat penting," ujarnya.

Ada juga kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Beberapa korban KDRT, mengakui suaminya selingkuh dan tidak lagi memberikan nafkah ekonomi. Ini membuat korban dan anak-anaknya semakin miskin. Bahkan kehilangan sumber penghidupan yang berdampak pada pertumbuhan dan pendidikan anak.

"Kasus KDRT terus meningkat dari tahun ke tahun. Rata-rata korban kasusnya diselesaikan secara mediasi karena korban masih ketergantungan ekonomi dan tidak memiliki sumber pendapatan. Kasus perselingkuhan biasanya berdampak pada keluarga karena anak-anak menjadi putus sekolah akibat tidak memiliki biaya," terangnya.

Beragam kasus kekerasan perempuan yang terjadi, tambah Tualeka, membutuhkan proses pemulihan dalam makna luas yang harus diintegrasikan dengan pendampingan agar korban bisa pulih.

"Proses pemulihan harusnya mendapatkan dukungan dari keluarga terdekat, diakui oleh masyarakat, mendapatkan dukungan spiritual dan dilibatkan dalam setiap kegiatan komunitas, baik itu kegiatan keagamaan maupun kegiatan lainnya yang berdampak memperkuat korban," tandasnya.

583

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR