Home Ekonomi Privatisasi PLTP–PLTU Bisa Bikin Target Paris Agreement Jadi Keok

Privatisasi PLTP–PLTU Bisa Bikin Target Paris Agreement Jadi Keok

Jakarta, Gatra.com – Penolakan Serikat Pekerja PLN grup terhadap rencana pemerintah ihwal privatisasi usaha ketenagalistrikan terus bergulir. Perjuangan ini mendapat dukungan dari federasi serikat global yang fokus pada isu layanan publik, yakni Public Services International (PSI).

Sekretaris Jenderal PSI, Rosa Pavanelli telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat tersebut berisi pernyataan sikap serta alasan penolakan privatisasi pembangkit listrik panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN.

“Listrik merupakan kepentingan strategis bagi negara dan berdampak pada kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah harus mempertahankan kepemilikannya dan terus berusaha untuk menjamin akses universal atas pembangkitan listrik yang rendah karbon serta transisi yang berkeadilan dan merata,” ungkap Rosa, Rabu (15/9).

Menurut Rosa, privatisasi layanan energi bisa melumpuhkan akses universal sekaligus menghambat transisi menuju pembangkitan listrik rendah karbon. Indonesia akan sulit mencapai target penurunan 29% emisi gas rumah kaca pada 2030 seperti tertuang dalam Paris Agreement.

“Laporan terbaru dari International Energy Agency menunjukkan bahwa perusahaan energi swasta tidak mampu melakukan transisi menuju produksi listrik yang rendah karbon. Sebab, aliran keuntungan mereka bergantung pada akses terhadap bahan bakar fosil murah,” imbuhnya.

Rosa menyatakan, prioritas perusahaan setelah privatisasi akan berfokus soal upaya mengelola sistem energi untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Keuntungan yang mereka hasilkan akan dibawa keluar dari Indonesia.

“Para operator swasta akan menaikkan harga atau meminta subsidi publik yang lebih tinggi. Mereka akan mencari alasan untuk tidak menyediakan layanan kepada kaum miskin atau penduduk di wilayah terpencil,” tegasnya.

Demikian pula sejumlah kelompok yang membeli saham perusahaan energi swasta. Rosa menyebut mereka akan menggunakan kekuasaan guna mempengaruhi sistem politik Indonesia, agar peraturan dibuat dan diterapkan untuk kepentingan mereka.

Kumpulan fakta-fakta itu PSI dapatkan dari pengalaman negara-negara di mana energi telah diprivatisasi. Sekelompok kecil orang akan memperoleh keuntungan yang sangat besar dan menikmati subsidi publik. Sayangnya, hal itu bisa mendistorsi proses politik dan sistem energi.

“Faktanya, banyak negara mengalami kerugian dari privatisasi dan sedang berusaha untuk mengambil kembali kendali atas berbagai layanan publik ini. Sektor swasta yang menjanjikan investasi baru, efisiensi yang lebih baik, dan harga listrik yang lebih murah secara umum gagal mewujudkannya,” katanya.

530

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR