Home Info GTK Ditjen GTK Kembali Adakan Pertukaran Guru dengan Korsel

Ditjen GTK Kembali Adakan Pertukaran Guru dengan Korsel

Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) kembali mengadakan program pertukaran guru dengan Korea Selatan. Ditjen GTK yang mulai meng-handle program ini sejak 2016, pada tahun ini program tersebut diikuti 12 guru Indonesia mulai Agustus - November 2019 serta 12 guru Korea selama kurang lebih 3 bulan mulai Agustus - November 2019.

Program yang diluncurkan Kementerian Pendidikan Republik Korea pada 2012 itu memberangkatkan guru-guru Korea dan mengundang guru-guru dari kawasan Asia Pasifik ke Republik Korea. APTE dirancang untuk meningkatkan kompetensi global dari guru-guru dan sekolah yang berpartisipasi sekaligus memperkuat hubungan antara Republik Korea dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Kementerian Pendidikan Republik Korea kemudian bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dari negara-negara Mongolia, Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Kementerian Pendidikan Republik Korea menunjuk Asia-Pasific Centre of Education for International Understanding (APCEIU) di bawah naungan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai instansi pelaksana dan bekerja sama dengan Kemendikbud sebagai instansi pelaksana di Indonesia.

Kemendikbud dan Kementerian Pendidikan Korea menandatangani memorandum of understanding (MoU) tentang Pertukaran Guru Indonesia-Korea pada Maret 2009 untuk pelaksanaan program itu. Pelaksanaannya diserahkan kepada unit utama yang menangani guru dan tenaga kependidikan. Pada 2016, penyelenggara program itu adalah Ditjen GTK Kemendikbud.

Hari ini, Rabu (10/7), 12 guru terpilih mendapatkan pembekalan dari Dekan FKIP Universitas Pamulang, Dr. E. Nurzaman A.M, M.M., M.Si. Dalam sesi selama dua jam tersebut, Nurzaman, memberikan materi terkait motivasi dan profesionalisme guru.

Menurut dia, ke-12 guru tersebut membawa nama negara dan harus memanfaatkan peluang besar tersebut dengan sebaik-baiknya. Kesempatan tersebut, kata dia, harus dimanfaatkan agar para 12 guru itu dapat meningkatkan kompetensi, sehingga mampu menjadi lebih baik ke depannya.

“Harapannya untuk guru yang berangkat ke Korsel, sistem pembelajaran yang baik di Korsel, bisa diikuti, diadaptasi, dan diterapkan di Indonesia. Dan ketika pulang ke Indonesia, harus punya planning, jangan sampai pergi tapi pulang begitu saja, tetapi harus punya program, jangan hanya berbentuk laporan, tapi juga punya action plan,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, program pertukaran guru ini banyak memberikan manfaat khususnya dalam mengenalkan budaya Indonesia. Guru-guru di Korsel yang mendapatkan kesempatan mengajar di Indonesia, akan berubah mindset-nya mengenai Indonesia yang terkadang mempunyai image kurang bagus seperti sering terjadi konflik, dan sebagainya.

“Ketika guru dari Korsel datang ke Indonesia, mereka akan berubah mindsetnya. Karena beberapa guru di sana banyak yang khawatir akan kondisi di Indonesia. Namun ternyata Indonesia itu hebat dan damai. Bahkan guru Korsel yang memang non muslim, kami tempatkan di sekolah muslim. Hasilnya, mereka tahu dan yakin Indonesia tidak seperti yang diberitakan. Itu jadi citra bagus bagi Indonesia,” paparnya.

 

Cerita Alumni 2018

Setelah diberikan materi pembekalan oleh Nurzaman, 12 guru ini juga diberi pembekalan secara pengalaman oleh alumni program pertukaran guru Indonesia-Korea Selatan tahun 2018. Mereka adalah Rosdiana Rawung, guru SMK Mutiara Baru Bekasi, dan Hadi Sukoco, guru SMP Al Zahra Pamulang.

Rosdiana menceritakan bagiamana dirinya di Korsel seperti menemukan keluarga baru. Pasalnya menurut dia, meskipun budaya di Korsel cukup bertolak belakang dengan Tanah Air, akan tetapi di negeri ginseng tersebut sangat menghargai perbedaan yang ada.

Dirinya yang merupakan seorang muslimah, ditempatkan di salah satu SMA Katolik di Korsel. Menurutnya sambutan pihak sekolah maupun anak didik sangat luar biasa. “Mereka [anak didik] justru sangat ingin tahun tentang Indonesia dan Islam. Mereka betul-betul mau belajar dan memahami. Karena mereka tahunya Indonesia itu hanya Jakarta dan Bali. Padahal Indonesia asa berpulau-pulau dan terdiri dari lima agama. Sampai sekarang hubungan saya masih intens dengan mereka,” Rosdiana menceritakan.

Lebih lanjut dikatakan Rosdiana, fasilitas sekolah di Korsel sangat baik meskipun sekolah berada di pelosok sekali pun. Kemudian anak-anak didik di Korsel sangat mempunyai kesadaran yang tinggi dalam hal belajar.

“Karena persaingan melanjutkan ke jenjang selanjutnya, atau ke jenjang pekerjaan, persaingannya cukup sulit, jadi mereka memang sudah terbiasa seperti itu, tinggi sekali kesadaran untuk belajarnya,” jelasnya.

Dari sisi pengajar pun, lanjut Rosdiana, guru-guru di Korsel memiliki kualitas yang tidak main-main. Pasalnya guru di Korsel adalah pekerjaan yang sangat dihormati, bahkan dianggap di atas raja. Itu karena guru-guru di Korsel bekerja tidak hanya sekadar mengajar, melainkam juga melakukan pekerjaan-pekerjaan kreatif seperti melakukan penelitian yang menuntut seorang guru mampu meningkatkan kualitas dan kompetensinya.

Rosdiana mengungkapkan, ada beberapa hal yang bisa ditiru kemudian diimplementasikan di sekolahnya di Indonesia, yakni mengurangi punishment dan memperbanyak reward. Karena menurutnya meskipun itu diterapkan di SMA, akan tetap membuat semangat anak-anak didik saya.

Sementara Hadi Sukoco mengaku mengalami pengalaman yang berkesan selama mengajar di Korea Selatan. Guru IPA itu terkesan dengan fasilitas science di sekolah yang diajarnya. Menurutnya, sekolah-sekolah di sana memberikan support yang luar biasa untuk guru.

Ia juga terkesan terhadap kualitas guru-guru di Korsel. Menurutnya, semua guru di kelas selalu memberikan work sheet yang kreatif, dengan model pembelajaran yang kreatif pula. “Lagi-lagi, fasilitas di sana memang luar biasa,” tegasnya.

Rosdiana dan Hadi Sukoco pun mengaku sangat kagum dengan budaya disiplin di Korea Selatan terkait bagaimana me-manage kebersihan di sekolah. Kebersihan sekolah adalah mutlak tanggung jawab anak didik, mulai dari kelas, toilet, atau ruang guru sekali pun.

Hal-hal positif dari Korsel di atas adalah budaya yang perlu diimplementasikan di Indonesia. Karena mereka (orang-orang Korsel) punya prinsip, buat apa kalau nilai akademisnya tinggi tapi tidak punya etika.

 

 

 

INFO GTK

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR