Home Politik PSHK: Revisi UU KPK Diduga Hasil Barter dengan Revisi UU MD3

PSHK: Revisi UU KPK Diduga Hasil Barter dengan Revisi UU MD3

Jakarta, Gatra.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Agil Oktaria mensinyalir, revisi Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hasil barter dengan revisi UU No. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Dugaan itu menurut Agil terlihat dari revisi UU MD3 yang hanya menambah jumlah kursi pimpinan menjadi sepuluh kursi, di antaranya sembilan kursi dari parpol pemenang Pemilu 2019 dan satu kursi dari DPD. 

Agil menduga, kebijakan itu hanya bagi-bagi kursi di tengah ramainya fraksi DPR yang terbelah atas revisi UU KPK.

"Sebenarnya 10 fraksi yang ada di DPR itu masih terbelah berkaitan dengan (revisi) UU KPK. Bagi mereka kemudian, 'kami akan menyetujui UU KPK, asal kursi pimpinan MPR itu dibagi rata, menjadi 10'. Nah makanya kemudian politik legislasinya adalah sahkan dulu (revisi) UU MD3," kata Agil, dalam diskusi di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu malam (15/9).

Dikatakan, pengesahan usulan revisi UU MD3 dinilai sangat cepat dilakukan. Sepuluh fraksi di DPR, membahas persoalan tersebut di Badan Legislasi (Baleg), tidak kurang dari satu atau dua jam sehingga menyepakati revisi itu.

"Nah artinya UU MD3 hanya disahkan untuk mengakomodir kepentingan politik mereka untuk bagi-bagi kursi di MPR. Setelah ini dilakukan, baru mereka deal untuk merevisi UU KPK itu berjalan dengan mulus," katanya.

Agil memprediksikan, revisi UU KPK akan disahkan besok, Selasa (17/9). Sebab menurutnya, DPR sudah mantap dengan keputusannya dan tak mau dengar lagi aspirasi publik dan kritik dari KPK serta lembaga lainnya. 

Agil menyebut, dugaan barter itu adalah bagian dari kejahatan legislasi.

"Kemudian kita lihat barter ini terjadi dalam menentukan peraturan UU KPK dan MD3. Nah kejahatan legislasinya terjadi di sini," katanya.

185

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR