Home Internasional Aturan Asuransi Kesehatan Trump Ditolak Hakim Federal Oregon

Aturan Asuransi Kesehatan Trump Ditolak Hakim Federal Oregon

Washington DC, Gatra.com - Seorang hakim federal di Oregon pada Sabtu (2/11) lalu memblokir sementara kebijakan administrasi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan tersebut terkait keharusan calon imigran Amerika Serikat (AS) untuk memiliki asuransi kesehatan, terhitung sejak 30 hari kedatangan mereka.

Hakim Michael Simon dari pengadilan wilayah Portland, Oregon memberikan penundaan sementara selama 28 hari agar kebijakan tersebut tidak diberlakukan pada 3 November. Sementara proses hukum selanjutnya akan terus berlangsung.

Dalam dokumen sejumlah 18 halaman tersebut, Simon menjelaskan tentang potensi bahaya yang akan diterima para imigran beserta keluarganya akibat kebijakan itu.

“Keluarga imigran AS berpotensi terpisah dengan anggota keluarganya karena pengurusan visa. Hal tersebut tentu akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” tulis Simon dilansir dari Reuters.

Tujuh warga negara AS, dan organisasi advokat saat ini sedang menyusun berkas-berkas untuk memblokade kebijakan Trump tersebut. Dokumen itu berisikan tuntutan untuk Trump merevisi ulang kebijakan mengenai imigran dan asuransi kesehatan melalui Fiat Presiden.

Para calon imigran saat ini sedang berusaha untuk mencari jalan keluar dari birokrasi asuransi kesehatan yang kompleks. Terlebih ketika para calon imigran tersebut belum menginjakkan kakinya di AS.

Dalam peraturannya, Trump bertujuan untuk menghentikan pengadaan asuransi kesehatan melalui pajak yang ditujukan bagi penduduk yang tidak mampu membayar tagihan asuransi kesehatan mereka. Trump juga memaparkan data bahwa para imigran tercatat tiga kali lebih banyak dibandingkan warga AS yang tidak memiliki asuransi kesehatan.

Pengamat kebijakan kesehatan mengatakan, para imigran jarang menggunakan sistem yang ada di AS. Maka dari itu, imigran baru tanpa asuransi menyumbang kurang dari sepersepuluh dari 1% pengeluaran medis AS pada tahun 2017. Data tersebut mengacu pada analisis Leighton Ku selaku direktur Pusat Penelitian Kebijakan Kesehatan di Universitas George Washington.

187