Home Politik SKB 11 Menteri Dinilai Tak Bisa Tangani Persoalan Radikalisme

SKB 11 Menteri Dinilai Tak Bisa Tangani Persoalan Radikalisme

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri dan kepala badan tentang penanganan radikalisme pada aparatur sipil negara (ASN) sejak pertengahan November 2019. Namun, langkah tersebut justru dapat membungkam sikap kritis ASN.

"Satu hal yang penting kita cermati, dengan mengeluarkan kebijakan seperti itu, dapat membatasi ASN melakukan kritik kepada pemerintah. SKB 11 Menteri lebih membatasi sikap skritis ASN terhadap pemerintah," kata Wakil Koordinator Kontras, Feri Kusuma saat dihubungi, Jumat malam (27/12).

Menurut Feri, SKB tersebut sama saja seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 Tahun 1969 tentang larangan bagi PNS ikut aktif dalam partai politik dan aspirasi politik PNS hanya disalurkan kepada Golkar. Feri menilai kedua aturan tersebut sama-sama memiliki kepentingan politik.

"Secara konten memang berbeda, tapi esensinya sama saja. Semacam ingin memanfaatkan ASN mendukung agenda pemerintah," ucapnya.

Feri mengatakan, penanganan radikalisme di tubuh pemerintah sebetulnya tak harus dilakukan dengan menerbitkan SKB. Langkah preventif mestinya dilakukan pemerintah dengan mengidentifikasi siapa saja yang menganut paham radikalisme.

"Orang ASN itu orang-orang dari pemerintah kok. Harusnya bisa diamati mana yang menganut paham radikalisme, mana tidak. Dan tentu tidak bisa dilihat dari simbol atau pakaian yang mereka pakai, tapi dari cara pandang mereka tentang sesuatu," katanya.

Langkah seperti itu, kata dia, bukanlah hal yang sulit. Pemerintah hanya perlu melihat kembali data-data terkait dengan identitas diri ASN. "ASN itu kan dari pemerintah juga, kemudian harusnya diidentifikasi dari wawasannya atau kan pemerintah juga punya data identitas ASN yang diterima ketika mereka masuk," ujarnya.

Terkait dengan sanksi, Feri menilai pemerintah dapat menindak ASN radikal melalui aturan-aturan yang sudah ada, misalnya UU ITE. Sebab, ada beberapa poin dalam SKB yang sebetulnya sudah diatur dalam UU ITE.

Misalnya, salah satu kategori pelanggaran dalam SKB yang berbunyi: Menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian.

Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Nah, kalau kita lihat, ini justru sekarang menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa mengatasi permasalahan soal radikalisme. Jadi seolah-olah pemerintah membuka aib sendiri," ucap Feri.

137