Home Kebencanaan Demi Raup Duit Covid, RS di Batam Tetapkan Nenek Renta PDP?

Demi Raup Duit Covid, RS di Batam Tetapkan Nenek Renta PDP?

Batam, Gatra.com - Seorang nenek bernama Yanti Bunardi (84 tahun) yang menderita kekurangan cairan tubuh atau cairan garam dalam tubuh (electrolyte imbalance at moderate dehydration) dinyatakan oleh tim medis RS Awal Bros Batam, Kepri sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 saat datang berobat, Kamis (11/6).

Keluarga merasa keberatan, karena pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit di persendian setelah pasien terjatuh di rumahnya di Perumahan Sukajadi, Batam dan meminta untuk diberi suntikan cairan garam oleh tim medis. Oleh rumah sakit pasien diwajibkan menjalani serangkaian tes sesuai prosedur penanganan Covid-19, seperti Rapid tes dan Swap PCR tes.

Anak dari pasien itu, Ermi (54 tahun) mengaku, saat tiba di rumah sakit bukannya mendapat perawatan maksimal, orangtua kami malah diperlakukan sebagai pasien dengan katagori Covid-19 oleh tim medis di RS Awal Bros, kemudian orangtua kami di masukan di dalam ruang isolasi selama lima jam.

Padahal, orangtuanya, kata keluarga, tidak pernah keluar dari rumah sejak merebaknya Virus Corona (Covid-19) awal tahun 2020, dan semua penghuni rumah mengaku ekstra hati-hati setiap kali keluar rumah. Selalu memakai APD, mencuci tangan, dan memeriksakan diri secara rutin di klinik perusahaan.

Jelas saja, kata Ermi, pihak keluarga tidak terima perlakuan terhadap orangtuanya itu. Sebab, sejak tiba di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit itu, orangtua mereka telah diperiksa secara menyeluruh, termasuk menjalani Rapid Test untuk mengetahui ada tidaknya virus Corona di dalam tubuh nenek itu. Hasil Rapid Test menunjukkan Non Reaktif, kemudian dilakukan lagi pemeriksaan Swab. Beberapa waktu kemudian diketahui bahwa hasil pemeriksaan swab orangtuanya juga negatif.

Saat tengah diisolasi dengan pelayanan yang sangat minim, keluarga protes ke pihak rumah sakit. Mereka tidak rela orangtuanya dimasukkan ke ruang isolasi dengan status PDP. Keluarga beranggapan karena tidak ada indikasi pasien mengidap Covid-19, berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Kenapa harus di Isolasi.

Bahkan, kata Ermi, orangtuanya ini, masih tergolong cukup kuat untuk mengurus diri sendiri, baik mengambil makanan atau minuman, maupun urusan ke kamar mandi. Otomatis pasien yang sudah paruh baya itu, rentan terhadap perubahan perlakuan, baik fisik maupun lingkungan. Apalagi jika dimasukkan ke ruang isolasi tanpa penjagaan keluarga pasti sangat mempengaruhi kondisi kesehatanya.

"Alasan datang ke rumah sakit karena orangtuanya terjatuh di rumah. Menurut keluarga, hal itu wajar ketika tubuhnya lemah, dia memerlukan suntikan cairan garam. Itu tujuan kami ke rumah sakit. Orangtua kami malah disebut pasien PDP Corona dan diisolasi. Spontan saja pihak keluarga protes, kami sampai beradu argumen dengan perawat dan dokter agar orangtua kami tidak diisolasi,'' ujar Ermi, putri dari Yanti Bunardi saat dihubungi di Batam.

Meski orangtuanya tidak jadi diisolasi, dan oleh tim medis, sang nenek dipindahkan ke ruang perawatan 518 VIP Solandra RS tersebut. Kemarahan keluarga bertambah, ketika mengurus administrasi dan ingin membayar biaya perawatan selama di rumah sakit yang diketahui sebesar Rp27 juta. Pihak keluarga kaget saat ingin membawa pulang pasien, pada Kamis (15/6), pihak rumah sakit mengatakan bahwa semua biaya pembayaran telah dimasukkan ke Tim Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19.

"Artinya, jika nenek kami digolongkan sebagai PDP, meski semua hasil pemeriksaan negatif Covid-19. Kapan pun bisa saja dijemput Tim Gugus Tugas ke rumah di Sukajadi. Kekhawatiran kami beralasan, sebab beberapa kasus pasien PDP Covid-19 di Batam, dijemput ke rumah atau ke tempat bekerja setelah dinyatakan PDP oleh Gugus Tugas," ujarnya.

Saat keluar dari rumah sakit, keluarga menerima Resume Medis dari RS Awal Bros, diringkasan riwayat penyakit dicantumkan keterangan Transmisi Lokal Covid-19 Positif oleh tim medis. Belum lagi, pada keterangan Diagnosa Masuk, Diagnosa Utama, dan Diagnosa Tambahan, pihak rumah sakit tidak mencantumkan hasil rapid test non reaktif dan dua kali uji swab dengan hasil negatif.

Pihak keluarga pasien tidak puas, pasien kembali dikonsultasikan dengan tim dokter yang berbeda dari laboratorium RS Soedarsono di Kabil, Kota Batam. Pihak RS tersebut mengirimkan tim untuk memeriksa ulang nenek Yanti melalui rapid test. Hasilnya, nenek Yanti non reaktif. Dari hasil pemeriksaan, semuanya menunjukkan non reaktif, atau negatif Covid-19.

Berpedoman pada hasil test tersebut, keluarga didampingi penasehat hukum, pada Rabu 17 Juni 2020, mendatangi RS Awal Bros. Keluarga bersikeras akan membayar tagihan sebesar Rp27 juta, dan meminta surat keterangan bahwa orangtua mereka bukan pasien PDP Covid-19, lantaran semua pemeriksaan yang dilakukan dengan hasil non reaktif dan negatif. Namun, pihak RSAB Batam berpendapat lain.

Keluarga pasien itu terheran-heran dan menyimpulkan. Seseorang bisa dimasukkan menjadi pasien PDP Covid-19 oleh pihak RS meski semua pemeriksaan medis menyatakan negatif Covid-19. Semua tagihan bisa diklaim dengan lancar ke Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19, dan fakta paling memprihatinkan,

Ketika ditemui Gatra.com, Rabu (24/6), bagian Informasi Medis RS Awal Bros, dr Irwin Kurniadi mengatakan, meski nenek Yanti negatif Covid-19, namun seluruh tagihan rumah sakit nenek Yanti, telah dilapor dan ditagih ke Tim Gugus Tugas Batam yang diketuai Wali Kota Batam Muhamad Rudi, karena dalam perawatan pasien dikatagorikan PDP.

Menurutnya, sejak awal pihak rumah sakit mencurigai pasien adalah PDP Covid-19. Kecurigaan pihak rumah sakit, lantaran saat diperiksa, paru-paru pasien mengalami masalah dan dinyatakan pneumonia. Sebab, berdasarkan SK Menteri Kesehatan, jika pasien mengalami masalah di paru-paru, yakni Pneumonia atau sesak napas, rumah sakit wajib memasukkan pasien menjadi Pasien Dalam Pengawasan Covid-19. "Fakta itu langsung kami laporkan ke Tim Gugus Tugas,'' akunya

Dari fakta itu, kata Irwin, pihak RS Awal Bros memasukkan seluruh tagihan rumah sakit nenek Yanti ke Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19 Kota Batam. Disamping itu, pihak rumah sakit tetap mengeluarkan surat keterangan negatif Covid-19 kepada pasien, dan uang jaminan dapat diambil kembali, karena tagihan akan ditangani Gugus Tugas,'' katanya

Menurutnya, penanganan medis yang dilakukan rumah sakit kepada pasien Yanti Bunardi sudah sesuai prosedur kesehatan yang diberlakukan kementerian kesehatan terkait pasien Covid-19. Sebab hasil pemeriksaan awal pasien ditemukan ada pneumonia, sehingga pasien dimasukan dalam katagori PDP dan dilakukan isolasi hingga hasil swab yang dilakukan diketahui negatif.

"Bu Yanti kami persilahkan pulang di tanggal 15 Juni 2020 setelah hasil swab kedua kalinya diketahui negatif, jadi apa yang kami lakukan sudah sesuai protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah," kata Irwin.

Bagian Informasi Medis RS Awal Bros lainnya dr Ayu Ratna Sari menambahkan, bahwa begitu pasien dinyatakan PDP, otomatis semua tanggungan biaya perawatan dibebankan ke negara. Bahkan, uang yang dibayarkan pihak keluarga pasien juga langsung dikembalikan di tanggal 15 Juni 2020 bersamaan dengan pasien meninggalkan rumah sakit.

"Jadi begitu pasien dinyatakan sembuh atau negatif dari hasil tes kedua berturut-turut, perawatan langsung closing dan semua biaya dibayarkan negara selama perawatan tersebut. Jadi tidak ada tagihan lain setelah closing tersebut," terang Ayu.

Mengenai adanya dugaan mark up biaya pengobatan yang ditagihkan, Ayu membantah, karena untuk PDP atau pasien positif Covid-19, semua itu ada bugjetnya sesuai dari prosedur yang dikeluarkan oleh pihak Kementerian Kesehatan.

"Jadi tidak benar jika ada pembengkakan biaya, karena seperti kami sampaikan dari awal, semua prosedur kami jalankan sesuai dengan protokol yang diberikan Kementerian Kesehatan mengenai penanganan pasien Covid-19," tuturnya. 

8051