Home Hukum Plan Indonesia: Akhiri Perbudakan Kapal, Perdagangan Manusia

Plan Indonesia: Akhiri Perbudakan Kapal, Perdagangan Manusia

Jakarta, Gatra.com – Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menyelenggarakan diskusi nasional tentang “Perlindungan bagi Awak Kapal Perikanan dari Pandemik Covid-19 dan Perdagangan Orang” pada Kamis (30/7).

Acara daring itu membahas upaya berbagai pemangku kepentingan dalam memberantas praktik eksploitatif di industri perikanan termasuk kerja paksa dan perdagangan orang sekaligus misi melindungi keselamatan awak kapal perikanan (AKP). Diketahui gejolak ekonomi di tengah pandemi Covid-19 turut meningkatkan risiko perdagangan orang termasuk AKP.

Forum yang dihadiri oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Departemen Ketenagakerjaan Amerika Serikat (USDOL), SAFE Seas Project dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyepakati pentingnya memperkuat dan meningkatkan regulasi, kebijakan dan koordinasi untuk perlindungan anak buah kapal dari kerja paksa, praktik perbudakan serta perdagangan orang.

Direktur Program Yayasan Plan International Indonesia, Romatio Wulandari mengatakan semua pihak perlu bekerja sama untuk menangkal perbudakan orang khususnya di industri perikanan. “Hari Anti Perdagangan Manusia Sedunia mengingatkan kita akan perlunya bekerja secara kolaboratif untuk mengakhiri perbudakan modern ini termasuk praktik pekerja anak di industri perikanan,” kata Romatio dalam keterangan pers yang diterima Gatra.com, Kamis (30/7).

Diketahui laporan FAO: Fish to 2030 memproyeksikan bahwa produksi ikan global akan naik menjadi 187 juta ton pada 2030 sehingga permintaan tenaga kerja AKP akan meningkat. Bertambahnya permintaan dan berkurangnya pasokan sumber daya ikan menyebabkan kapal semakin menjauhi daratan dan bertahan di laut dalam waktu yang lama. Akibatnya, praktik eksploitatif sangat mungkin terjadi seperti kerja paksa dan perdagangan orang di kapal.

Perdagangan manusia kini memengaruhi tren setiap negara di dunia baik negara asal, transit atau tujuan bahkan kombinasi dari ketiganya. Implikasi pandemi Covid-19 telah menyebabkan peningkatan perdagangan manusia di laut karena memicu ketidakpastian ekonomi bagi para AKP. Saat ini pemerintah Indonesia sedang meratifikasi Konvensi ILO No. 188/2007 mengenai Pekerjaan di Bidang Penangkapan Ikan.

Kepala Tim Nasional untuk Perlindungan Awak Kapal Perikanan, Basilio Dias Araujo mengatakan kerangka peraturan akan menjadi pijakan yang tepat untuk penegakan hukum bagi pelanggar hak-hak dasar pekerja ikan di Indonesia dan di luar negeri.

“Diharapkan untuk mendorong sinergi yang lebih baik di antara lembaga kementerian dalam menyelaraskan peraturan dan menerapkan prosedur standar perekrutan pekerja ikan sebelum keberangkatan, penempatan, tempat kerja dan sampai mereka kembali ke rumah,” ujar Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Marves itu.

Melalui proyek SAFE Seas, Plan Indonesia bersama USDOL, membentuk Safe Fishing Alliance (SFA) untuk mendorong rantai pasokan yang adil dan transparan bagi industri perikanan di sektor swasta dan pemerintah. Di tingkat komunitas, SAFE Seas bermitra dengan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mendirikan dua (2) Fishers’ Center di Tegal, Jawa Tengah dan Bitung, Sulawesi, Utara.

Fishers’ Center turut memastikan mekanisme pelaporan untuk para AKP relevan, mudah di akses dan responsif. “Dengan adanya Fishers’ Center, kami bertujuan untuk mengakhiri praktik-praktik eksploitatif di kapal penangkapan, dan juga meningkatan pemahanan pekerja di industri perikanan pada hak-hak kerja mereka dan kondisi kerja yang layak,” ucap Direktur SAFE Seas Project, Nono Sumarsono.

189