Home Ekonomi APHA: Sagu untuk Ketahanan Pangan saat Pandemi Covid-19

APHA: Sagu untuk Ketahanan Pangan saat Pandemi Covid-19

Jakarta, Gatra.com - Pandemi Covid-19 terus merebak di Indonesia dan sejumlah daerah di 34 provinsi di Tanah Air pun terdampak. Pandemi bukan hanya menjadi ancaman kesehatan dan keselamatan masyarakat, namun juga ketahanan pangan. Sagu dapat didorong sebagai alternatif solusi untuk mencegah krisis pangan.

Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Laksanto Utomo, dalam webinar bertajuk "Sagu Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat" pada Senin (31/8), menyampaikan, sagu merupakan salah satu makanan pokok yang dapat didorong untuk mengatasi ancaman kerawanan pangan akibat pandemi Covid-19.

Laks, demikian Lansanto akrab disapa, lebih lanjut menyampaikan, melambatnya geliat ekonomi dan terbatasnya aktivitas ekonomi saat ini makin berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat.

Bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah hanya mampu menjangkau sebagian kecil masyarakat yang rentan mengalami kelaparan dan tidak mampu membeli kebutuhan hidup sehari-hari, seperti sembako dan lain-lain.

"Hal ini menuntut adanya kerja keras dari untuk mencegah terjadinya kelaparan bagi masyarakat yang tidak terjangkau bansos," ujarnya.

Menurutnya, ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah "kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".

UU Pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, namun juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety).

"Sagu adalah salah satu bahan makanan pokok yang telah dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia. Oleh sebab itu, sagu dapat terus didorong dan dikembangkan menjadi bahan makanan pokok sebagai pengganti beras," ujarnya.

Gerakan makan sagu perlu disosialiasasikan secara masif dan membumi. Ini penting dilakukan agar masyarakat Indonesia tidak hanya tergantung dan bergantung kepada beras.

Pengembangan pangan lokal seperti sagu yang berbasis kearifan lokal masyarakat adat adalah sebuah alternatif solusi untuk mencegah terjadinya krisis pangan di tengah pandemi Covid-19.

"Prioritas penanaman tanaman sagu adalah sebuah keniscayaan. Ketika pangan impor tidak tersedia karena hambatan rantai pasokan, maka pangan lokal seperti sagu yang dikelola dengan kearifan lokal masyarakata adat, dapat menjadi benteng terakhir berperang melawan krisis pangan akibat Covid-19," ujarnya.

Relasi antara sagu dan masyarakat hukum adat tidak sekadar bermakna untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga tidak terlepas dari nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Penanaman dan pengembangan tanaman sagu berbasis kearifan lokal, itu akan berperan besar dalam mewujudkan ketahanan pangan, baik di tengah pandemi saat ini, maupun untuk masa depan.

Menurut Laksanto, webinar ini bertujuan untuk menghimpun pendapat mengenai pentingnya sagu sebagai bahan pangan dan juga untuk mengetahui kearifan lokal masyarakat adat mengenai sagu.

"Hasil dari webinar ini menjadi salah satu bahan masukan yang akan disampaikan kepada Pemerintah dalam kaitannya dengan sagu sebagai sarana mewujudkan ketahanan pangan," katanya.

559