Home Hukum Karhutla Mengancam Riau, Sanksi Lemah Masih Jadi Persoalan

Karhutla Mengancam Riau, Sanksi Lemah Masih Jadi Persoalan

Pekanbaru,Gatra.com- Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali mengancam Riau di awal tahun 2021. Disisi lain, proses hukum kasus karhutla tahun 2020 di Koto Gasib, Kabupaten Siak, tengah berlangsung pada permulaan Februari 2021.

Kasus karhutla tersebut mendera PT Duta Swakarya Indah (DSI) pada Agustus 2020,dengan luasan mencapai lebih kurang 9 hektare. PT DSI bukan satu-satunya perusahaan kelapa sawit yang mesti berurusan dengan pengadilan pada awal tahun. Sebab, pada Januari 2021 Pengadilan Negeri Siak juga disibukan oleh perkara pidana karhutla yang membelit PT Wana Sawit Subur Indah (WSSI).

Bedanya, jika kasus karhutla PT DSI terjadi pada tahun 2020, persoalan yang menerpa PT WSSI terjadi pada tahun 2019. Adapun pada tahun 2019 kasus karhutla juga menyeret PT Adei Plantation. PT Adei telah diganjar putusan hukum di pengadilan Kabupaten Pelalawan dengan pidana denda sebesar Rp1 milar. Perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan sawit asal Malaysia itu juga menuai putusan denda tambahan senilai Rp2,9 miliar.

Dana tersebut ditujukan untuk perbaikan kerusakan lingkungan hidup di lahan yang terbakar seluas 4,16 hektare pada 2019 silam.

Kepada Gatra.com Aktivis lingkungan hidup Riau, Jefri Sianturi, menyebut sanksi yang dianggap lemah sebagai pemicu seringnya perusahaan terlibat karhutla. Oleh sebab itu ia berharap penegak hukum dapat menerapkan sanksi yang menakutkan pada pelaku pidana karhutla.

"Sanksinya harus maksimal, apalagi jika karhutla itu terjadi berulang di perusahaan yang sama. Sanksi berupa cabut izin usaha perkebunan, bisa menjadi pertimbangan," ujarnya.

Jefri  mengungkapkan selama ini pidana karhutla yang membekap perusahaan sering kali berujung dakwaan lalai dengan disertai pengenaan denda. Padahal, hakim bisa saja menjatuhkan vonis lebih dari itu jika mempertimbangkan sejumlah hal.

"Misalkan sejauh mana perusahaan menjalankan tanggungjawab melindungi kebun dengan memenuhi sejumlah sarana prasarana pencegahan maupun pengendalian karhutla," urai Kordinator Senarai itu.

Asal tahu saja, perusahaan perkebunan dituntut memiliki sarana pencegahan karhutla seperti menara pemantau api, mesin pompa, tim pemadam kebakaran,hingga kolam atau embug.

Sejumlah regulasi pun telah diterbitkan pemerintah untuk mendorong pelaku usaha menyiapkan sarana pengendalian karhutla. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2001 tentang pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan karhutla.

Namun regulasi tersebut terkesan diacuhkan. Ini terlihat dengan banyaknya kasus karhutla yang melibatkan perusahaan. Sebagai gambaran, saat karhutla terjadi tahun 2019, tim penegakkan hukum Kementrian Lingkungan Hidup menyegel 90 perusahaan perkebunan dan kehutanan di Indonesia, yang umumnya tersebar di Sumatera dan Kalimantan.

Adapun Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan status siaga darurat karhutla pada 15 Februari hingga 31 Oktober 2021.

267