Home Gaya Hidup Resensi Film Nobody: Laga Berdarah-darah nan Poetic

Resensi Film Nobody: Laga Berdarah-darah nan Poetic

Jakarta, Gatra.com – Film laga penuh kekerasan dan berdarah-darah, hampir selalu berujung dengan premis “protagonis mengalahkan antagonis”. Plot sederhana dengan bumbu aksi di sepanjang alurnya harus digarap sedemikian rupa agar mampu menarik perhatian sebanyak mungkin penonton, bukan hanya fans genre gore dan action. Film Nobody terbukti mampu menyandingkan keseruan baku hantam penuh adrenalin dengan unsur-unsur poetic yang terbangun lewat editing hingga pemilihan soundtracks. Berikut resensi film Nobody.

Sutradara Ilya Naishulle memilih opening scene tidak biasa. Setelah memperlihatkan adegan menjelang klimaks yang menunjukkan karakter utama kita, Hutch Mansell (Bob Odenkirk) terluka dan terlihat tak berdaya, gambar langsung beralih mundur ke kehidupan normalnya sebelum semua terjadi.

Menolak untuk bercerita bertele-tele, dipilihlah teknik penyajian montage sequence. Montage sequence adalah serangkaian shot yang menunjukkan suatu rangkaian proses dari sebuah adegan yang terbilang lama menjadi lebih pendek. Di Nobody, belasan menit pertama diisi dengan potongan rutinitas Mansell sepanjang Senin-Jumat. Pagi harinya di dapur saat dia membuat sarapan untuk kedua anaknya, saat dia naik bus ke kantornya, termasuk ketika tiap Selasa dia selalu ketinggalan truk pengangkut sampah.

Salah satu adegan di film Nobody. (Dok Universal Pictures/fly)

Di satu Senin yang biasa, seperti hari-hari lainnya, Mansell sudah pulang dari pabrik tempatnya bekerja, WM Company. Malam itu berubah menjadi menegangkan karena mendadak ada dua perampok masuk ke rumahnya. Menolak menghajar salah satu perampok yang menodongkan senjata, Mansell memilih melepaskan mereka pergi.

Tapi sesuatu terjadi dan keesokannya Mansell memutuskan mencari jejak kedua perampok. Dia berhasil mendobrak masuk ke rumah perampok, hanya untuk kembali memutuskan batal memberi pelajaran buat mereka. Kecewa dengan dirinya sendiri, di tengah bus pulang ke rumahnya, Mansell melampiaskan kemarahannya dan menghajar habis-habisan sekelompok pria asing yang merusak bus dan menggoda perempuan dalam bus.

Salah seorang dari kelompok pria asing itu ternyata adalah adik dari mafia Rusia ternama yang berkuasa, Yulian Kuznetsov (Aleksey Serebryakov). Tak hanya punya sepasukan tukang pukul, Kuznetsov juga didukung mafia-mafia lain, sehingga dia dipercaya menyimpan obshak alias tumpukan dana tunai yang diperuntukkan jadi dana pensiun para mafia Rusia.

Salah satu adegan di film Nobody. (Dok Universal Pictures/fly)

Kejar-mengejar dan upaya saling bunuh pun segera terjadi antara Kuznetsov dan Mansell. Tak butuh waktu lama, terungkap fakta masa lalu Mansell yang brutal sehingga dalam datanya di Pentagon dia hanya disebut sebagai “Nobody”.

Film ini memiliki sangat banyak kemiripan dengan trilogi John Wick. Wajar, karena penulis skenarionya adalah orang yang sama: Derek Kolstad (juga merupakan salah satu produser eksekutif).

Wick dan Mansell sama-sama pembunuh hebat yang memutuskan pensiun dari dunia kriminal karena alasan keluarga. Keduanya punya hewan peliharaan kecil yang memicu keputusan untuk melakukan kembali tindakan beringas. Keduanya berhadapan dengan bandit berdarah Rusia, yang bermula dari konflik bersama mafia kelas kedua (adik atau anak dari pimpinan mafia). Keduanya juga punya bala bantuan yang tidak terduga. Di Nobody, pertolongan datang dari sang ayah yang adalah pensiunan detektif FBI, David Mansell (Christopher Lloyd).

Salah satu adegan di film Nobody. (Dok Universal Pictures/fly)

Jika Edgar Wright sukses menempatkan soundtracks di sejumlah scene dengan tepat, dan menuai banyak pujian, di Baby Driver (TriStar Pictures, 2017), Nobody melakukan hal yang kurang lebih sama. Sejumlah karya klasik dari Nina Simone, Frank Sinatra, hingga “I Gotta Be Me” milik Steve Lawrence & Eydie Gorme disandingkan dengan kejar-kejaran mobil, ledakan rumah, juga baku hantam tangan kosong. Hasilnya adalah scene yang sinematik. Mengutip John Carney dalam Begin Again (The Weinstein Company, 2013), “Salah satu adegan paling dangkal tiba-tiba menjadi sangat bermakna karena musik.”

Sayangnya, Kolstad seolah menurunkan standarnya di Nobody. Ceritanya lebih tidak logis dibandingkan dengan trilogi John Wick. Sebagai seorang ayah yang kini hidup baik-baik, keputusan Mansell untuk menghajar sejumlah pria asing hanya karena kecewa pada dirinya itu terlihat egois. Alasan yang seolah terlalu dipaksakan semata karena penulis kehabisan ide cerita. Kemudian ketika Mansell tidak tahu apa itu obshak padahal dia digambarkan sebagai pembunuh ternama, adalah tidak masuk akal.

Kompleksitas dan variasi karakter di semesta Wick juga tidak muncul di Nobody. Orang-orang yang terlibat konflik di film ini kembali ke jumlah klise saja: trio protagonis versus sekelompok antagonis yang bersusah payah melawan yang sedikit itu.

Meski demikian, sudah saatnya dunia layar lebar memiliki wajah baru yang tampil sebagai aktor laga senior. Adalah keputusan tepat bagi Odenkirk untuk mengembangkan diri di luar seri yang telah membesarkan namanya, Better Call Saul dan Breaking Bad.

1393