Home Kebencanaan Asa Desa Air Hitam Atasi Banjir dan Hancurnya Lahan Pangan

Asa Desa Air Hitam Atasi Banjir dan Hancurnya Lahan Pangan

Labura, Gatra.com- Desa Air Hitam salah satu desa yang ada di Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Provinsi Sumut.  Sekitar tahun 1991, wilayah itu mulai berdiri pasca pemekaran dari Desa Kelapa Sebatang dengan Kecamatan Kualuh Hilir dan kabupatennya pun masih Labuhanbatu.
 
Seiring waktu, di pedesaan itu terdapat delapan dusun. Perkembangan ekonominya dapat dikatakan berjalan sesuai perkembangan zaman.  Namun, terdapat beberapa keresahan mendasar yang kerap dirasakan warga disana, khususnya dikala masuknya musim penghujan.
 
Seorang tokoh masyarakat Desa Air Hitam, Adi, Kamis (16/9) malam kepada gatra.com bercerita, sejak dahulu sampai sekarang, ratusan rumah warga dibeberapa dusun, akan terendam air dikala hujan turun dengan intensitas tinggi.
 
Dampaknya, fasilitas umum seperti jalan utama, tidak akan luput dari terjangan derasnya air yang datang dari hulu maupun luapan sungai terdekat. Bahkan, badan jalan semakin hari, kian tidak karuan. "Kalau sudah hujan, apalagi deras dan lama, ya pasti tergenanglah jalan dan rumah warga di beberapa dusun," jelasnya.
 
Seperti terlihat hingga kini, banyak terdapat lubang di badan jalan utama, sebagian lapisan atas badan jalan terkelupas, bahkan tumpukan lumpur bertahan hingga beberapa hari dan menyebabkan sulitnya akses.
 
Dari pengamatan Adi yang juga sebagai Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kualuh Leidong itu, banjir biasanya diantara pertengah Agustus hingga pertengahan September itu, juga merendam ribuan lahan warga.
 
Misalnya saja, perkiraan dirinya, mencapai seribuan hektar lahan sawit, seratusan hektar lahan karet hingga ratusan hektar areal hamparan tanaman padi hingga desa sebelah, akan terendam. "Jika tanaman pangan terendam, ya dampaknya terkadang gagal panen dan mengulang tanam kembali setelah air surut," kenang Adi.
 
Sedangkan untuk hasil tanaman sawit akibat rendaman air yang biasanya sampai berhari-hari baru surut, dipastikan menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Mahalnya biaya panen akibat lokasi tergenang dan tingginya ongkos transportasi karena jalan hancur, memungkinkan jatuhnya harga sawit disana. "Kalau banjir bisa dibilang setiap tahun, biasanya diantara bulan Agustus dan September. Kerugiannya fasilitas hancur, materi dan terhambatnya aktifitas masyarakat," bebernya.
 
Kerugian materi banyaknya tanaman pangan seperti sayuran akibat hantaman air itu, pun terjadi terhadap ternak, bahkan ada mati hingga hancurnya bangunan fasilitas umum yang dibangun oleh dana swadaya masyarakat maupun dari pemerintah.
 
Lebih jauh dipaparkan Adi, situasi berpuluh tahun itupun telah dilaporkan kepada Pemerintah Kabupaten Labura. Dalam surat yang dilayangkan beberapa hari lalu itu, fokusnya terhadap permohonan penanggulangan banjir.
 
Menurut masyarakat yang telah membubuhkan tandatangan di permohonan dengan tujuan kepada Bupati Labura, Hendri Yanto Sitorus (HYS), ada beberapa hal faktor utama penyebab banjir dan pola penanganannya. "Permohonan kita diterima pak Assisten 1, harapannya dilakukan pencucian hilir sungai agar aliran air menjadi lancar dan pembuatan benteng atau tanggul sungai disepanjang bibir sungai Air Hitam," terangnya.
 
Dirinya maupun warga disana berkeyakinan bahwa Bupati Labura, HYS akan segera menindaklanjuti agar keresahan secepatnya teratasi. "Kami yakin pak Bupati akan memperhatikan permohonan masyarakat dan berbuat semaksimal mungkin," harapnya.
1133