Home Ekonomi Diburu Pembaruan Zaman, Bank Sentral Disebut Wajib Lakukan Reposisi

Diburu Pembaruan Zaman, Bank Sentral Disebut Wajib Lakukan Reposisi

Jakarta, Gatra.com - Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, merujuk pada Bank for International Settlements (BIS) mengungkapkan bahwa bank sentral wajib melakukan reposisi. Dalam konteks Indonesia, bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia (BI).

Menurut Filianingsih, merujuk pada BIS, bank sentral wajib melakukan reposisi karena dua hal, yaitu inovasi yang terus berkembang dan sistem layanan pembayaran yang sudah berubah.

“Yang pertama itu karena digital inovasi yang luar biasa. Kalau dulu tahunan, sekarang harian, even jam-jaman, keluarnya inovasi itu,” ujar Filianingsih dalam agenda taklimat media virtual yang digelar pada Rabu, (3/11/2021).

“Yang kedua juga payment system services itu sudah berubah. Kalau dulu kita 10 tahun yang lalu mungkin tidak pernah membayangkan bahwa transasksi retail itu akan ada dominasi dari pelaku non-bank, tetapi itu terjadi saat ini,” imbuh Filianingsih.

Oleh karena itu, Filianingsih memandnag bahwa bank sentral wajib melakukan reposisi supaya ia tetap relevan seiring dengan perkembangan zaman. Selain menjadi relevan, dengan reposisi, bank sentral juga diharapkan mampu tetap melaksanakan mandat untuk menjaga stabilitas moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran.

Untuk menjawab tantangan itu, banyak bank sentral yang menciptakan blue print sistem pembayaran. BI sendiri, menurut Filianingsih, telah mengeluarkan blue print itu sejak tahun 2019.

Blue print tersebut terdiri dari lima visi yang diterjemahkan ke dalam lima insiatif utama di mana BI-Fast adalah salah satunya. BI-Fast merupakan sebuah sistem pembayaran cepat (fast payment).

“Bagaimana kita membentuk sistem pembayaran retail yang cemumu [cepat, murah, mudah] ah [aman dan handal], 24/7 tidak pernah berhenti,” ujar Filianingsih.

“[Kita harus] melakukan transformasi juga, dan kita menjaga keseimbangan karena kita tahu digitalisasi itu penuh dengan inovasi dan peluang dan seperti biasa bahwa setiap peluang itu selalu ada risikonya. Nah, kita selalu berusaha untuk menyeimbangkannya. Bagaimana kita mengoptimalkan peluang yang ada, tetapi juga memitigasi risikonya. Jadi kita ingin mendapatkan manfaat yang lebih besar daripada risikonya,” tandas Filianingsih.

127