Home Hukum Komnas Perempuan Ingin Kemenkes-KPPPA Bersinergi soal PDHA

Komnas Perempuan Ingin Kemenkes-KPPPA Bersinergi soal PDHA

Jakarta, Gatra.com – Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani, mengungkapkan, selama ini penanganan kasus kekerasan terhadap Perempuan yang Hidup Dengan HIV/AIDS (PDHA) itu terpisah. Padahal, tenaga kesehatan (nakes) mengetahui kliennya mengalami kekerasan tersebut.

"Selama ini, misalnya tenaga kesehatan yang merawat HIV/AIDS tahu dan dapat mengidentifikasi bahwa kliennya juga alami kekerasan. Namun, mereka tidak terlalu paham ke mana harus merujuk dan bagaimana membantu korban," tuturnya, melalui pesan instan kepada Gatra.com pada Kamis (2/12).

Oleh karenanya, kata Andy, jika mereka diberikan penguatan pengetahuan tentang cara penanganan kekerasan terhadap perempuan serta mekanisme rujukan, maka layanan akan dapat terintegrasi. Hal ini penting mengingat fasilitas kesehatan (faskes) dan ketersediaan nakes itu bisa sampai pelosok desa. 

"Juga perlu dikembangkan integrasi ini dalam kerangka Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, yang juga melibatkan aparat penegak hukum," sambungnya.

Sebaliknya, tulis Andy, bagi awak di pusat pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak, mereka perlu lebih sensitif dalam penanganan kasus tersebut. Misalnya dalam kasus perkosaan, perlu adanya pemeriksaan guna memastikan korban tidak terpapar HIV/AIDS selain penyakit kelamin menular, dan ini tidak bisa hanya dilakukan segera setelah terjadinya kekerasan tetapi juga memperhatikan masa jendela inkubasi virus.

Menurutnya, ini juga dalam kaitannya dengan perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sebab, terdapat kemungkinan terpapar dari pasangannya. Andy pun menyebut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dapat bersinergi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap PDHA.

Di samping itu, Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2017-2021, ada 229 kasus kekerasan terhadap PDHA yang 89%-nya mengalami lebih dari 1 bentuk kekerasan. Sementara 97% PDHA melaporkan kekerasan psikis, dalam bentuk stigma dan pengucilan, juga 12 kasus pengusiran dan 88% mengalami kekerasan seksual.

PDHA juga melaporkan kekerasan fisik yang dialami dalam bentuk penganiayaan. Selain itu, mereka juga mengalami kekerasan ekonomi, misalnya ditinggalkan dan ditelantarkan oleh pasangan.

118