Home Kesehatan Festival Tembakau Digelar di Yogya, Pemda Dinilai Ambigu Sikapi Rokok

Festival Tembakau Digelar di Yogya, Pemda Dinilai Ambigu Sikapi Rokok

Yogyakarta, Gatra.com – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut ‘Festival Tembakau’ yang berlangsung pada 22 - 24 Februari menjadi wisata pengalaman (experience Tourism) bagi wisatawan. Aktivis antirokok menyebut acara ini bentuk ambiguitas pemerintah.

Berlangsung di pabrik rokok legendaris Taru Martani, festival tembakau yang baru pertama kali digelar mengambil tema ‘Cinta Udud dan Bahagia’. Ada sebanyak 20 peserta dari produsen tembakau yang ambil tempat.

Direktur Taru Martani, Nur Ahmad Afandi, menyebut alasan hadirnya festival ini sesungguhnya untuk mengonsolidasikan pelaku usaha tembakau dari hulu sampai ke hilir.

“Ini agar mereka (petani tembakau) bisa saling mengenal, saling bertemu, kemudian berkolaborasi serta bersinergi dalam kegiatan usahanya. Selain petani tembakau, turut hadir pedagang tembakau olahan dan lomba melinting,” katanya, Selasa (22/2).

Nur menyebut di DIY sendiri terdapat 500 hektar lahan pertanian khusus tembakau dengan produksi 260 ton per tahun. Angka produksi itu meningkat empat kali lipat dibanding empat tahun sebelumnya.

Sebagai BUMD produsen rokok, Taru Martani menurut Nur melihat di era modern ini para petani dan pedagang tembakau berskala kecil dan menengah tak bisa lagi saling berkompetisi.

“Kami harapkan festival ini menjadi agenda tahunan ini dan menjadi media petani dan pedagang tembakau berkolaborasi,” katanya.

Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata DIY Don Charles menyatakan pihaknya menyambut baik festival tembakau dan diharapkan mampu menjadi magnet dan memberi warna baru pariwisata DIY.

“Ini bisa menarik minat penggemar tembakau, baik sebagai penikmat ataupun experience dari seluruh Indonesia datang ke Yogyakarta. Selain berwisata, mereka bisa menikmati tembakau dari seluruh Indonesia,” katanya.

Marketing Jayana Tobacco, Gio Ibrahim, menyebut keikutsertaan pabrik rokok dari Jepara tersebut di pameran ini untuk masuk ke pasar Daerah Istimewa Yogyakarta dengan produk tembakau rasa.

“Kami menghadirkan tembakau dalam berbagai rasa selain untuk menarik kembali perokok yang beralih ke vape. Juga membidik para perokok pemula,” katanya.

Berbagai varian rasa ini menurut Gio sangat laris manis penjualannya di berbagai kota besar di Indonesia. Namun di DIY tembakau rasa ini hanya menjangkau sebagian kecil toko tembakau.

Namun Vice Director Muhammadiyah Steps Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dianita Sugiyo, berpendapat bahwa festival tembakau yang bahkan dijadikan media promosi wisata oleh Dispar DIY ini adalah bentuk ambiguitas pemerintah.

“Hal itu bukan sesuatu hal yang dibenarkan. Kalau Dispar, yang merupakan entitas pemerintah, memandang menarik wisatawan dengan tindakan yang menimbulkan berbahaya bagi masyarakat. Merokok adalah tindakan berbahaya. Sangat tidak dibenarkan,” katanya.

Menurutnya, festival tembakau ini merupakan langkah untuk menyasar perokok pemula yang memiliki jangka panjang dalam membeli rokok dibandingkan perokok aktif.

Demikian juga dengan kehadiran tembakau berbagai rasa. Dian mengatakan produk itu adalah strategi marketing untuk memancing dan mengajak anak muda menjadi perokok.

 

Dari segi marketing, menyasar perokok lebih muda membuat masa penjualan rokok lebih lama. Selain itu, acara ini bentuk pancingan kepada anak muda untuk merokok.

“Festival ini adalah bentuk ambiguitas pemerintah. Sebagai regulator kawasan merokok dan tanpa rokok, kehadiran festival ini bisa memberikan manfaat jelek kepada orang lain. Dengan aturan itu, justru Dispar saya kira memberi hal yang tidak baik bagi kesehatan masyarakat,” katanya.

438