Home Politik Begini Kata Komisi II DPR dan PWI soal Kiprah Buzzer Jelang Pemilu 2024

Begini Kata Komisi II DPR dan PWI soal Kiprah Buzzer Jelang Pemilu 2024

Jakarta, Gatra.com – Di tengah riuhnya situasi politik dalam negeri, tak sedikit jumlah kelompok di masyarakat yang mengkhawatirkan kondisi tersebut akan makin parah dengan hadirnya pendengung (buzzer) politik di dunia maya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring mendefinisikan pendengung atau buzzer sebagai orang yang menyebarkan rumor atau gosip, terutama melalui media sosial, untuk menjadi perhatian banyak orang supaya hal tersebut menjadi perbincangan banyak orang.

Walau begitu, kekhawatiran yang dirasakan publik tak begitu mengusik Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, dan Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ilham Bintang.

Doli, misalnya, mengatakan bahwa eksistensi pendengung saat ini tak bisa dihindarkan. “Tidak ada lagi yang bisa menghindar. Kita kan ada di lapangan yang terbuka. Enggak bisa larang orang untuk masuk dan enggak masuk itu enggak bisa lagi. Itu realitas yang harus kita hadapi,” ujarnya dalam diskusi publik yang digelar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Kamis, (9/6/2022).

“Kalau misalnya enggak bisa larang, kita kan harus ikut terlibat di situ. Mau enggak mau, suka tidak suka,” imbuh politisi Partai Golkar itu.

Lebih lanjut lagi, Doli mendorong pers untuk tetap teguh pada nilai-nilai dasar jurnalistik dalam meliput berita. Ia ingin agar pers tak kalah saing dengan adanya pendengung di media sosial.

“Pers harus menjadi guardian-nya di situ. Bila perlu kalau bahasa kasarnya, ya jadi buzzer juga. Kira-kira begitu. Tapi buzzer syariah, buzzer perjuagan,” kata Doli.

Senada dengan Doli, Ilham menyatakan bahwa insan pers harus tahan banting ketika eksistensinya disaingi oleh pendengung. “Kita harus survive. Enggak boleh lemes, kejang-kejang di hadapan buzzer. Kita harus meningkatkan prinsip-prinsip media,” katanya.

Ilham menjelaskan bahwa kehadiran pendengung di iklim politik Tanah Air saat ini memang sedikit rumit. Menurutnya, pendengung sulit dikritik karena mereka tak terikat pada kode-kode etik tertentu. Pendengung tak seperti wartawan media massa yang terikat pada kode etik jurnalistik.

Buzzer kan sama dengan habib yang mengaku dokter. Enggak bisa you seenaknya mengkritik karena dia bukan dokter,” kata Ilham.

“Kitalah yang harus melipatgandakan diri. Insyaallah buzzer itu akan berhenti sendiri, apalagi kalau memang duitnya akan habis,” tandas Ilham.

80