Home Lingkungan Peneliti: Transisi Energi Baru Terbarukan Genting Untuk Segera Dilakukan

Peneliti: Transisi Energi Baru Terbarukan Genting Untuk Segera Dilakukan

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Non Government Organization (NGO) Institute for Essential Service Reform (IESR) menerbitkan laporan berjudul Indonesia Sustainable Finance Outlook (ISFO) 2023 dalam upaya merealisasikan pelaksanaan Paris Agremeent yang mendukung penurunan suhu bumi.  Direktur IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan bahwa penggunaan energi baru terbarukan sangat mungkin untuk diwujudkan sebagai pengganti bahan bakar fosil.

"Untuk mewujudkan Paris Agreement, kita memerlukan transisi energi, terutama dalam energi solar. Kita punya cukup sumber energi untuk ke depannya," katanya dalam diskusi bertajuk Advancing G20 Solar Leadership, Kamis (27/10).

Baca JugaBRIN: Transisi Energi Dilakukan untuk Tahan Kenaikan Suhu Global

Energi solar disebutnya memiliki keunggulan lain dibandingkan energi baru terbarukan (EBT) lainnya. Penggantian energi fosil ke solar dinilai merupakan salah satu yang paling murah. Pembangunan infrastuktur pendukung juga tidak membutuhkan banyak waktu sehingga bisa segera dilakukan. Selain itu, harga solar juga tidak banyak terpengaruh oleh situasi geo-politik seperti harga bahan bakar fosil

Menurut Fabby, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November nanti bisa menjadi ruang untuk mengelaborasi bagaimana impelentasi dan pemenuhan target penurunan gas rumah kaca yang akan dilakukan, salah satunya terkait energi solar. Fabby juga menuturkan bahwa regulasi dan kepemimpinan kepala negara akan menjadi penentu dalam mewujudkannya.

Senada, Chief of Operations International Solar Alliance, Joshua Wycliffe mengatakan bahwa KTT G20 bisa menjadi ruang awal untuk mendorong perwujudan transisi energi di Indonesia. "Fokus KTT G20 salah satunya juga terkait dengan transisi energi. Ini jadi platform yang baik untuk membentuk agenda secara nasional," katanya.

Menurut Joshua, transisi energi harus menjadi gaya hidup masyarakat. Hal ini bisa dimulai dari komitmen negara dan dicontohkan melalui perumusan kebijakan maupun implementasi nyata.

Baca jugaMahasiswa UI Hadirkan Solusi Praktis untuk Persoalan Energi Terbarukan di Indonesia

"Kita sampai di titik bahwa semua harus berkelanjutan. Jika perwujudan energi berkelanjutan tidak jadi gaya hidup dari semua sektor, maka tidak akan berhasil. Ini berlaku bagi semua negara. Semuanya perlu dipraktikkan," ujarnya.

Joshua juga menyebutkan bahwa laporan IESR bisa dijadikan sebagai acuan awal mengenai proses menuju transisi energi, terutama dalam memanfaatkan energi solar. Hasil penelitian itu bisa dijadikan sebagai road map, serta gambaran dasar penentu kebijakan.

Sebagai informasi, laporan ISFO 2023 membahas mengenai perkembangan pembiayaan transisi energi di Indonesia. Dalam mewujudkan penurunan suhu bumi, IESR memperkirakan biaya pengakhiran 9,2 GW Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sepanjang 2022-2030, termasuk biaya kompensasi atas pensiun dini seluruh PLTU pada 2045. Melalui gambaran ini, pemerintah nantinya diharapkan mampu membuat kebijakan yang mendukung pengurangan atau penghapusan sumber energi fosil, dengan memberi dukungan pendanaan yang serius dalam mendukung pembiayaan transisi energi.

188