Home Regional Kena Prank? Rugi Rp6 Miliar, Agus Menagih Janji Jokowi, Ratusan Alat Pertanian Pesanan Tak Diambil

Kena Prank? Rugi Rp6 Miliar, Agus Menagih Janji Jokowi, Ratusan Alat Pertanian Pesanan Tak Diambil

Madiun, Gatra.com– Utas mantan staf khusus Presiden Ke-5 RI, Heru Lulone dengan nama pengguna @her_alone, yang ditulis Selasa (08/11) lalu menjadi perbincangan warga net Twitter. Dalam tulisannya yang dibagi menjadi 11 cuitan Twitter itu diawali dengan kalimat kapital berbunyi Mempertanyakan Janji. Ia menyoroti terkait kunjungan dan janji Presiden RI saat ini, Joko Widodo, di sebuah pabrik produksi alat mesin pertanian di Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Selain menyebut nama pengguna twitter presiden @jokowi, ia juga menyebut nama pengguna lain, @KyaiMblebes. Pengguna asli dari akun itu bernama Agus Zamroni, 52 tahun. Saat dihubungi, Agus menyatakan bahwa kedekatannya dengan Heru bermula saat nama terakhir masih menjabat sebagai staf khusus Presiden Susilo.

“Waktu itu kami kesulitan pupuk. Kami bertemu di bandara dan ngobrol-ngobrol. Akhirnya kami dibantu, para petani-petani di wilayah Ponorogo-Madiun, waktu itu banyak dibantu oleh pak Heru untuk mendapatkan pupuk subsidi di zaman pak SBY. Terus kami kebetulan punya kemampuan memproduksi pupuk organik, terus sama beliau dibina,” terang Agus yang berasal dari Mililr, Dolopo, Kabupaten Madiun itu.

Menurutnya pada awal mula pembinaan oleh Heru, pupuk organik yang ia produksi dijual di lingkungan sekitar. Tapi karena melihat potensi, Heru meminta untuk memperbesar produksi dan meningkatkan kualitas. “Waktu itu ada kunjungan Petro (Petrokimia Gresik) ke Ponorogo dan kami diundang, kemudian Petro melihat ke tempat kami, saat itu kami diberikan kerjasama untuk pembuatan pupuk organik,” jelas Agus.

Namun demikian, utas Heru tidak membahas tentang produksi pupuk. Di Twitter, Heru menjelaskan terkait keresahan Agus, yang merupakan seorang pimpinan pabrik, diminta untuk memproduksi ratusan mesin oleh pemerintah, tetapi tidak ada kejelasan pembelian. Tulisan Heru tersebut dikonfirmasi kebenarannya oleh Agus saat dihubungi melalui panggilan seluler Rabu (16/11) siang.

Agus bercerita bahwa satu dekade lalu, tahun 2012, ia melakukan riset mesin panen yang terkecil yang ia juga sebut sebagai komben harvest terkecil untuk memanen padi. Dari risetnya, ia berusaha mendapatkan hak paten desain mesinnya. Ia mendapatkan paten desain mesin itu. Setelah berhasil mendapatkan paten, Agus ditanya oleh Heru terkait keinginannya untuk memproduksi. Ia pun tertarik dan tak hanya berhenti di desain. Untuk itu akhirnya Agus mendirikan dua perusahaan.

“Perusahaannya bernama PT Mitra Maharta dan PT Jogja Inovasi. PT yang pertama itu memproduksi mesin sedangkan PT Jogja Inovasi untuk menampung atau mewadahi riset-riset saya. Perbedaannya di situ,” jelasnya. Dari sana akhirnya ia membuat komben yang dibina Heru.

Menurut Agus, sudah banyak pejabat yang datang mengunjungi pabriknya itu. Beberapa di antaranya adalah mantan Gubernur Jatim, Soekarwo dan Imam Utomo. “Dulu pak Imam Utomo pernah liat saya nanam padi. Memang saya dari dulu sudah inovatif dalam pembenihan, dalam tanam padi, begitu awalnya,” ujarnya.

Setelah membuat PT tak tunggu lama ia pun memproduksi mesin pertanian dan menjualnya. Pada awal produksi di tahun 2013, ia mengaku dapat membuat hingga 20 mesin pertanian setahun. Awalnya, pembeli pun beragam. Beberapa pembeli datang dari pihak swasta, langsung petani, dan juga pemerintahan. “Kemudian kami tingkatkan-tingkatkan dan kami di tahun 2015 itu sudah punya kemampuan dan kapasitas produksi hingga 200 unit pertahun,” jelasnya.

Pada 6 Maret 2015 ia mendapat kunjungan dari Presiden Jokowi di pabriknya, PT Mitra Maharta. “Di sana beliau melihat-lihat. Pas itu juga ada anak-anak SMK, karena pabrik kami ini tempat untuk prakter kerja industri (prakerin) anak-anak SMK, terutama di Jawa Timur menjadi tujuan utama saat itu,” terangnya.

Saat kunjungan itu Agus menyatakan bahwa Presiden turut mencoba mesin panen yang ia rancang dan produksi di Jetis, Ponorogo, bersamaan dengan pemberian traktor di Ponorogo yang akhirnya diangkut kembali. Setelah mencoba mesin Agus Jokowi berkunjung ke pabrik Agus. Presiden menyatakan pada Agus bahwa pemerintah tahun itu membutuhkan 60.000 unit mesin pertanian. Agus pun ditanya kesanggupannya menyediakan mesin.

“Saya (bisa menyiapkan) 200, pak, untuk komben,” ujar Agus menjawab pertanyaan Presiden. Jokowi menimpali bahwa kapasitas produksi Agus itu masih terlalu kecil dan belum sebanding dengan kebutuhan pemerintah. Ia pun bertanya kepada Agus terkait kemampuannya untuk meningkatkan kapasitas produksi.

Di hadapan Mentan saat itu, Amran Sulaiman, Gubernur Jatim saat itu, Soekarwo, Bupati Madiun saat itu, H. Muhtarom, serta pejabat lain yang hadir, ia menyatakan bahwa masalah yang ia hadapi ketika ingin meningkatkan kapasitas produksi adalah terkait permodalan. Di sana pun hadir dari pihak perbankan yang ditawari untuk memberikan modal pada Agus.

Setelah itu Agus kembali ditanya kesiapan produksi. Ia menjawab dua kali lipat dari angka pertama. Namun, Presiden masih menyebut angka 400 itu kecil dan belum sesuai. “Akhirnya saya sama Pak De Karwo (Soekarwo) disarankan untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Akhirnya pak Jokowi tanya lagi ‘berapa?’ Saya jawab 100, pak. Saya suruh mengiyakan, ya saya iyakan,” jelas Agus.

Setahun sejak kunjungan Jokowi ke pabriknya, Agus mengaku bahwa di tahun 2016 ia telah menyediakan 1000 unit. Namun, ia resah lantaran produk buatannya itu tidak diambil. Baru pada 2017 ia mengaku bahwa produknya diambil sebanyak 10 unit dari 1000. “Padahal di tahun 2016 itu saya sudah terus koordinasi. Setelah kunjungan itu saya menghadap pak menteri, Amran Sulaiman, saya sudah ke sana, berkirim surat. Terus saya tanyakan, ‘bagaimana ini pesanannya pak?’ Tapi tidak ada jawaban,” kenang Agus.

Ia mendapat tanggapan dari Kementerian Perindustrian untuk melakukan pembinaan dari sisi produknya. Namun, ia tetap mengharapkan surat-surat yang ia kirim ke Kementerian Pertanian itu mendapatkan balasan. “Saya bersurat terus. Hampir setahun dua kali saya menannyakan, tapi tidak pernah ada balasan,” terang Agus.

Akhirnya pada 2018 mesin buatannya kembali diambil sebanyak 10 unit dan setelah ia bersurat kembali pada awal 2020 sebelum pandemi mesin rancangannya diambil sebanyak 50 unit. “Habis itu sampai sekarang tidak diambil. Nah sambil menunggu itu ya saya menawarkan ke daerah-daerah itu. Akhirnya ada beberapa daerah yang membeli. Karena kalau dibiarkan lama-lama tanpa kepastian saya, kami bisa mandiri. Kami tidak ada PHK, karyawan masuk terus, kami harus menggaji, kami mulai kesulitan mengangsur hutang-hutangnya itu,” ujarnya.

Dari hasil jual mandiri yang ia lakukan Agus mengaku saat ini mesin yang tersisa 490 unit. Agus mengaku banyak terbantu mencicil atau menutup hutang dari hasil penjualan aset usaha bus pariwisata kecil-kecilan yang ia miliki. Ia masih menanti kepastian dari mesin-mesin yang tersisa karena hutang yang masih tersisa masih 6 miliar rupiah di Bank.

Dari peristiwa itulah akhirnya Agus menghubungi Heru yang akhirnya menuliskan utas di Twitter miliknya. “Ya kalau dibilang rugi ya rugi. Karena apa? Wong harusnya itu kan pesanannya diambil. Itu untuk biaya produksinya saja cukup lumayan besar, lah kalau kita nanggung bunganya segitu? Sudah berapa tahun? Dari 2015 bulan Juli sampai sekarang. Terbukti saya sudah tidak mampu lagi menghidupkan usaha busnya. Jadi setiap tahun saya jual bus, jual aset, untuk menutupi hutang,” terangnya.

Karena masih bertanya-tanya dengan jawaban Presiden terkait hasil produksinya, Agus mengaku sempat mencegat Jokowi yang berkunjung ke Ngawi. “Jadi setiap Presiden itu mau kunjungan ke area Madiun dan sekitarnya, saya datang, saya selalu dicegat sama aparat dikira mau ngapa-ngapa. Padahal saya tidak ada apa-apa cuma mau mengingatkan pak Presiden. Kasihan. Karena dia sudah berstatement di hadapan publik, di hadapan media, di hadapan pekerja saya dan anak-anak SMK, tapi ternyata tidak ada wujudnya kan kasihan,” jelasnya.

“Apalagi beliau mengeluarkan Perpres penguatan produk dalam negeri terus beliau mengeluh ‘pacul saja import, sabit saja import’ tapi apa realisasinya ketika kami-kami sudah riset?” kata Agus. Ia mempersilahkan untuk melihat riset-riset terbarunya dalam bidang mesin pertanian. Salah satunya ia menjelaskan pengusir burung dan tikus yang sistem kerjanya ia klaim menggunakan ultrasonik.

“Kenapa pemerintah tidak punya langkah untuk mengembangkan temuan saya ini (alat pengusir burung dan tikus)? Kalau petani dibiarkan memasang setrum, kabel-kabel terbuka di sawah-sawah, kan korbannya petaninya juga, manusia juga. Sekarang sudah berapa puluh manusia meninggal karena itu. eh kok gak ada respon pemerintah untuk mengembangkan ini. Entah itu dari BRIN atau lembaga riset mana. Nah, ini yang saya prihatin dalam pengembangan teknologi di Indnesia ini. kayanya lebih senang import. Timbang karya anak negerinya,” ujarnya.

Ia berharap agar Jokowi meninggalak legacy yang baik. “Dalam artian ada dukungan real terhadap pengembangan industri dalam negeri. Jadi jangan hanya bisa mengeluh. Pak Jokowi kan hanya bisa mengeluh ‘masa cangkul saja import, sabit saja import’ tetapi ketika anak negeri berporduksi beliau sudah kunjungi, sudah saksikan, itu tidak ada pembinaannya sama sekali,” terangnya.

Agus juga menyatakan bahwa sejak dirinya mulai memproduksi alat mesin pertanian, tidak ada sama sekali pembinaan. Ia juga berharap agar usahanya itu dihidupkan kembali oleh Presiden yang telah memesan 1000 alat panen itu. “Karena usaha ini menjadi tumpuan untuk Prakerin anak-anak SMK di wilayah Jatim dan tempat praktikum para mahasiswa. Hari ini kami kesulitan. Kami menolak terus permintaan untuk Prakerin dan praktikum itu karena pabrik sedang sepi,” terangnya.

Ia sangat menyayangkan fakta absennya siswa prakerin dan magang mahasiswa di tempatnya karena itu merupakan dukungan agar anak negeri bisa berkarya. “Pemerintah ini tidak acuh dan tidak peduli kepada anak negeri yang sedang mengembangan teknologi asli Indonesia yang sudah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia. Sementara pemegang kebijakan sukanya hanya impor, impor, impor atau mendatangkan barang dari luar negeri dikasih merk Indonesia. Ini yang kami protes. Harusnya ada penguatan atau payung hukum untuk melindungi industri kami. Harapan saya pak Jokowi sadar akan hal ini,” pungkasnya.

1433