Home Ekonomi Antisipasi Badai PHK, Pengusaha Minta Sejumlah Kelonggaran

Antisipasi Badai PHK, Pengusaha Minta Sejumlah Kelonggaran

Jakarta, Gatra.com-Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menghantui sejumlah perusahaan. Ditengah ketidakpastian global dan ancaman resesi,  pengusaha meminta pemerintah mengambil sikap dan merumuskan kebijakan yang ramah pada pengembangan serta keberlanjutan usaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani menyatakan pemerintah perlu ambil sikap karena pengusaha mengaku sudah mati-matian melakukan efisiensi bisnis selama pandemi Covid-19. Sejumlah kebijakan yang lebih ramah terhadap perkembangan bisnis menjadi tuntutan para pelaku usaha.

"Terus terang kalau ditanya solusi efisiensi, kami sudah bingung jawabnya," ujar Hariyadi dalam Seminar Indef tentang Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023, di Jakarta, Senin (5/12). Adapun sejumlah hal yang diharapkan pengusaha kepada pemerintah, salah satunya yakni terkait aturan fleksibilitas pengurangan jam kerja karyawan.

"Pokoknya yang penting jangan PHK dulu deh, kurangi jam kerja," tuturnya.

Baca jugaMarak PHK Karyawan Tekstil, Kemnaker Imbau Industri Utamakan Dialog

Selain itu, Hariyadi menyebut pemerintah perlu melonggarkan kebijakan soal iuran jaminan hari tua (JHT) dalam program BPJS Ketenagakerjaan hingga kondisi usaha membaik. Seperti diketahui, pembayaran JHT diatur sebesar 5,7% dari upah pekerja di mana sebesar 2% dibayarkan oleh pekerja dan 3,7% dibayarkan oleh perusahaan.

Di sisi lain, badai PHK dominan datang dari sektor padat karya berorientasi ekspor. Hariyadi mengatakan pemerintah perlu mempercepat finalisasi perjanjian dagang dengan sejumlah negara potensial. Misalnya, negara-negara di kawasan Eropa.

"Sebetulnya saat ini kita punya potensi juga untuk masuk ke Eropa meski di tengah isu resesi mereka, tetapi ada peluang," ungkapnya.

Baca jugaOmbudsman Minta Pemerintah Cepat Atasi Badai PHK

Eropa menurutnya menjadi strategis untuk pasar ekspor lantaran RI masih dinilai baik dan jauh dari isu-isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Konsumen di Eropa, kata Hariyadi, lebih memilih produk asal Indonesia dibandingkan Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Bangladesh yang dianggap negaranya melanggar HAM. Karena itu, percepatan perjanjian perdagangan dinilai menjadi solusi dari tingginya bea masuk yang ditetapkan benua biru terhadap produk-produk dari luar.

"Indonesia masih dianggap baik, tapi sayangnya perjanjian dagang kita belum tuntas," ucapnya.

Sejalan dengan itu, Hariyadi yang mewakili dunia usaha juga menekankan pemerintah kudu kompak dalam menjaga stabilitas politik jelang pesta demokrasi 2024. Ia menilai selama ini, antara negara dan sektor usaha belum sejalan di banyak hal, alias masih fokus pada kepentingan masing-masing. Kepentingan politik di sisi pemerintah, dan kepentingan bisnis di sisi pengusaha.

"Kolaborasi kita belum jalan. Nanti kalau dalam keadaan babak belur, dua-duanya bonyok," tandasnya.

107