Home Hukum 4 Poin Penting dalam Sidang Sambo Cs Kemarin

4 Poin Penting dalam Sidang Sambo Cs Kemarin

Jakarta, Gatra.com - Sebanyak tiga orang ahli telah dihadirkan dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J, pada Rabu (21/12) kemarin. Adapun ketiga saksi ahli yang dihadirkan antara lain:

1. Reni Kusuma Wardhani (Ahli Psikologi Forensik)

2. Effendi Saragih (Ahli Pidana)

3. Alpi Sahari (Ahli Pidana)

Dalam persidangan itu, para saksi ahli mengungkapkan sejumlah fakta dan analisis di balik peristiwa penembakan yang menewaskan Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat pada Jumat, 8 Juli lalu.

Gatra.com telah merangkum sejumlah fakta persidangan penting yang dituturkan dalam kesaksian para ahli pada Rabu (21/12) kemarin. Berikut empat di antaranya:

1. Ahli Ungkap Potensi Terdakwa Lakukan Tindak Pidana

Ahli Psikologi Forensik Reni Kusuma Wardhani mengungkapkan potensi yang dimiliki lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J untuk melakukan suatu tindak pidana.

Reni mengatakan, meski kelimanya tergolong dalam kondisi kepribadian yang normal, namun beberapa sosok justru cenderung menunjukkan potensi perilaku agresi, sebagai dampak dari pola kepribadiannya. Keduanya adalah Ferdy Sambo dan Bharada E.

"Di sini, [salah satunya] Pak Ferdy Sambo yang memang emosinya mudah sekali naik, terutama jika itu menyangkut harga diri, martabat, dan sesuatu yang menurut budayanya harus dipertahankan. Ini memang menjadi risiko untuk bisa melakukan agresi," kata Reni, dalam persidangan Rabu (21/12).

Selain Sambo, Reni juga menyoroti taraf kepatuhan Bharada E yang menurutnya juga berisiko menimbulkan perilaku agresi. Sebagaimana sebelumnya, Reni menyebut Bharada E memiliki kecenderungan untuk melakukan bentuk tindakan destructive obedience, atau kepatuhan yang bersifat merusak.

"Terutama jika dia (Bharada E) dihadapkan pada figur otoritas yang lebih tinggi posisinya dari dirinya. Itu kurang dapat memberikan satu perilaku yang asertif," ungkapnya.

Menurut Reni, pola perilaku Bharada E berbeda dengan Ricky Rizal, yang pada dasarnya memiliki taraf emosi yang lebih stabil. Sementara itu, Reni tidak menemukan adanya karakteristik khas dari pola perilaku agresi dalam kepribadian Kuat Ma'ruf. Hal tersebut juga berlaku sama pada Putri Candrawathi.

2. Putri Candrawathi Butuh Sosok yang Memberinya Rasa Aman

Reni Kusuma Wardhani menyebut kepribadian Putri Candrawathi menunjukkan bahwa istri Ferdy Sambo itu memiliki kebutuhan tinggi terhadap figur yang dapat memberinya perasaan aman. Reni menyebut, hal itu berhubungan dengan kondisi emosional Putri Candrawathi.

"Dia (Putri) ini ada semacam dependensi secara emosional kepada orang yang bisa menjadi objek bergantungnya. Seperti itu," ungkap Reni Kusuma Wardhani.

Menurut Reni, ketergantungan itu dapat terjadi di antara Putri dengan orang tuanya atau bahkan sosok sang suami. Namun demikian, ia tak menepis bahwa ketergantungan itu juga mungkin ditunjukkan pada sosok ajudan yang dipercayainya. "Bisa juga [kepada ajudan], jika ajudan itu memberikan rasa aman kepada dirinya, dia akan percaya kepada orang tersebut," ujar Reni.

Menurut Reni, hal itu juga berlaku ketika Putri berada dalam kondisi yang membuatnya merasa takut. Ketika berada dalam situasi demikian, ia juga cenderung akan mencari sosok yang dikiranya mendatangkan rasa aman baginya dan menceritakan peristiwa yang dialaminya terhadap orang tersebut.

3. Ahli Pidana Sebut Daya Paksa dan Kondisi Kejiwaan Bisa Jadi Alasan Pemaaf Bharada E

Ahli Pidana Alpi Sahari menggarisbawahi adanya kecenderungan daya paksa atau overmacht, dalam kronologi peristiwa pembunuhan Brigadir J. "Tadi dikatakan, ada daya paksa seseorang untuk melakukan perbuatan itu," kata Alpi Sahari, saat memberikan keterangan di persidangan tersebut.

"Daya paksa itu timbul dari seseorang, ada juga yang timbul dari suatu keadaan. Ya, inilah yang dikatakan sebagai overmacht itu," ujar Alpi.

Alpi berpendapat, pengaruh daya paksa itu juga dapat ditelaah dari kondisi kejiwaan Bharada E. Meski tak menjelaskan secara spesifik mengenai kondisi kejiwaan yang ia maksud, hal itu dipandangnya dapat menjadi salah satu alasan pemaaf atas tindak pidana yang telah Bharada E lakukan.

"Kalau saya berpendapat, ini pendapat, ya, bisa nanti dia dikualifikasi sebagai alasan pemaaf," tuturnya.

4. Ahli Pidana Sebut Hasil Uji Poligraf Dapat Menjadi Alat Bukti

Ahli pidana Effendi Saragih menyatakan bahwa hasil uji poligraf atau tes kebohongan dapat digunakan sebagai alat bukti, dalam suatu perkara pidana. Hal itu pun ia ungkapkan berdasarkan salah satu ketentuan dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Kalau melihat hasil, (uji poligraf) itu adalah merupakan produk yang dikeluarkan dari sistem elektronik. Maka, poligraf itu merupakan dokumen elektronik, dan dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 UU ITE nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU ITE nomor 11 tahun 2008," ujar Effendi Saragih, dalam persidangan Rabu (21/12).

304