Home Hukum Dinilai Bahayakan Petani, 11 Organisasi Gugat PP Bank Tanah ke MA

Dinilai Bahayakan Petani, 11 Organisasi Gugat PP Bank Tanah ke MA

Jakarta, Gatra.com - Sebelas organisasi masyarakat sipil mengajukan permohonan uji formil dan materiil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Badan Bank Tanah ke Mahkamah Agung (MA). Pada intinya, mereka meminta agar pembentukan Bank Tanah disetop.

"Kami 11 organisasi masyarakat sipil bersepakat mendaftarkan gugatan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Badan Bank Tanah (PP 64/2021) kepada Mahkamah Agung (MA). Gugatan ini mencakup permohonan Uji Formil dan Uji Materiil PP 64/2021," kata Koordinator Sebelas Organisasi Masyarakat Sipil Dewi Kartika, di gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (13/2)

Gugatan ini mencakup permohonan uji formil dan materiil PP 64/2021 yang dinilai bertentangan dengan: 1) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA); 2) UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah; 3) UU 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; dan 4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (Putusan MK 91), yang menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) Inkonstitusional bersyarat.

Baca Juga: Terdesak Perubahan Iklim, Empat Warga Pulau Pari Gugat Semen Holcim ke Pengadilan Swiss

Menurut gabungan organisasi itu, rumusan pasal mengenai Bank Tanah gagal masuk melalui RUU Pertanahan versi Pemerintah dan DPR RI tahun 2019, kemudian masuk lagi melalui RUU Cipta Kerja hingga akhirnya pembentukannya disahkan lewat UU Cipta Kerja.

Menurut Dewi, PP Bank Tanah cacat materiil serta dapat membahayakan petani dan mengkhianati konstitusi. Ia menilai peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Sebab, jutaan hektare tanah masyarakat terancam dikuasai sepihak oleh badan baru Bank Tanah. Tidak adanya pengawasan terhadap Bank Tanah, menurut dia, berpotensi melahirkan praktik yang sarat akan conflict of interest.

"Kehadiran Bank Tanah dengan kewenangan dan fungsi yang luar biasa luas dan kuat, baik fungsi privat maupun publik, tidak dilengkapi dengan pengawasan yang ketat dan terbuka, sehingga ia berpotensi melahirkan praktik-praktik yang sarat conflict of interest antara kepentingan privat-publik, kepentingan profit-nonprofit, kepentingan rakyat dengan kepentingan elite bisnis-penguasa," terang Dewi.

Baca Juga: Banyak Dukanya, 20 Tahun Kawasan Hutan Bakau Bantul Hanya Mencapai 3,5 Hektar

Gerakan reforma agraria yang terdiri dari gerakan petani, gerakan masyarakat adat, gerakan nelayan, gerakan buruh, gerakan perempuan, gerakan lingkungan, gerakan HAM, gerakan pemuda-mahasiswa bersama para pakar/akademisi pun telah memberikan saran, masukan dan kritik substantif hingga sikap penolakan terhadap rencana pemerintah membentuk badan baru pengelola dan pengatur penguasaan serta pendistribusian tanah yang bernama Badan Bank Tanah.

Dewi juga menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan telah dinyatakan cacat formil. MK pun memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Oleh sebab itu, kami juga menilai bahwa PP 64/2021 sebagai peraturan pelaksana langsung dari UU Cipta Kerja harus pula dinyatakan cacat formil oleh MA," kata Dewi.

Baca Juga: RI Terima Dana Rp718,4 Miliar dari UNDP untuk Aksi Iklim

Sebaliknya, pemohon gugatan menilai, pemerintah memilih untuk tidak tunduk pada putusan MK dan bersikeras menjalankan Bank Tanah di lapangan, yang spirit dan prinsip kerjanya juga dinilai bertentangan dengan Pasal 2 Ayat (2) dan Pasal 20 Ayat (1) UUPA.

"Akibatnya, jutaan hektar tanah masyarakat terancam diambil alih dan dikuasai sepihak oleh badan baru Bank Tanah sebagai jalan menyimpang untuk memenuhi kebutuhan tanah investor dan badan usaha besar," ujar Dewi.

Lebih jauh, menurut pemohon, terlihat jelas pembentukan Bank Tanah yang menempatkan tanah sebagai barang komoditas semata telah mengkhianati cita-cita kemerdekaan Bangsa, Konstitusi dan UUPA1960 yang menghendaki agar bumi, air dan kekayaan alam diatur, dijaga dan dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran serta kebahagiaan rakyat Indonesia.

306