Home Politik SBY: Ingin Ubah Sistem Pemilu, Libatkan Rakyat!

SBY: Ingin Ubah Sistem Pemilu, Libatkan Rakyat!

Purworejo, Gatra.com - Setelah lama tak bicara politik, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, akhirnya angkat bicara mengenai isu penggantian sistem Pemilu. Pria yang akrab dipanggil SBY itu kini mengaku lebih menggeluti dunia seni dan olahraga. Dalam rilis media yang disampaikan kepada wartawan, SBY mengaku pendapatnya adalah murni berangkat dari niat dan tujuan baik.

"Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem Pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. Informasinya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutus mana yang hendak dipilih dan kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," kata SBY dalam keterangannya, Minggu (19/02)

Ia pun ragu, apakah benar sebuah sistem Pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai dan diklaim sesuai dengan agenda dan 'time-line' yang ditetapkan oleh KPU. "Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan? Ini tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini," kata pendiri Partai Demokrat ini.

Lanjutnya, apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, misalnya situasi krisis tahun 1998 silam sehingga sistem Pemilu mesti diganti di tengah jalan. Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang' bagus jika dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK.

"Sangat mungkin sistem Pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan, karena saya juga melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka - tertutup semata," kata ayah dari Ketum Partai Demokrat, AHY tersebut.

Menurut hematnya, dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan dalam sistem demokrasi yang sehat, ada semacam konvensi, baik yang bersifat tertulis maupun tidak. Maksudnya adalah, jika hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem Pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu dilibatkan.

Pelibatan rakyat bisa melalui sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal. "Menurut saya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan (power) yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan 'hajat hidup rakyat secara keseluruhan'. Menurut pendapat saya, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan bukan pula kebijakan (policy) biasa, yang lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional (kebijakan pembangunan misalnya)," ungkapnya.

Bagaimanapun, rakyat perlu dilibatkan atau diajak bicara,jharus mendengarkan pandangan semua pihak.

"Bahwa mengatakan, 'itu urusan saya dan saya yang punya kuasa' untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak. Sama halnya dengan hukum politik 'yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah' ttentu juga bukan pilihan kita. Hal demikian tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kita anut bersama," ujar SBY.

Consensus building yang sering diwujudkan dalam musyawarah untuk mufakat, berdialog dan berembuk, take and give, itulah nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendiri republik dahulu. "Saya mempelajari secara mendalam, bagaimana dengan cerdas dan arifnya, founding fathers kita, Bung Karno, Bung Hatta, Yamin, Supomo, Ki Bagus dan lain-lain, bersedia untuk berembuk dan saling mendengar untuk merumuskan dasar-dasar negara baru (Republik Indonesia) yang dinilai paling tepat," kata SBY.

Dalam memahami sistem Pemilu rakyat sangat perlu diberi pemahaman yang gamblang. Rakyat harus diberi tahu jika menggunakan sistem proporsional tertutup, mereka harus memilih Parpol. Partai politiklah yang hakikatnya menentukan siapa yang akan menjadi wakil rakyat.

Sementara, jika sistem proporsional terbuka yang dianut, rakyat bisa memilih partainya, bisa memilih orang yang dipercayai bisa menjadi wakilnya, atau memilih keduanya, partai dan orangnya (calon wakil rakyat).

"Rakyat sungguh perlu diberikan penjelasan tentang rencana penggantian sistem Pemilu ini, karena dalam pemilihan umum merekalah yang paling berdaulat. Inilah jiwa dan nafas dari sistem demokrasi. Saya memang tidak hendak menyampaikan pikiran saya tentang mana yang paling tepat antara sistem proporsional tertutup versus sistem proporsional terbuka. Meskipun saya punya sejumlah pandangan dan pemikiran, namun bukan itu intinya," kata SBY.

SBY juga mengingatkan bahwa, perkara besar yang kini tengaj ditangani MK adalah isu fundamental dalam perjalanan bangsa ini. Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Maka keputusan MK diharapkan tak keliru karena tentunya bukan sejarah seperti itu (keliru) yang diinginkan.

Mungkin, tambah SBY, ada pihak yang bicara bahwa, tidak ada yang tak bisa diubah di negeri ini, konstitusi pun bisa saja diubah, demikian juga dengan sistem Pemilu. Pendapat demikian menurutnya, tidaklah salah dan dapat dimengerti.

"Kalau sebuah konstitusi, undang-undang dan juga sistem pemilu hendak diubah; mengapa dan bagaimana semua itu diubah? Bangsa yang maju dalam tatanan kehidupan yang baik, mesti mengedepankan pentingnya what (apa), why (mengapa) dan how (bagaimana). Dalam perjalanan ke depan, negeri ini harus memiliki budaya untuk selalu mengedepankan the power of reason (kekuatan akal). Begitulah karakter bangsa yang maju dan rasional," ujarnya.

Menurut SBY, permasalahan bangsa mesti dilihat secara utuh dan seraya tetap berorientasi ke depan, serta untuk memenuhi aspirasi besar rakyatnya. Bukan pikiran dan tindakan musiman, apalagi jika bertentangan dengan kehendak dan pikiran bersama kita sebagai bangsa.

209