Home Nasional Ironi Pejabat Publik Rangkap Jabatan Dipertontonkan, ICW: Ada Konflik Kepentingan

Ironi Pejabat Publik Rangkap Jabatan Dipertontonkan, ICW: Ada Konflik Kepentingan

Jakarta, Gatra.com - Rangkap jabatan pejabat publik masih kerap terjadi di Indonesia. Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter mengatakan bahwa rangkap jabatan di pemerintah dan lembaga beririsan dengan konflik kepentingan.

"Mengapa rangkap jabatan masih dilakukan? Tidak ada aturan spesifik di Indonesia, khususnya di sektor penegakan hukum. Rangkap jabatan pasti beriringan dengan konflik kepentingan," ujarnya dalam "Diseminasi Hasil Studi Kasus Konflik Kepentingan dalam Rangkap Jabatan Aparat Penegak Hukum" yang digelar secara hybrid, Selasa (28/2).

Menurutnya, secara definisi, kata konflik kepentingan telah menggambarkan maknanya. Konflik kepentingan menggambarkan situasi ketika bertentangan dengan tanggung jawab dan tugas utamanya demi mendapat keuntungan pribadi.

Baca Juga: Rangkap Jabatan di BUMN Tidak Adil

"Tidak selalu motif ekonomi, tidak harus keuntungan langsung yang diperoleh. Tapi ada situasi mempengaruhi keputusan yang tidak adil, itu sudah konflik kepentingan," katanya.

Ia menyinggung adanya kasus Rektor UI, Ari Kuncoro pada 2021 lalu yang merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank BUMN. Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Statuta Universitas Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 dalam pasal 35, dinyatakan rektor dilarang menjabat pada BUMN/BUMD/ataupun swasta. 

“Ini membuatnya melanggar aturan sebab berstatus sebagai komisaris,” katanya.

Namun, tak lama berselang, pemerintah menerbitkan PP Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diundangkan Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly. Dalam versi ini, larangan Rektor UI merangkap jabatan memang ada, tapi berubah versi. 

Sebelumnya, isinya menggunakan kata 'pejabat', namun yang terbaru, diganti menjadi 'direksi' BUMN/BUMD/swasta. Jadi, tak ada lagi larangan Rektor UI rangkap jabatan komisaris, kecuali menjadi direktur suatu perusahaan.

Baca Juga: Rangkap Jabatan di BUMN Dinilai Langgar Etika Publik

Lola mengatakan bahwa kasus ini menunjukkan adanya konflik kepentingan yang justru mempengaruhi perumusan aturan.

"Lucunya, yang diubah Statuta UI, memberi ruang bagi mereka untuk rangkap jabatan. Hal-hal seperti ini, belum tentu hukum merefleksikan nilai luhur. Jangan-jangan hukum digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan, bukan niat baik untuk menegakan pemerintahan berintegritas," ucapnya.

Lola juga membahas kasus Ketua MPR, Bambang Soesatyo yang menggunakan website MPR untuk mempublikasikan berita terkait perannya sebagai Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI). 

Menurutnya, ini merupakan penyalahgunaan wewenang akibat rangkap jabatan yang terjadi.

"Kesannya remeh, tapi website yang dikelola anggaran negara dan diperuntukkan untuk tugas kelembagaan dipakai memberitakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan tugas negara. Ini contoh penyalahgunaan fasilitas yang disediakan negara akibat jabatan seseorang," ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa pihaknya terus mendorong pejabat publik yang punya konflik kepentingan untuk mundur. Ini dilakukan sebagai penerapan etika pejabat publik.

Baca Juga: MK Bolehkan Ada Wamen Namun Dilarang Rangkap Jabatan

"Kami sudah sering mengatakan untuk mendorong pejabat publik yang punya konflik kepentingan mundur. Kesannya tidak melanggar hukum tetapi ada etika pejabat publik yang dilanggar. Kalau sudah pejabat tinggi negara, etika ada di atas hukum, artinya dialah yang kemudian mempengaruhi pembentukan hukum. Sayangnya kita memperlakukan etika pejabat publik seadanya, bukan sebagaimana seharusnya," katanya.

222