Home Nasional Presiden Jokowi Luncurkan Program Penyelesaian Non Yudisial HAM Berat, Komnas HAM Ingatkan Soal Ini

Presiden Jokowi Luncurkan Program Penyelesaian Non Yudisial HAM Berat, Komnas HAM Ingatkan Soal Ini

Jakarta, Gatra.com- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan sejumlah rekomendasi sehubungan dengan diluncurkannya Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM berat di Indonesia. Hal ini diluncurkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Rumah Geudong Bilie Aron di Pidie, Aceh pada Selasa lalu (27/6).

"Korban merupakan subjek yang memiliki hak atas keadilan, kebenaran, pemulihan, dan pencegahan keberulangan, dan dalam setiap proses mekanisme non yudisial, pemerintah perlu mendengarkan aspirasi korban," ucap Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro melalui keterangannya pada Minggu (02/7).

Komnas HAM menegaskan, jumlah korban yang ada saat ini diperkirakan belum final sehingga jumlahnya akan dapat terus bertambah. Upaya konkret dari Pemerintah Indonesia untuk memproses 12 kasus HAM berat yang sudah diakui memang perlu diapresiasi. Namun, Komnas HAM mengingat, masih ada kasus-kasus HAM berat lain yang perlu diperhatikan.

"Ada sejumlah kasus pelanggaran HAM yang berat yang telah diselidiki Komnas HAM yang korbannya belum mendapatkan hak-haknya, di antaranya: Timor-Timur, Tanjung Priok, Abepura, dan Bener Gajah Timang Meriah," jelas Atnike.

Komnas HAM pun meminta agar bantuan-bantuan yang akan diterima para korban pelanggaran HAM berat dibedakan dengan jenis bantuan sosial pada umumnya. Pemerintah juga diminta untuk memerhatikan kebutuhan khusus para korban, terutama mereka yang merupakan lansia, korban kekerasan seksual, anak-anak, dan penyandang disabilitas.

Atnike menyebutkan, memorialisasi juga dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk pemulihan kolektif dan simbolik yang sekaligus bisa menjadi ruang bagi masyarakat untuk mengenang kalau pelanggaran HAM berat pernah terjadi. Namun, Komnas HAM mengingatkan agar memorialisasi perlu didiskusikan dengan korban dan komunitas.

"Agar tidak menimbulkan polemik yang kontra produktif terhadap upaya-upaya non yudisial maupun yudisial," kata Atnike lagi.

125