Home Kebencanaan Keluarga Korban KM Mega Top III Akan Kembali Gugat PT KJL

Keluarga Korban KM Mega Top III Akan Kembali Gugat PT KJL

Tapanuli Tengah, Gatra.com - Tujuh keluarga korban kapal tenggelam KM Mega Top III pada akhir 2017 lalu di Perairan Laut Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut), tengah mempersiapkan gugatan kembali kepada pemilik PT KJL karena dianggap tidak mematuhi keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI).

PT KJL yang bergerak di sektor perikanan yang terletak di kawasan Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Tapteng ini, memberikan uang santunan jauh lebih kecil dari keputusan MA sebesar Rp118 juta lebih.

Sebelumnya, MA pada 30 Mei 2022 mengeluarkan surat keputusan perkara No 650 K/Pdt.Sus-PH/2022 yang menghukum PT KJL untuk membayarkan hak-hak ahli waris almarhum (Alm) Rizki Hermansyah Tanjung, (Alm) Riyon Efendi, (Alm) Riswandi Nasution, (Alm) Muhammad Agusabdi Tanjung, (Alm) Dedi Sapran Caniago, (Alm) Muhammad Ali, dan (Alm) Akhiruddin, berupa santunan kematian karena kecelakaan kerja dan meninggal dunia dengan total sebesar Rp831 juta lebih atau ahli waris masing-masing berhak menerima Rp118 juta lebih setelah dikurangkan pembayaran oleh tergugat sebesar Rp5 juta.

Putusan MA tersebut memperkuat amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri (PN) Medan sebelumnya pada 12 Agustus 2021 dengan nomor putusan 149/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Mdn atas gugatan ke tujuh ahli waris lewat kuasa hukum   mereka, Hotbiner Silaen, dari Serikat Burih Sejahtera Indonesia (SBSI).

"Berdasarkan surat putusan MA ini, seharusnya kan uang santunan yang kami terima sebesar Rp118 juta lebih per ahli waris, tapi yang kami terima tidak sampai segitu," ungkap Sapnakan Lubis (29), dalam keterangan persnya bersama ahli waris lainnya, Rosmadi Nasution (50), Sabri Tanjung (55), Melati Subrata (40), Sapnakan Lubis (29), dan Aprida Marbun (44) di salah satu rumah di Jalan Faisal Tanjung, Gang Anggrek, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Pandan, Tapteng, akhir pekan kemarin.

Sapnakan menuturkan, pihaknya kala itu cuma menerima Rp60 juta. Uang itu mereka terima lewat kuasa hukum/pengacara mereka, Hotbiner Silaen, di salah satu hotel di Kota Sibolga pada 18 Juli 2023. Namun, uang itu tidak mereka terima seutuhnya karena masih harus dipotong untuk biaya bantuan hukum dan administrasi SBSI sebesar 20 persen atau Rp12,5 juta serta biaya lainnya. Sehingga mereka para ahli waris hanya menerima Rp47 juta per orang. 

"Jadi, kami merasa tidak puas dan keberatan atas besar santunan yang diberikan PT KJL tersebut, apakah benar jumlahnya sebesar itu atau bagaimana. Belum lagi PT KJL sama sekali yang tidak pernah membayarkan upah per bulan kepada para ahli waris terhitung sebelum dan sesudah putusan MA No 650k/Pdt.Sus-PHi/2022" imbuhnya. 

Ketidakpuasan dan rasa keberatan Sapnakan dan para ahli waris lainnya ini, tidak terlepas dari besarnya biaya yang harus mereka tanggung selama lima tahun mengurus permasalahan yang merenggut nyawa orang-orang tercinta mereka tersebut.

Belum lagi penyerahan santunan tanpa melibatkan pihak-pihak terkait, seperti aparat pemerintahan, kepolisian, perusahaan, maupun pihak BPJS Ketenagakerjaan.

Sebelumnya, kasus tenggelamnya KM Mega Top III yang menewaskan 28 ABK-nya sempat menjadi perhatian khusus dari Pemerintah Kota (Pemkot) Sibolga dan aparat terkait.

"Sebenarnya, kami sudah layangkan surat keberatan pembayaran itu kepada Ketua MA-RI di Jakarta dengan tembusan Presiden, Kementerian Kelautan, Mabes Polri, Gubernur Sumut, dan lainnya. Dan rencananya juga, kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum, jika tidak ada penyelesaiannya," tukas Sapnakan, wanita muda yang terpaksa kini berjualan ikan untuk menghidupi tiga buah hatinya yang masih kecil. 

Hotbiner Silaen selaku kuasa hukum para keluarga korban KM Mega Top III yang dihubungi wartawan melalui telepon selular, menyatakan uang santunan sebesar Rp60 juta itu telah menjadi kesepakatan korban dengan pihak PT KJL. 

"Jadi, itu atas seizin mereka [para ahli waris]. Dan perkara perdata juga tidak bisa dipaksakan. Apalagi perusahaan itu sudah colaps [bangkrut]," katanya.

74