Home Kolom Olahraga dan Nasionalisme: Sebuah Keniscayaan

Olahraga dan Nasionalisme: Sebuah Keniscayaan

Jakarta, Gatra.com - Tiga puluh tahun lalu Indonesia raya berkumandang dan seorang atlet Indonesia mencium Merah Putih sambil menitikkan air mata di podium olahraga dunia--Olimpiade Barcelona, itulah Susi Susanti, atlet Bulutangkis yang pada 04 Agustus 1992 meraih medali Emas yang untuk pertama kalinya bagi Indonesia, tentu tak diragukan lagi bagaimana bobot mencintai negeri bagi atlit ini, itulah arti nasionalisme sesungguhnya.

Pertandingan olahraga layaknya sebuah perang bukan hanya bagi para atlet, tetapi juga masyarakat pun menjadi pejuang pembela tanah airnya. Ada banyak contoh suporter membawa bendera negara ke stadion kompetisi olahraga nasional, mengenakan kostum nasional, dan mengecat wajah dengan warna bendera negara, meneriakkan yel-yel untuk mendukung atlet atau tim olahraga kesayangannya.

Nasionalisme merupakan sebuah prinsip dalam dunia olahraga, meskipun pada awalnya hal ini adalah konsep yang muncul dalam ranah ilmu sosial dan politik. Definisi nasionalisme sangat beragam, nasionalisme dapat diartikan sebagai rasa cinta terhadap tanah air yang menghasilkan semangat patriotisme, yang mana seseorang siap untuk membela negara dengan berbagai cara.

Nasionalisme atau cinta dan bangga sebagai bangsa memiliki pengaruh signifikan dalam olahraga, bagi seorang atlet nasionalisme merupakan hal yang penting. Mimpi para atlet atau olahragawan pun hampir tidak pernah terpisah dari cita-citanya sebagai warga negara ---untuk bisa membanggakan dan mengharumkan nama negaranya.

Nasionalisme menjadikan atlet memiliki tekad untuk memberikan yang terbaik dalam setiap pertandingan sebagai bentuk pengabdian kepada bangsanya, itulah motivasi bagi atlet. Nasionalisme menciptakan semangat patriotisme yang dapat memotivasi atlet untuk berlatih lebih keras, bertanding dengan semangat juang, serta menjunjung tinggi sportivitas dan memberikan yang terbaik dalam setiap pertandingan demi kehormatan serta kebanggaan negara.

Keberhasilan seorang atlet dalam kompetisi internasional selalu dianggap sebagai prestasi nasional. Hal ini dapat memperkuat identitas nasional dan membangkitkan kebanggaan masyarakat terhadap prestasi olahraga negara Nasionalisme dapat membangun solidaritas di antara atlet dan warga negara. Atlet yang merasa terhubung dengan nilai-nilai nasional akan cenderung lebih berkomitmen untuk mencapai keberhasilan dan mendukung pembangunan positif dalam masyarakat.

Nasionalisme dapat memperkuat dukungan publik terhadap atlet. Rasa bangga terhadap prestasi atlet dapat menciptakan ikatan emosional antara atlet dan masyarakat, sehingga meningkatkan dukungan dan semangat.

Kata nasionalisme sering disebut ketika seorang atlet sedang mengharumkan nama negaranya. Mengapa nasionalisme sering dikaitkan dengan keberhasilan seorang atlet? Berita tentang pencapaian seorang atlet sering disandingkan dengan kalimat nasionalisme. Memang benar hal yang membanggakan bila seorang atlet berhasil juara pada kompetisi internasional, sebagai warga negara yang sama tentu kita akan bangga mendengar berita bahwa seorang atlet berhasil mengharumkan nama negara dengan menjuarai kompetisi internasional.

Seorang atlet sering disebut sebagai wakil negara ketika mengikuti kompetisi internasional. Pada salah satu nilai olimpisme disebutkan bahwa olahraga harus bebas dari politik, namun kenyataannya tidak demikian. Pernyataan bahwa seorang atlet menjadi wakil negara menjadi salah satu contoh bahwa olahraga tidak bisa terhindar dari politik. Masyarakat bangga dengan wakil negara mereka yang berhasil juara pada kompetisi internasional, itu merupakan nasionalisme dan juga rasa cinta pada tanah air. Olahraga dimanfaatkan pemerintah untuk membangun nasionalisme dalam diri Masyarakat dan sebaliknya, perkembangan olahraga dan pencapaian prestasi atlet dicapai karena nasionalisme para atlet. Dan akhirnya nasionalisme atau cinta tanah air bagi setiap atlet adalah sebuah keniscayaan.

Taghsya Najmi Fatharani

Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Yogyakarta

Editor: Hidayat Adhiningrat P