Home Hukum Kuasa Hukum Vs Prasetyo Debat Sengit soal Perumda dalam Perkara Lahan DP Rp0

Kuasa Hukum Vs Prasetyo Debat Sengit soal Perumda dalam Perkara Lahan DP Rp0

Jakarta, Gatra.com – Persidangan perkara dugaan korupsi pengadaan lahan di Kelurahan Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur (Jaktim), yang membelit tiga terdakwa terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Kuasa hukum mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, Mahendra; di Jakarta, Selasa (23/1), menyampaikan, pada persidangan Senin awal pekan ini JPU KPK menghadirkan tiga orang saksi.

Ketiga saksi perkara yang membelit Yoory bersama pemilik manfaat (beneficial owner) PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono; dan mantan Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian; yakni Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi (Pras); mantan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Tri Wisaksana; dan Ichwan Zayadi.

Dalam persidangan tersebut sempat terjadi perdebatan sengit antara tim kuasa hukum dengan Prsa mengenai apakah Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) selaku BUMD harus menghasilkan profit dalam proyek rumah DP Rp0 atau tidak.

?Awalnya, Mahendra menanyakan perbedaan antara perumda dengan pesero dan apakah perumda diwajibkan mengambil keuntungan. Pras menjawab, PPSJ yang merupakan BUMD atau Perumda harus menghasilkan profit atau keuntungan sebagaimana juga persero.

Tim kuasa hukum Yoory kemudian membacakan Pasal 8 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 554 Tahun 2017 mengenai pendiria perumda. Menurut tim kuasa hukum, sesuai ketentuan tersebut bahwa perumda tidak diwajibkan mengambil keuntungan.

“Pasal 8, pendirian perusahaan umum daerah diprioritaskan dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan harkat hidup masyarakat sesuai kondisi karakteristik daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik,” katanya.

Mahendra menyampaikan, berdasarkan ketentuan tersebut, Perumda tidak harus meraup untung dari program DP Rp0 karena yang terpenting masyarakat memperoleh manfaat dari program tersebut. Pras tetap bersikukuh bahwa PPSJ harus profit atau menghasilkan laba karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menanamkan modal.

Tim kuasa hukum tetap berpandangan bahwa Perumda tersebut tidak harus profit dalam program rumah DP Rp0. Pasalnya, perumda sangat berbeda dengan persero yang harus menghasilkan profit atau untung.

Mahendra pun sempat menanyakan apakah saksi mengetahui bahwa penanaman modal daerah (PMD) disahkan oleh Badan Anggaran (Banggar) dan kalau disahkan maka prosedurnya telah sesuai ketentuan.

Pras menyampaikan, pada saat itu terdapat catatan. Dia menjelaskan mengenai DP Rp0 ini dengan pemikiran atau landasan bahwa Upah Minimum Regional (UMR) di Jakarta tidak sampai Rp7 juta.

Mahendra kemudian menyampaikan, apakah untuk kemanfaatan masyarakat perumda tersebut tetap harus profit. Karena perdebatan kian sengit dan memanas, majelis hakim pun langsung menengahi.

Hakim menyampaikan, memang Perumda sebagai penyedia sarana dan prasarana untuk kebutuhan masyarakat, namun tidak diharamkan untuk meraih keuntungan karena dibebani untuk memberikan pemasukan kepada kas daerah, termasuk untuk menghidupi biaya operasional perusahaan.

Sebelumnya, JPU KPK mendakwa Yorry melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama Rudy Hartono dan Tommy Andrian dalam pengadaan tanah atau lahan di Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jaktim, oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) 2018–2019 untuk rumah DP Rp0 sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp256.030.646.000 (Rp256 miliar lebih).

JPU mendakwa Yorry melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

32