Home Teknologi Ini Sebab Data ISPU DLHP Sumsel Berbeda dengan BMKG

Ini Sebab Data ISPU DLHP Sumsel Berbeda dengan BMKG

 

Palembang, Gatra.com – Kualitas udara saat terjadi bencana asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), menjadi sangat penting. Terutama sebagai dasar kebijakan pemerintah dalam menentukan langkah-langkah penanganan pencegahan korban. Selain pemerintah, status kualitas udara dibutuhkan masyarakat sebagai antisipasi dini.

Hasil penentuan kualitas udara dari lembaga Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumsel, selalu berbeda dibandingkan hasil pemantuan di website Badan Meteorlogi Klimatologi dan Geofisika (BMKH). Mengapa demikian?.

Penyebabnya diantaranya, rentang data kualitas udara atau dikenal Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang dipergunakan DLHP yakni satu hari (24 jam). DLHP mengelola data udara dari pukul 15.00 wib hingga 15.00 wib keesokkan harinya. Sehingga data yang terkumpul merupakan rata-rata pergerakkan partikel selama sehari penuh.

“Alat pengukur ISPU yang kita (DLHP) punya dua, satu berada di kantor dan satu lagi di simpang empat jalan Radial Palembang. Sejak tanggal 17 September ini, kita mengacu pada alat di simpang jalan tersebut,”ujar Kasi Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Reza Wahya, Jumat (20/9) kemarin.

Sebelum tanggal 17 September lalu, DLHP hanya menggandalkan data pengelolaan kualitas udara dari alat yang berada di kantornya.

Sementara alat pemantuan kualitas udara yang terletak di jalan Radial diperoleh dari sebuah mesin (alat) penjaring udara. Kata Reza, saat alat penjaring udara dibuka maka akan menjadi perlintasan partikel udara, yang kemudian menghasilkan data konsentrat (komponen) nya. Data yang dihasilkan yakni konsentrat PM10, PM2,5, O3, HC, CO, SO2, dan NO2 yang dikeluarkan per jam, namun data perjam ini hanya ditampilkan utuh di layar alat yang berada di kantor DLHP.

“Di alat yang berada di tepi jalan itu, hasil perhitungan perjam hanya disajikan pada runing teks. Data-data ini semuanya terlebih dahulu dikelola oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Untuk laporan lengkapnya, hanya KLHK yang realtime (perjam), karena sifatnya menjadi dasar kebijakan pemerintah pusat,”ungkap Reza.

Sedangkan tampilan di layar (display) alat di tepi jalan Radial itu merupakan hasil perhitungan rata-rata selama satu hari, yang terdiri lima komponen yakni PM10, SO2, CO, 03, dan NO2. Proses penyajian datanya, setiap pukul 15.00 wib, data selama 24 jam itu dikirim ke KLHK, untuk diproses. Setelah dikelola di KLHK sekitar 15 menit, data dikirim ke dua saluran, yakni ke alat yang berada di tepi jalan Radial tersebut, dan alat yang berada di kantor DLHP.

“Data yang diterima di kantor DLHP itu baru dikirim ke instansi lainnya, seperti BPBD, satgas karhutla, kepolisian, TNI, dinas lingkungan hidup kota, dan instansi lain yang membutuhkan,”terang Ia.

Reza berdalih, perhitungan selama satu hari lebih mewakili ISPU pada kondisi suatu daerah. Apalagi alat yang dipergunakan ialah dengan virtual guna mengukur udara setempat. KLHK menempatkan alat tersebut di tepi jalan juga dimanfaatkan guna pengukuran polutan (sumber polusi) dari kendaraan (pencemaran udara akibat aktivitas lalu lintas).

“Pada Agustus lalu, Gubernur sudah menembuskan edaran agar pemerintah kota dan kabupaten guna memiliki alat pengukur kualitas udara. Hal ini agar setiap daerah memiliki alat ukur udara sebagai informasi bagi masyarakat. Diestimasikan alat pengukur kualitas udara seperti yang dimiliki KLHK itu berharga Rp5 miliar karena termasuk beberapa perangkat lainya,” terang Reza seraya memastikan alat dengan sistem kerja virtual ini membutuhkan anggaran yang lebih besar pada proses perawatannya.

Sedangkan Instansi Badan Meteorlogi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), melakukan pemantuan kualitas udara di Stasiun Klimatologi di Kenten Palembang yang diperoleh juga menggunakan alat pemantuan udara. Data (informasi) yang diperoleh juga dikirim ke BMKG Pusat. Pihak BMKG hanya mengukur PM10 yang menjadi satu bagian dari pengukuran ISPU, namun bisa diketahui secara realtime (perjam). Misalnya, masyarakat ingin mengetahui konsentran PM10 terkini, maka yang ditampilkan yakni PM10 yang sudah berlalu sekitar 1-3 jam lalu (www.bmkg.go.id). 

Adapun dasar penggelolaan data ISPU berdasarkan prosedur dari masing-masing lembaga. Data ISPU dikelola oleh KLHK berdasarkan UU nomor 14 tahun 1999, yakni mengenai UU lingkungan hidup, sedangkan BMKG melakukan pengukuran konsentrat PM 10 berdasarkan pada UU Nomor 31 tahun 2009 mengenai prosedur operasional lembaga BMKG.

694