Home Politik Enam Poin Substantif Revisi Undang-Undang KPK

Enam Poin Substantif Revisi Undang-Undang KPK

Jakarta, Gatra.com - DPR RI telah menyepakati revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Para anggota dewan dalam rapat paripurna hari ini, Kamis (5/9), serentak menyetujui apabila RUU KPK menjadi usulan parlemen.

Usai rapat paripurna, Anggota DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengatakan, ada enam poin substansial dalam revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Pertama, kedudukan KPK akan berada pada tingkat eksekutif. Meski begitu, tugas dan kewenangannya bersifat independen.

"Kedua, kewenangan dewan pengawas secara keseluruhan untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan kewenangan dari KPK," kata Arsul di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (5/9).

Ketiga, lanjut Arsul, memberikan izin penyadapan kepada KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Namun, penyadapan bisa dilakukan melalui izin dari dewan pengawas, yang diangkat oleh presiden.

"Keempat, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh dewan pengawas yang jumlahnya ada lima orang," ujarnya.

Kelima, KPK harus bersinergi dengan penegak hukum lainnya. KPK sebagai lembaga penegak hukum merupakan bagian dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

"Yang terakhir adalah, status kepegawaian KPK, dilihat dari RUU status kepegawaian itu bahwa pegawai KPK dimasukan dalam rumpun ASN jadi berlaku dalam prinsip, meskipun ada pengecualian itu UU tentang ASN," katanya.

Arsul menambahkan, meski merevisi UU KPK di akhir periode ini terkesan terburu-buru, menurut Arsul wacana tersebut sebetulnya pernah dilakukan pada 2017. Namun, katanya, saat itu menimbulkan kontroversi sehingga harus ditunda.

"Ketika 2017, teman-teman pengusul itu menyusun dan sudah sempat diperdebatkan di Badan Legislasi. Kenapa sekarang mesti di akhir waktu, karena dulu pernah dilakukan, hanya saat itu jadi kontroversi yang luar biasa maka pemerintah dan DPR sempat menunda," tuturnya.

160